2. Renungan dalam Getaran Baru

231 32 5
                                    

MILE

Sekarang, biarkan aku menjelajahi sudut pandangku sendiri untuk menceritakan kisahku bersama mantan kekasihku, Nattawin Maheswara. Saat itu, setelah aku mengantarkan Natta pulang, aku belum memiliki perasaan khusus terhadapnya. Ini mungkin masuk akal karena itu hanyalah pertemuan pertama kami. Namun, meskipun begitu, bukan berarti aku tidak memikirkannya. Kenyataannya, sepanjang jalan pulang, otakku terus berputar memori tentang Natta. Aku mengingat wajahnya, atau saat ia berdiri sambil meledekku dengan sebutan 'buto ijo'. Pikiranku dipenuhi dengan gambaran-gambaran seperti itu.

Aneh rasanya, dan aku mencoba untuk mengusir orang yang menjengkelkan itu dari ingatanku.

Sesampainya di rumah, aku melihat motor kakak pertamaku sudah terparkir lebih dulu daripada motor milikku. Ini berarti malam ini aku harus siap menerima pertanyaan-pertanyaan kritis terkait kepulanganku yang terlalu malam dari mulut Bang Thana. Merasa cemas, aku memilih untuk duduk di kursi depan, sekadar untuk merehatkan diri sejenak. Aku berharap ini akan membantuku menjawab pertanyaan Bang Thana dengan lebih lancar, meskipun sejujurnya, itu tidak akan banyak berpengaruh.

"MAM! BADAN KAK MILE BAU KENCUR!"

Aku terkejut dan refleks menoleh wajahku ke belakang, melihat adikku berdiri di sana sambil menutup hidungnya, seolah-olah merasakan bau kencur yang entah dari mana munculnya.

"Berisik!"

"Kak, badan lo bau kencur. Dari mana sih? Kampus atau pabrik kencur?"

"Bukan urusan lo, pergi sana, ganggu orang lain santai aja!"

"Idih, marah-marah terus, gue bilang Mama sama Bang Thana lo baru pulang jam segini, mana bau kencur lagi."

Jeff berlari masuk ke dalam rumah, tapi aku tidak benar-benar peduli dengan reaksinya atau dengan apa pun yang dia lakukan.

Sebelumnya, izinkan aku untuk menceritakan sedikit tentang diriku dan potongan-potongan kisah keluargaku. Jadi, namaku adalah Mile Arkan Dwitama, biasa dipanggil dengan nama Mile atau kadang-kadang Arkan. Saat ini, aku berusia 20 tahun dan tengah menempuh semester ke-5 sebagai mahasiswa Teknik Mesin. Aku memiliki latar belakang keluarga yang menarik, walaupun mungkin tidak selalu berjalan mulus. Awalnya, keluargaku terdiri dari keluarga yang lengkap, namun sayangnya, keadaan tidak bertahan lama. Saat usiaku baru 5 tahun, situasi keluarga kami berubah drastis ketika Mama dan Papa memutuskan untuk berpisah.

Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Memiliki seorang kakak lelaki dan adik lelaki membuat dinamika keluarga kami selalu penuh warna.. Si sulung namanya Den Thanaya Pratama—biasa dipanggil Bang Thana olehku dan adikku. Bisa dibilang dia adalah pengganti sosok ayah dikeluarga ini dimana dia menjadi pengatur segala hal di rumah, dari peraturan rumah hingga keuangan. Meskipun Mama adalah kepala keluarga, peran Bang Thana tak bisa diabaikan begitu saja.

Bang Thana bekerja di salah satu perusahaan percetakan terbesar di Jakarta, sebagai wakil manajer. Meskipun gajinya besar, harus diatur dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan keluarga, biaya sekolah kami berdua, dan tentunya dirinya sendiri. Kakak yang tegas tapi cerewet, bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk ngomel. Dia juga memiliki kekasih, Kartina, yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Dan si bungsu namanya Jeffrey Satrio Tritama, biasa dipanggil Jeff. Dia adalah musuh bubuyutanku sejak masih kecil, bisa dibilang aku jarang akur karena dia yang super jahil dan aku yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi dua. Jeff adalah adik yang manja, tukang ngadu, jahil, si paling malas dan tukang menghabiskan makanan. Meskipun tubuhnya kurus tapi ia ahli soal menghabiskan makanan dimeja makan sampai habis tak tersisa sedikit pun. Mama bilang jika Jeff itu unik dan menganggap kerakusannya adalah keistimewaan.

Dear Natta, 1975 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang