7. Semua Aku Dirayakan

116 13 4
                                    

Aku datang ke rumah Natta sangat pagi sekali, sekitar pukul setengah enam pagi, pas-pasan dengan pintu rumah Natta yang baru saja dibuka oleh Tante Nirina, ibunya Natta. Aku bersalaman dengan beliau menanyakan Natta apa dia sudah bangun atau belum, tak lama aku bertanya bahkan Tante Nirina belum sempat menjawab, Natta tiba-tiba datang menghampiri kami. Saat itu Natta terlihat baru saja bangun, dengan baju tidur putih gading juga rambutnya yang sedikit acak-acakan. Aku tak bisa menahan senyumku karenanya.

"Mile, kok kamu disini?"

"Kan kita mau pergi bukan?"

"Pergi?"dia memasang wajah yang bertanya-tanya. Apa dia lupa?

"Mile, masuk aja yuk jangan diluar, ayo." Tante Nirina mempersilakan aku masuk ke dalam.

Aku duduk dikursi ruang tamu bersama Natta dan Tante Nirina pergi ke dapur mungkin untuk membawa minum dan beberapa cemilan untukku. Natta menatapku serius namun disaat yang bersamaan dia terlihat bingung.

"Bukannya sore?"

"Maaf Na, aku lupa ngomong sama kamu kalo kita berangkat pagi, kita ke bogor"

Natta membulatkan matanya, ia langsung kaget saat kata 'bogor' keluar dari mulutku.

"Kamu gila apa? ke Bogor, buat apa?"

"Liburan Natta."

"Yang benar saja, aku ada mata kuliah pagi ini. Tidak, aku menolak jika kamu mau mengajak ku sekarang."

Aku menghela nafas panjang, Natta ternyata tidak semudah apa yang aku kira sebelumnya. Untuk pertama kalinya dia menolak ajakan dariku dan aku merasa sangat bodoh karena bisa-bisanya lupa kalau Natta tidak akan pernah mau membolos sepertiku. Dia bukan mahasiswa yang suka titip absen.

"Natta, gak boleh gitu, kasihan loh Mile udah dateng pagi sekali ke rumah buat ngajak kamu ke bogor." Timpal tante Nirina. Ia datang sambil membawa teh hangat dan beberapa cemilan. 

"Tapi--"

"Gapapa kok Tante," aku memotong kalimat Natta,"mungkin lain kali saya mengajak Natta."

Tante Nirina menghela nafas, ia merasa bersalah sekali karena sifat anaknya yang terlalu berambisi, menolak mentah-mentah ajakanku. Ia bahkan menatap Natta dengan tatapan sinis waktu itu. 

Merasa tidak enak apalagi melihat ekspresi Tante Nirina yang seperti itu akhirnya hati Natta tergerak, ia berbicara,"ya sudah, bagaimana kalau kamu tunggu aku selesai mata kuliah saja. Hanya satu mata kuliah kok" 

"Ah, tidak masalah, aku tunggu." jawabku.

"Ya sudah, kamu cepat mandi biar Mama yang ngurus perlengkapan kamu--oh ya, kamu gak kuliah Mile?"

Aku nyaris tersedak oleh teh hangat yang baru saja aku teguk, tapi untungnya aku bisa menahannya. Dengan senyum kikuk aku menjawab,"kebetulan saya gak ada kelas,"

Natta tahu aku bohong, tatapan matanya itu meledekku apalagi senyum miringnya yang membuatku semakin merasa malu. 

"Ya sudah, Mile tunggu saja disini temenin Tante soalnya Om sama adek nya Natta belum pulang dari Surabaya."

"Iya Tante."

***

Setelah menunggu lama akhirnya aku dan Natta bisa pergi ke Bogor. Rencananya aku akan membawanya ke Villa milik Papa yang ada disana. Tadi aku meminta izinnya untuk tinggal disana selama sehari dan Papa menyetujuinya tanpa pamrih. Sepanjang perjalanan kami mengobrol bersama membahas beberapa hal seperti musik dan topik hangat terkini. Natta nampaknya sangat menyukai The Beatles berkali-kali ia terus memutar lagu The Beatles di mobil, dia ikut bernyanyi sampai aku akhirnya tertarik dan bernyanyi bersama.

Dear Natta, 1975 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang