8. Drama Romantika

2.5K 360 85
                                    

SEBENARNYA Regas suka gak sih sama Embun? Pertanyaan yang anti sekali Regas jawab, apalagi kalau itu datangnya dari Bara. Lelaki itu gak akan berhenti bertanya sampai setidaknya Regas mengeluarkan makian kotor. Kalau sudah demikian Bara akan tertawa puas karena berhasil menggoda si tukang jual mahal.

Kebetulan, semalam Bara jadi saksi atas adegan romantis 15 menit. Bahkan lelaki itu sampai punya jejak digitalnya. Sengaja ia foto dan dimasukkan ke grup geng kuliahnya. Kampret? Jelas. Regas sampai misuh-misuh, takut Kahiyang lihat.

"Kahiyang gak bales chat gue babi!" Bara menoleh, melirik sahabatnya malas.

"Mampus! Biar lo tuh gak maruk, semua wanita harus sama lo!" Regas melempar ponselnya kesal.

"Semua gimana sih? Gue cuma suka Kahiyang." 

"Sukanya sama Kahiyang tapi kalo Embun gak muncul sehari aja dicariin," kata Bara.

"Yee itu mah nyokap gue yang nyariin." 

"Ngeles mulu lo! Lagian ya Gas, emangnya Embun kurang cakep? Kurang seksi? Atau kurang apanya sih? Gue kalo ditaksir bocil kaya Embun juga bakal gue gas-in aja. Masalahnya si dedek sukanya sama lo! Yang cuek, kasar, dan nyebelin parah." 

Regas terdiam sesaat menelisik wajah serius Bara yang jarang terjadi, apalagi saat membahas soal perempuan. Tapi siang itu rasanya kalimat Bara terdengar meyakinkan, membuat Regas sedikit curiga--jangan-jangan betulan suka Embun?

"Lagian ya bocah jaman sekarang tuh cepet gedenya, gak bakalan ada yang ngira kalo beda umur lo sama Embun tuh 5 tahun!" Tukas Bara lagi.

"Ya orang lain gak nyangka gue beda jauh sama Embun, lah bapaknya? Lo kira Pak Juanda itu mau anak bontotnya gue pacarin? Baru salaman aja gue udah dipelototin!" Bara menelengkan kepalanya, menatap wajah Regas yang ada di sebelahnya.

"Ohhh jadi halangan ada di bokapnya? Bilang dong!" Regas menoleh cepat, wajahnya nyaris bertubrukan dengan wajah Bara.

"Anjing! Ngapain lo deket-deket!" Bara refleks memundurkan wajahnya.

Senyuman lebar terbit dari bibir Bara menggoda Regas yang masih kaget dengan kejadian sesaat. Tak lama Regas menyadari bahwa Bara memang sengaja menjebaknya.

"Apaan sih! Bukan gitu goblok! Ya pokoknya gue gak bisa sama si bocil! Ntar gue dikira pedofil lagi." Bara menyipitkan matanya, makin senang mengusik ketentraman Regas.

"Bukannya emang udah ya? Jangan lo kira gue gak tahu lo kesenengan waktu gendong-gendong Dedek Embun semalem! Mana tangan lo sengaja ditaruh di pantatnya, seneng kan lo?! Gue liat jempol lo nekuk dikit!" Regas melotot, kepalanya bergerak memastikan tak ada karyawan yang mendengar omongan besar Bara. Sayangnya, setidaknya ada dua sampai tiga staff yang menoleh ke arah mereka lengkap dengan tatapan canggung. Hancur sudah reputasi Regas sebagai bos galak berwibawa.

"Anjing! Babi! Lo bisa diem gak!" bisik Regas, tak mau reputasinya makin hancur apabila kedapatan menyumpahi sahabatnya sendiri. Tawa Bara menggelegar, menggema mengundang tatapan aneh lagi pada beberapa staff yang tadi belum menyadari tingkah aneh kedua bosnya.

Regas cuma kuat seperempat menit sampai akhirnya lelaki itu berdiri dan kabur setelah meraih korek gas yang ada di meja. Bara makin puas, mengeluarkan kebahagiaannya sampai perutnya terasa sakit dicubit.

Sementara itu Regas memilih menyendiri di pantry. Ia nyalakan batang rokok hasil kembalian makan siang tadi. Dihisapnya dengan dalam sebelum kepulan asap nikotin menggumpal di udara. Lelaki itu kembali menghisapnya dan dihembuskan lebih kasar dari hisapan pertamanya. Regas letakkan ujung puntungnya pada asbak setengah bulat di atas meja, kini lelaki itu diam mengosongkan pikirannya setelah semalaman dipenuhi gadis cerewet bernama Embun.

Embun Paginya RegasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang