26. Dia Yang Baru Datang Dalam Hidup Regas

1.6K 221 72
                                    

REGAS telah memilih jalan hidupnya, mencintai satu wanita lagi selain Embun. Tapi sayangnya sejak cintanya habis di bocah berjarak 5 tahun darinya itu dan kisah mereka usai, Regas masih saja nyaman pada kesendiriannya. Mamanya sampai pusing karena 3 tahun tanpa pendamping sudah jadi bukti kalau ucapan Regas beberapa tahun lalu itu gak main-main. Kalau bukan Embun ya dia gak akan mau menikah.

Papa sudah berusaha menyodorkan berbagai foto putri rekan bisnisnya, bahkan karyawan teladan favoritnya juga tak luput dia tunjukkan pada Regas. Jawabannya sama, gak tertarik. Tahun ini Regas menginjak usia kepala 3, usia cukup menjelang matang untuk pria itu menikah. Tapi dari awal tahun Regas masih tak melakukan pergerakan pada status kejombloannya, padahal Bara saja sudah menikah.

Esok adalah hari ulang tahun Regas dan pria itu masih saja tak peduli pada kehidupan asmaranya, apalagi setelah drama ditinggal pergi Embun yang pergi makin jauh dari komplek perumahannya. Pak Juanda tak lagi menjabat sebagai RT. Seakan ingin menekankan kekecewaannya pada Regas, pria itu memboyong seluruh keluarganya pindah keluar kota. Tak ada yang tahu kemana keluarga Juanda itu pergi, yang pasti Regas masih saja jadi orang yang tak mau pria itu temui.

Masih nyaman tenggelam dalam kisah masa lalu, Regas lebih memilih menghabiskan waktu di kantor untuk melewati jam menyongsong tanggal kelahirannya, padahal Mamanya sudah repot menyiapkan serangkaian acara kejutan dibantu teman termasuk gadis yang ketahuan naksir Regas setelah pertemuannya di pernikahan Bara.

"Kamu yakin Regas gak mau pulang?" Tanya Mama pada Bara yang masih sibuk menelepon Regas.

"Lagi dipaksa balik kok Tan sama anak-anak," kata Bara dengan senyum dipaksakan, karena dia tahu Regas sengaja mematikan ponselnya agar tak mendapat panggilan-panggilan seperti ini.

"Apa aku jemput aja Tan ke kantor?" Tanya seorang gadis cantik di belakang Bara, Mama Regas meliriknya sebentar tatapan sinis dilayangkan menghentikan niat gadis itu untuk berjalan mendekat.

Bara tahu seperti apa sikap Ibu dari sahabatnya itu setiap menghadapi gadis-gadis yang ketahuan gamblang menyukai putranya. Pria itu tersenyum masam disusul deheman keras dari arah pintu masuk, ketiganya menoleh diikuti tatapan kaget.

"Ngapain disini?"

"Mas Regas! Baru mau aku jemput!" Kata gadis itu heboh. Regas menaikkan sebelah alisnya, menatap mereka bingung.

"Sejak kapan Mama mau terima tamu jam segini?" Tanya Regas pada Ibunya yang sudah menatapnya kesal.

"Kamu ngapain pulang? Gak sekalian tinggal di kantor aja? Jangan pulang sekalian!" Balasnya kesal.

"Loh kan Mama yang gak setuju kalau aku tinggal sendiri?" Wanita dewasa itu menghela napas kasar, tatapannya berubah sendu. Perlahan ia berjalan mendekat pada Regas memeluk erat putra semata wayangnya diiringi isakan lirih. Regas terdiam di tempatnya, tangannya kaku menggantung masih bingung pada situasi yang terjadi, sementara Bara tiba-tiba menyodorkan kue ulang tahun dengan tatapan lesu. Tepat di jam 12 Regas mengakhiri masa 20-an-nya.

"Mama takut kamu bunuh diri kalau tinggal sendiri."

Regas mengerti alasan mereka berkumpul di rumahnya hari ini, dia juga mengerti alasan Ibunya bertingkah seperti ini, tetapi yang tidak dia mengerti kenapa wanita itu bisa punya pikiran kalau dia akan bunuh diri?

"Ma ... Maksudnya apa?" Regas melepas pelukan Mamanya, menatap Ibunya horror.

"Takutnya kamu depresi karena Embun, terus bunuh diri."

"Astaga Mama! Mama pikir aku gila apa?"

"Lo emang gila Gas, gue setuju sama nyokap lo. Jangan tinggal sendiri, takutnya lo nekat." Bara menimpali.

"Anjing!"

"Mas Regas, selamat ulang tahun." Gadis cantik tadi tersenyum menyodorkan sebuah paper bag di tangannya pada Regas.

Regas tersenyum sumir, tangannya meraih paper bag itu. "Gak perlu repot-repot sih Ge, doanya aja."

Gadis yang dipanggil Ge itu tersenyum lebar, lalu mengangguk pelan.

"Mama ke dapur dulu deh buat panasin makanan." Regas mengangguk seraya mengajak kedua temannya duduk di ruang tamu, namun baru menjatuhkan bokongnya ponsel Bara sudah berdering nyaring. Bara keluar meninggalkan Regas dan Ge di ruang tamu.

"Tadi katanya pulang ke Bandung?" Ge menggeleng pelan.

"Mas Regas kan ulang tahun, masa aku ke Bandung."

"Gak perlu serepot ini loh padahal."

"Harus repot, ini kan kesempatan yang udah Mas Regas kasih."

"Iyaa, iyaa," jawab Regas.

"Mas udah janji untuk buka hati buat aku, jadi jangan tolak apapun yang aku lakuin buat Mas ya?" Regas mengangguk lagi.

Ge, atau Gea adalah gadis cantik yang ia kenal lewat Bara. Siapa sangka, datang ke pernikahan Bara malah membuatnya jadi buah bibir dalam sehari. Cowok ganteng, cowok jutek tapi keren, jomblo yang gak sengaja dapat bunga saat sesi lempar bunga disematkan pada Regas hari itu, dan mirisnya tak ada seorangpun yang bisa mengajak seorang Regas ini ngobrol di tengah kesempatan status jomblo Regas ini. Kecuali Gea, sepupu jauh istri Bara yang pasti juga datang ke acara itu. Satu-satunya gadis yang Regas jawab pertanyaannya.

Setelah hari itu Regas mulai mengenal Gea. Gadis yang ternyata seumuran Embun, punya usaha jual bunga, orang Bandung, ceriwis, dan rajin kirim makanan ke kantor Regas. Tadi alasan-alasan yang membuat Gea jadi satu-satunya gadis yang Regas beri ijin berkeliaran di hidupnya sekarang.

"Aku mau bikin nasi kuning, tapi besok baru aku antar ke kantor. Mau kan Mas?" Regas terdiam sebentar terlihat ragu untuk mengiyakan kebaikam Gea.

"Mas, mas udah janji loh?" Pria itu meringis lalu mengangguk.

Mereka kemudian terlibat dalam obrolan panjang. Regas akui, mendengarkan keseharian Gea saat menghadapi customer itu seru. Cara gadis itu berbicara, tertawa terdengar menarik di telinganya. Mungkin keputusannya kini tepat karena setahun mengingat Embun itu sangat suram baginya.

Gea tertawa lagi dan Regas hanya tersenyum tipis menanggapi gelakan tawa gadis itu. Sekelibat ingatan pada Embun kembali terlintas pada benak Regas, ingatan-ingatan yang terus mengganggu keyakinan Regas bahwa dia sudah siap melanjutkan hidupnya tanpa Embun. Lalu ia diam, berdehem singkat dan beranjak dari duduknya untuk merogoh ponsel di kantong celananya yang sempit. Berharap ada satu pesan dari seseorang yang ia tunggu, namun kosong. Hanya ada ucapan-ucapan ulang tahun dari keluarga.

"Mas, besok aku yang antar nasi kuningnya ke kantor gak pakai kurir." Regas memasukkan ponselnya lagi, lalu mengangguk singkat. Ya besok adalah hari spesialnya dan pasti Gea tak akan melewatkan kesempatan ini untuk menemani Regas di hari ulang tahunnya.

"Mau kujemput?" Senyum Gea makin melebar. Begitu agenda mereka esok hari.

Embun Paginya RegasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang