12. Selangkah Terlalu Besar

2.5K 366 154
                                    

MUNGKIN Regas memang benar-benar sudah gila. Karena Embun. Kahiyang jelas tampak lebih cantik dengan gaya rambut barunya yang dipotong setinggi bahu. Tapi dalam kepala Regas hanya ada Embun yang pagi tadi pakai setelan kemeja berwarna pink dan rambut ditata rapi, lengkap dengan wajah yang dirias. Memang sih gadis muda itu mengikuti saran Regas untuk pakai pakaian yang tertutup, tapi wajahnya--wajahnya itu loh masih ayu meski hanya dipulas sedikit bedak dan perona pipi, jangan lupakan bibirnya yang sudah Regas kecup dua kali. Rasanya lelaki itu mau menambah kecupan lagi tadi pagi, kalau saja Pak Juanda gak lihat.

Omong-omong, Embun gak jadi dijemput Ibud sebab Regas jam setengah 7 sudah nongkrong di depan teras gadis itu. Pak Juanda juga setia dengan agenda posesifnya. Judes seperti biasa apalagi sekarang pria itu merasakan ada sinyal aneh antara putrinya dan Regas.

"Mas, makan rawon yuk?" Regas mengangkat kepalanya sedikit menatap Kahiyang yang memanggilnya dengan sebutan Mas--panggilan yang notabene hanya akan digunakan Kahiyang saat sedang manja-manjanya. Tapi kemana? Kemana debaran yang biasa menyesakkan Regas? Rasanya hampa bahkan setelah menatap wajah Kahiyang. Dan gilanya lagi Regas menggelengkan kepalanya.

"Gak bisa, mau jemput Embun." Kahiyang menatapnya dengan tatapan tersakiti.

"Oh jadi pas aku tinggal sebentar kamu langsung ngegebet bocah itu?" Regas mengerutkan keningnya, diikuti tatapan aneh pada wajah Kahiyang.

"Kok aneh sih? Kok bisa kamu mentingin anak itu daripada aku?"

"Emangnya kamu siapa? Bukan pacarku juga, kan?" Kini Kahiyang benar-benar terkejut dengan jawaban Regas. Meski lelaki itu pun juga kaget dengan jawabannya sendiri. Tapi sumpah saat ini yang ada di kepala Regas cuma mau segera menjemput gadis kuliahan itu.

Dari sudut lain Bara tersenyum tipis, mungkin tawanya nyaris meledak sesaat setelah mendapati pertunjukan itu. Dia yang tahu seberapa intens hubungan Regas dengan Kahiyang, pun juga dengan Embun.

"Bar, lo belum makan kan? Lo ajak dia deh, gue cabut dulu." Kata Regas sambil mengambil kunci mobilnya.

"Kemana? Jemput dedek? Masih jam 1, takut amat gebetannya ilang. Jangan lo paksa bolos kelas, inget bapaknya galak!" Regas menatap sahabatnya masam. Salah emang cerita ke Bara.

"Sialan lo! Dah gue duluan takut macet." Padahal jam segini mana ada macet, Regas cuma cari alasan supaya bisa kabur. Dia juga gak tahu kenapa mau kabur dari Kahiyang.

"Gas! Regas! Gila ya kamu ninggalin aku sendiri?" Gadis itu masih berusaha mengikuti Regas yang melaluinya begitu saja.

"Sia-sia aku kabur dari Patra kalo sama kamu aja malah dianggurin gini. Harusnya kamu ambil kesempatan ini Gas. Kamu mau sama aku kan? Sekarang aku udah lepas dari Patra Gas!"
Regas menghentikan langkahnya, matanya menatap Kahiyang dalam tapi setelahnya ia melirik Bara dan melambaikan tangannya tinggi-tinggi.

"Gue kerja dari rumah deh Bar abis ini, kayanya gue mau mampir dulu sama Embun!" Bara tertawa jenaka.

"Jangan lo ajak mampir Oyo ya!"

"Gue bukan elu!" Bara tertawa terbahak-bahak lalu membiarkan sahabatnya pergi tanpa mengucap salam pada Kahiyang.

Kahiyang berdiri mematung, menatap Regas yang benar-benar pergi tanpa mempedulikankannya. Bara melangkah menghampiri Kahiyang, menundukkan wajahnya dan membisikkan kalimat yang mampu membuat Kahiyang emosi.

"Gue bilang juga apa, Regas cuma butuh waktu untuk sadar kalo lo itu cuma benalu. Dia berhak dapat yang lebih baik dan lo tahu sendiri itu bukan lo." Kahiyang menatapnya dengan tatapan tajam.

"Masih mau makan rawon?"

"Fuck you!" Gadis itu berlalu meninggalkan Bara.

"Fick yii, dasar bule goblok! Beban anjing, kawin terus lo sama Patra! Dipikir gue gak tahu kali!"

Embun Paginya RegasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang