10. Trial And Error

2.5K 358 71
                                    

REGAS itu pantang menyerah dari dulu hingga kini. Buktinya CV yang dibangunnya bersama teman semasa kuliah bisa sebesar sekarang. Pakai keringat dan jerih payahnya sendiri lagi. Biarpun Papanya itu punya duit banyak, rasanya belum pernah Regas mengandalkan pria itu setelah ia bisa cari uang sendiri. Tapi kerja kerasnya Regas itu tentu bukan dalam segala hal. Buktinya lagi, tanpa banyak berusaha cewek-cewek berdatangan mengantri untuk jadi kekasihnya. Tapi dari sekian banyaknya wanita, anehnya cuma ada satu yang setia. Belum mundur sedikitpun meski ditolak oleh pria pekerja keras itu.

Dan rekor muri pantang mundur itu mendadak harus pecah setelah Regas melakukan kesalahan, hingga pagi ini ia kembali tiba pukul 7 tepat di kediaman Pak Juanda. Tatapannya masih sama, awas menatap pria jangkung yang sepertinya hobi duduk pagi di teras rumah. Kali ini sepertinya suasana pagi itu jauh lebih mencekam dari kemarin, setelah kesalahpahaman yang ternyata berlanjut hingga pagi itu.

Deheman singkat Pak Juanda senantiasa memberi efek ngeri bagi pria kelahiran Agustus itu. Tubuhnya langsung tegap begitu namanya dipanggil dengan suara besar.

"Regas?"

"Siap pak!" Jawab Regas sedetik kemudian.

Wajah Pak Juanda tak bisa dikontrol lagi, raut bingung seketika muncul sebab lelaki muda di depannya terus menjawabnya dengan gaya ala militer. Ayolah, Pak Juanda gak semenyeramkan itu kok sampai harus diperlakukan bak seorang jenderal. Di rumah itu jendralnya ya Bunda. Pak Juanda jelas menduduki peran sebagai warga sipil yang tak punya kewenangan apapun kecuali kerja cari uang. Tapi jangan salah sangka, warga sipilnya ini warga sipil elit yang kalau sudah kesal jendral sekalipun langsung diam.

"Lebay! Ngapain jawabannya begitu? Ngeledek ya kamu?" Pertanyaan tajam itu membuat Regas tergagap. Pernyataan wanita selalu benar sepertinya tak berlaku saat itu, yang ada Pak Juanda selalu benar dan Regas yang selalu salah.

"Eng-nggak Pak," jawab Regas.

"Kamu sejak kapan pacaran sama Embun?" Regas membuka mulutnya hendak menjawab namun baru mau menjawab, pertanyaan lain kembali muncul dari pria itu.

"Kok gak ijin dulu sama saya?"

"Beg—"

"Kamu tahu kan kalo Embun itu masih ada bapaknya? Biarpun cuma pacaran juga saya harus tahu dan kenal!" Regas terima nasib, ia pasrah sambil sesekali menulan ludahnya kasar takut-takut kalau Pak Juanda punya serangan rahasia.

"Apalagi tiba-tiba kalian pelukan di depan saya, sadar kan kalo saya ada kemarin? Berani-beraninya kamu!" Regas meringis, mau cari bantuan tapi Embun sepertinya masih asyik dandan di dalam rumah.

"Pak bukan begitu," sahut Regas begitu Pak Juanda berhenti.

"Terus apa?"

"Saya gak pacaran sama Embun," tapi tatapan tajam Juanda itu malah membuat nyali Regas menciut.

"Terus maksudnya kemarin itu pelecehan? Kamu peluk-peluk anak gadis yang bukan siapa-siapamu?" Makin dijawab makin salah. Regas menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari mendengar tuduhan lain dari pria di depannya.

"Makin ngamuk saya tahu begitu! Maksudnya apa? Kamu memanfaatkan Embun? Mentang-mentang dia bloon gampang dibohongin?"

"PAPAA!" Pak Juanda langsung membekap mulutnya sendiri, kepalanya menoleh menemukan putrinya melotot dengan tangan di pinggang. Regas menghela nafasnya lega.

"Enak aja aku dikatain begitu! Bundaaa! Papa nihh!" Jerit Embun cari bala bantuan.

Pak Juanda melotot, langsung ngacir lari ke dalam rumah. Kalau sampai istrinya tahu dia meng-ospek calon mantu incarannya bisa bahaya. Bantalnya bisa dipindah ke ruang keluarga.

Embun Paginya RegasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang