Part 9

7.2K 403 8
                                    

Reflek tangan Jaselle menarik ponsel ke bawah, lalu menekan tombol power hingga panggilan otomatis terputus dan layar menjadi gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reflek tangan Jaselle menarik ponsel ke bawah, lalu menekan tombol power hingga panggilan otomatis terputus dan layar menjadi gelap. Ia menengok ke belakang, mendapati Galtero telah berdiri tegak di sana dengan tatap datar tapi seolah tersirat sebuah rasa penasaran.

"Kau menguping pembicaraanku?" tanya Jaselle memastikan. Dia ingin tahu sampai sejauh mana pria itu mengetahui. Ada resah melanda, was-was jika Galtero mengetahui tentang sang putri yang memang tidak pernah berniat ia kenalkan pada Daddy kandung, apa lagi dalam situasi sekarang yang mana mantannya hendak menikah bersama wanita lain. Biarlah lebih baik semua berjalan sendiri-sendiri.

"Aku baru sampai, untuk apa juga mendengarkan kau telepon dengan seseorang yang pasti tak penting untukku," jelas Galtero. Dia hanya sempat mendengar suara anak kecil, tak nampak wajah karena saat itu layar ponsel Jaselle berisi langit-langit ruangan.

Jaselle bisa bernapas lega. Setidaknya mantannya tak tahu tentang Aleeza. "Baguslah."

Merasa tak ada urusan dengan Galtero, Jaselle pun memutar tubuh dan hendak kembali masuk ke dalam rumah. Namun, tangan kekar mendadak melingkar di pergelangannya, menahan supaya ia tak segera beranjak.

"Apa aku harus diam-diam menguping saat kau sedang telepon atau melakukan panggilan video, agar kau mau berbicara denganku?" tanya Galtero.

Berusaha keras menarik udara supaya masuk memenuhi paru-parunya. Jaselle hanya ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang mantan. Apa lagi job satu minggu di Switzerland terasa sangat lama, mungkin karena ada mantan di sana. Ia menepis tangan Galtero agar melepasnya.

"Kita tak ada urusan apa pun yang perlu dibicarakan. Jadi, tolong anggaplah tidak saling mengenal. Lanjutkan saja hidupmu seperti apa yang kau inginkan. Biarkan aku menjalani hari-hari dengan tenang dan tanpa bayangmu," pinta Jaselle dalam posisi memunggungi Galtero. Oh jelas ia tak mungkin tahan kalau harus berbicara saling menatap.

"Tak bisakah kita berteman?" tawar Galtero tanpa malu sedikit pun. Dia yang membuang Jaselle begitu saja karena mati rasa, lalu sekarang meminta untuk jadi teman? Lucu sekali.

Jaselle terkekeh getir. Kepala menggeleng sebagai penolakan. "Kau adalah sumber lukaku yang bekasnya sulit dihilangkan. Kau pelaku utama yang membuat aku berada dalam situasi menyedihkan. Kau juga orang yang telah membuat rumah beserta harapanku runtuh. Berteman denganmu sama saja meneteskan cairan asam pada luka yang kembali menganga."

Galtero menarik bahu sang mantan hingga Jaselle terpaksa harus menghadap dirinya. Wanita itu tidak berani mendongak menatap matanya, jadi sebatas leher yang pasti sedang dipandang oleh Jaselle.

Lagi-lagi pria itu memaksa, menyentuh dagu Jaselle agar mendongak. Galtero mengunci pandangan dengan sorot meremehkan sekaligus mengejek. "Jawabanmu menandakan bahwa kau belum bisa berdamai dengan masa lalu. Apa sesulit itu melupakan dan memaafkan kejadian yang sudah lampau?"

Cigarettes After SadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang