•butuh keadilan

59 10 1
                                    

Yuri meneguk ludahnya. Mati! Ngapain juga nekat masuk klub seni padahal gak punya jiwa seni sama sekali? Masa iya Yuri harus menggambar pemandangan gunung dengan padi di canvas ini?

"Yuri, ada masalah?" tanya Pak Andrew.

Yuri menoleh saat Pak Andrew mendekat ke arahnya, "Oh gak papa, Pak."

"Kamu mau gambar apa?"

Yuri tersenyum, "Bunga mawar."

"Bunga mawar?"

"Ya. Ayah saya tiba-tiba berubah pikiran. Katanya kupu-kupu gak cukup bagus untuk dijadikan tatto. Lebih bagus bunga mawar dengan warna merah di kelopak nya, nuansanya lebih estetik aja. Gimana menurut pandangan Bapak?"

Andrew tertawa, "Bagus. Pikiran kamu liar juga."

"Maksud Bapak?"

"Maksud saya, kamu punya perspektif yang bagus. Saya yakin hasil lukisan kamu juga pasti bakalan bagus. Kalau kamu kesulitan atau ada pertanyaan, kamu boleh tanya ke saya."

Yuri menatap Pak Andrew yang jaraknya cukup dekat dengan dia, "Saya punya pertanyaan. Tadi saya dengar dari Bu Jia kalau cctv satu bulan yang lalu itu hilang gitu aja. Terus waktunya tepat sebelum anak kelas IPA 1 yang namanya Kia itu gak masuk sampai sekarang. Kira-kira itu siapa yang ngambil rekaman cctv nya ya, Pak?"

Andrew melipatkan kedua tangan di atas dada. Ia tersenyum menatap Yuri, "Kenapa kamu menanyakan itu ke saya?"

"Ya saya penasaran aja. Bapak tadi bilang kalau saya boleh tanya apa aja kan?"

Laki-laki itu mengangguk, "Mungkin ada kesalahan teknis."

"Gak mungkin sih, Pak. Kayaknya ada yang sengaja menghapus nya sih. Atau mungkin di sekolah kita ada yang maling kali ya Pak?"

Andrew tertawa, "Mungkin?"

Setelah itu ia pergi meninggalkan Yuri dan beralih menuju Nilam. Yuri mengubah ekspresi nya menjadi datar. Ia mengedarkan pandangan. Tidak ada yang aneh di ruangan ini. Tapi Yuri yakin, pasti ada bukti yang mengarah ke perbuatan jahat kepala kesenian itu.

Pandangan Yuri beralih ke Nilam. Ia sedang asik menorehkan pemikirannya melalui lukisan dimana Pak Andrew di sampingnya sedang memuji lukisannya. Ada hal aneh yang Yuri rasakan. Andrew dan Nilam terasa lebih dekat jika statusnya hanya seorang murid dan guru. Andrew merapikan rambut Nilam, membuat Yuri semakin melototkan matanya.

Saat Andrew menoleh ke arahnya, Yuri langsung berpura-pura menggambar bunga mawar. Setengah jam setelah itu, banyak yang sudah selesai dengan lukisannya. Yuri bodo amat jika lukisannya dinilai nol. Toh bukan mendapat poin tinggi tujuannya masuk ke klub ini.

Yuri mengintip Cahaya yang sedang membuka loker lemarinya, setelah Cahaya keluar dari ruangan seni, Yuri diam-diam mencongkel loker lemari milik Cahaya menggunakan jepitan rambut. Yuri hampir menyerah karena sudah lima menit loker tersebut tidak terbuka juga hingga jepitan rambutnya bengkok. Ia tak menyerah, ia mengambil jepitan rambut satu lagi untuk membuka paksa loker Cahaya.

Saat berhasil, Yuri langsung mengeluarkan semua isi yang ada di sana. Tidak ada yang mencurigakan. Hanya ada tumpukan buku, dompet kulit berisi pensil dan oh! Ada satu. Kamera!

Entah sejak kapan Cahaya menyukai kamera. Yuri mengambil kamera tersebut. Saat ia hendak membukanya, Cahaya masuk lagi ke ruang kesenian dan meneriaki Yuri hingga perempuan itu tersentak.

"YURI! NGAPAIN KAMU!"

Yuri tak menanggapi nya, ia segera membuka kamera itu hendak mengetahui apa apa saja isi di dalamnya. Cahaya mendekat dan mengambil paksa kameranya.

"Sembarangan kamu ya. Ini loker aku, kamu gak punya wewenang untuk ambil barang aku sembarangan."

"Terserah kamu mau marahin aku, tapi tolong kasih tau aku isi kamera itu."

"Gak! Ini privasi aku!"

Yuri menggeleng, "Cahaya please. Ini semua demi Kia. Kia dijahatin, Cahaya. Kia sakit sekarang. Aku harus bantu dia, aku harus cari bukti. Tolong bantu aku."

"Kamu apaansih! Kalau minta bantuan jangan sama aku! Aku gak tau apa-apa. Balikin gak kamera aku!"

Yuri menyembunyikan kamera milik Cahaya ke belakang. Cahaya yang sudah emosi pun merebutnya, namun Yuri tetap tak ingin memberikan barang milik Cahaya.

"Kalau kamu gak mau kasih isi kamera ini ke aku, berarti kamu nyimpan sesuatu kan? Iya kan?! Ngaku kamu Cahaya!"

"ITU HAK AKU KARENA ITU BARANG AKU. AKU JUGA PUNYA PRIVASI. TOLONG BALIKIN."

"ENGGAK!"

"HEY! ADA APA INI!" Andrew melerai mereka hingga kamera tersebut jatuh ke lantai. Andrew terdiam cukup lama menatap kamera tersebut.

"Cahaya—"

Cahaya langsung mengambil kameranya dan pergi meninggalkan Pak Andrew serta Yuri yang masih menaikturunkan dadanya. Oke, Yuri akui dia salah. Tapi dengan reaksi Cahaya tadi, Yuri tau kemungkinan 80% ia menyimpan sesuatu di kameranya.

"Yuri, ikut saya ke kantor!"

Di dalam kantor, Yuri dimarahi habis-habisan oleh wali kelasnya karena dengan kurang ajarnya membuka paksa loker seseorang dan mengambil barang di sana. Cahaya masih menatap Yuri tajam.

"Iya saya minta maaf, saya sengaja melakukannya."

"Tuh kan." Cahaya menunjuk Yuri.

"Oke, diskusi kita selesai. Yuri, kamu saya skor 3 hari. Cahaya kamu bisa kembali ke kelasmu."

Yuri membuang napas panjang. Ia sama sekali tidak protes dengan hukuman yang akan ia jalani kedepannya. Pak Andrew mengetuk pintu sebentar, lalu menghadap wali kelas Yuri.

"Cahaya, kamu ikut saya," kata Pak Andrew.

Yuri dapat melihat jelas tampang ketakutan yang ditunjukkan oleh Cahaya seolah-olah ia tak ingin berbicara dengan Andrew. Namun perempuan itu mengikuti Andrew dari belakang sambil menatap Yuri berulang kali. Yuri mengerutkan dahi. Ada yang tak beres, pikirnya.

Ia mengikuti arah langkah Yuri. Tak lupa menyiapkan ponsel untuk merekam apa yang akan mereka bicarakan nantinya. Oke, untuk kesekian kalinya, Yuri akui dia banyak melakukan kesalahan seperti sekarang ini. Merekam seseorang secara diam-diam tanpa izin.

Andrew menampar Cahaya.

Iya! Benar. Andrew menampar Cahaya. Opening yang bagus di videoklipnya Yuri. Ia sampai membelalakkan mata melihatnya.

"Kurang ajar. Kamu bilang kamu gak punya video cadangan kan? Kamu bilang itu satu-satunya kan? Jawab Cahaya!"

Cahaya memberanikan diri menatap guru keseniannya, "Sa-saya memang gak nyimpan video apapun lagi."

"Bohong. Kalau kamu gak nyimpan apapun, kamu pasti udah serahin kamera itu ke Yuri kan? Pasti kamu punya salinan videonya kan? Sekarang, mana kamera kamu! Mana!"

"Maaf, Pak. Kameranya rusak gara-gara jatuh tadi ke lantai."

Andrew melempar kaleng ke sembarangan arah, "AKHHHH GOBLOK BANGET SIH! KALAU ORANG-ORANG TAU GIMANA? KAMU INGAT KAN PERJANJIAN KITA?"

Cahaya menunduk, "Saya gak bisa lanjutin ini, Pak. Saya merasa bersalah dengan Kia. Kia butuh keadilan, Pak. Kia itu orang baik, saya gak bisa jahatin dia kayak gini."

"Hey! Dengar baik-baik. Kalau sampai video itu tersebar, saya gak tau apa yang akan terjadi pada Ayahmu yang sakit-sakitan itu. Nyawa nya bisa saja lenyap karena kamu tau ... Saya punya uang. Saya punya kekuasaan."

***
Bersambung

Perempuan Yang Kehilangan PundaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang