Prolog

598 261 627
                                    

●○ Happy Reading ○●

***

Sore semakin beranjak naik, kicauan burung beriringan terdengar dengan gemerisik angin yang terasa lebih kencang dari biasanya. Langit mulai berwarna jingga, semakin hitam kala gemuruh berpacu cepat dengan angin diatas sana. Hujan akan turun, menutup hari yang begitu melelahkan, membawakan suasana sejuk dan hening sebagai pengantar tidur.

Namun tidak bagi mereka yang masih terjaga dengan deru nafas yang kian tercekat. Peluh membasahi seluruh tubuh mereka, sesekali terdengar suara tangis dan juga rintihan dari segerombolan manusia yang kini berjalan berjejer menyusuri sebuah lorong gelap yang tampak sudah sangat usang. Jaring laba-laba memenuhi langit-langitnya, rumput liar dan juga lumut tumbuh besar menutupi dinding-dindingnya, dan jangan lupakan dengan lantai yang mereka injak, penuh dengan kotoran kelelawar. Jelas sekali bahwa lorong tua dan gelap ini tak pernah dilewati oleh manusia. Kelihatannya.

Tap.. Tap.. Tap.. Tap.. Tap...

Suara derap langkah kaki mereka menggema diseluruh penjuru lorong tua itu, mereka berjalan tergesa bahkan sedikit berlari agar segera bisa menemukan ujung dari lorong dan keluar dari sana.

Lorong kecil itu hanya bisa memuat dua orang yang berjalan berdampingan, jumlah mereka yang banyak membuat mereka harus berjalan berjejer kebelakang, dan saling berpegangan erat dengan rekan disampingnya. Mereka berdoa sambil menangis, berharap yang mereka lalui ini hanya mimpi. Namun penampakan didepan mereka sekarang menyadarkan mereka, kalau ini semua nyata dan mereka memang berada dalam rasa sesak yang teramat parah. Mereka dalam bahaya dan nyaris mati satu per satu.

Didepan sana, pemandangan yang mereka lihat membuat langkah mereka langsung terhenti detik itu juga, bahkan kaki mereka rasanya kehilangan kekuatan untuk menopang tubuh mereka sendiri. Lorong tua ini mulai menampakkan bengisnya, dan mereka mulai merasa semakin takut dalam keputusasaan yang mendera pikiran mereka masing-masing. Tulang belulang utuh berjejer duduk bersandar pada kanan dan kiri lorong sempit itu. Mereka tidak lagi bisa berjalan berdampingan, atau mereka akan menginjak tumpukan tulang yang masih berlapis sedikit daging yang sudah membusuk parah. Mereka dengan cepat mengubah formasi dengan hanya berjalan sendiri-sendiri namun tangan mereka saling berpegangan sampai pada orang terakhir dibelakang sana.

Hawa lorong itu terasa panas dingin, bau menyengat dari mayat yang sudah menjadi tulang itu tercium sangat pekat, tak jarang mereka merasa mual bahkan rasanya ingin muntah, tapi mereka harus kuat menahan perut mereka yang terasa ingin meledak itu. Ada puluhan atau bahkan sampai ratusan jumlah tulang belulang utuh yang berjejer disana, bersandar rapi disepanjang sisa lorong itu, dan lorong gelap itu semakin keujung mulai dipenuhi dengan lalat dan juga belatung yang tampak mengkilap diminimnya cahaya yang mereka punya. Perkiraan mereka soal lorong ini tidak pernah dilewati oleh manusia benar-benar salah besar, karna pada kenyataannya manusia yang masuk kedalam lorong ini tidak pernah bisa kembali dan berakhir menjadi tulang belulang yang mengenaskan itu.

"Apa kita akan berakhir seperti mereka, Pram?" tanya Haris yang tepat berada dibelakang Pram.

"Lo bisa diem nggak? Kita nggak boleh bicara sembarangan disini, ngerti nggak sih lo?!" bentak Pram.

"Tapi gue takut Pram, gue nggak mau dibarisan paling belakang begini, nanti kalau gue diculik gimana?" keluh Haris kembali yang hanya diacuhkan oleh Pram.

Untuk sesaat ia berusaha untuk tenang, namun rasa takut terus saja mengganggunya, sebab hawa dibelakangnya terasa begitu dingin, bulu kuduknya sudah berdiri, ia merasa ada hembusan angin aneh disekitar telinganya, dan ia tak dapat menahan perasaan mencekam ini lagi.

"Hey guys! Ada yang mau tukeran tempat sama gue?" ucapnya keras sampai ke barisan paling depan.

"Heh Ris! Lo bisa diem nggak?! Yang takut disini nggak cuma lo aja ya! Jangan ganggu konsentrasi yang lain, tindakan lo itu bisa bahayain kita semua!" sahut Luci sedikit meninggikan nada suaranya.

Selesaikan atau Mati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang