Gallio Alessandro Kanaka belum pernah merasa sefrustasi ini untuk menaklukan hati seseorang. Biasanya, perempuan-peremuan selalu mau padanya karena dia tampan, kaya dan populer.
Perbedaannya justru membuat Gallio semakin tergila-gila.
Perempuan itu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Jenny terkejut sekali ketika tiba di kampus pagi itu. Belum sempat menginjakkan kaki keluar dari mobil Alex setelah parkir sempurna, Ziesya dan Ocha tiba-tiba datang, lari-lari membuka pintu mobil dan menarik tangannya dengan cepat. Bahkan dia belum sempat memakai ransel kecilnya dengan benar.
"Guys? Ada apa? Kenapa kalian narik-narik aku kayak gini?" tanya Jenny bingung, setengah protes sambil mencoba menyesuaikan langkah kaki. Namun, mereka tidak memberinya kesempatan untuk berhenti, menariknya tergesa-gesa.
Ziesya menoleh sebentar, rambutnya yang ikal berantakan tertiup angin. "Udah buruan ikut aja! Lo liat sendiri. Dari tadi lo udah ditungguin," katanya sambil sesekali tersandung kakinya sendiri, nyaris terjatuh karena terburu-buru.
"Ditungguin? Ditungguin sama siapa?" Jenny semakin bingung. Dia melirik ke arah Alex yang berjalan di belakang mereka. Terlihat dia juga bingung dengan teman-temannya itu. Menerka-nerka apa yang terjadi.
"Kamu nanya mulu, ih. Ikut aja!" seru Ocha dengan mulut setengah penuh, tangannya yang satu menarik Jenny dengan kuat, sementara tangan lainnya menggenggam erat cilor yang sepertinya lebih penting daripada apa pun yang sedang terjadi. Tetap tidak ingin makanannya terlantar.
Jenny ingin sekali berhenti dan meminta penjelasan, tapi Ziesya dan Ocha tidak memberinya kesempatan. Mereka terus membawanya, melewati kerumunan mahasiswa yang mulai berdatangan.
Pasrah sajalah, meskipun kepalanya dipenuhi pertanyaan. Siapa yang menunggunya? Kenapa Ziesya dan Ocha begitu heboh?
Begitu mereka sampai di halaman kampus, Jenny terkejut melihat begitu banyak mahasiswa berkumpul di sana. Huru-hara, suara ramai tawa, dan bisik-bisik yang entah membahas apa, terdengar berisik. Jenny menyipitkan matanya, mencoba melihat lebih jelas di tengah kerumunan itu, tapi pandangannya masih terlalu samar untuk menebak apa yang sebenarnya terjadi.
Namun, saat langkahnya semakin mendekat, sesuatu mulai terlihat jelas. Sebuah banner besar terbentang di depan kerumunan, ditempelkan di antara tiang-tiang gedung dengan tulisannya mencolok:
JEN, WILL U BE MY GIRLFRIEND?
Matanya membelalak, jantungnya berdegup kencang. Hanya ada satu nama yang langsung terlintas di benaknya, dan seketika dia sudah bisa menduga kelakuan siapa ini.
Gallio.
Tidak mungkin orang lain. Hanya dia yang bisa melakukan sesuatu sekonyol ini, apalagi di depan kampus, di depan begitu banyak orang. Jenny tercekat. Apa lagi yang ingin Gallio lakukan sekarang? Bukankah dia sudah cukup membuat Jenny bingung dengan sikap-sikapnya yang selalu tidak terduga? Setiap hari rasanya seperti menyambut kejutan-kejutan yang tidak ada habisnya dari laki-laki itu.