61 | Aku Tunggu, Ya

382 43 7
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



***

Pengunjung Monas hari itu begitu ramai, membuat Gallio kesulitan bergerak. Berkali-kali tubuhnya bertabrakan dengan orang-orang, termasuk ibu-ibu yang tak tergoyahkan—ras paling kuat di muka bumi, pikirnya dalam hati. Setiap kali itu terjadi, dia hanya bisa minta maaf sambil terus melaju, meski di dalam pikirannya, dia udah mengomel-ngomel.

Matanya terus bergerak, memindai setiap sudut area. "Gimana gue bisa nemuin Jenny di kerumunan kayak gini?" gumamnya, frustrasi. Apa bisa nememuin tubuh Jenny yang mungil,  hilang di antara lautan orang? Antrian panjang di loket tiket untuk masuk ke dalam Monas menambah kebingungannya. Haruskah dia mengantri juga? Tapi, di petunjuk Jenny tidak ada tanda-tanda kalau dia harus masuk ke dalam monumen itu. Gallio mulai bingung.

Saat dia tampak hilang arah, seorang petugas yang berjaga di dekat gerbang pintu masuk tiba-tiba menghampirinya, menepuk bahunya. Refleks, Gallio berbalik dengan penuh harap.

"Jenny?" tanyanya dengan sumringah, tapi harapannya runtuh seketika saat dia mendapati seorang bapak berkumis tebal berdiri di depannya, bukan Jenny. Dia sedikit kecewa.

"Bukan, Mas," jawab pria itu dengan senyum ramah. "Saya lihat dari tadi Mas mondar-mandir, nyari siapa?"

"Sata lagi nyari orang, Pak. Namanya Jenny," jawab Gallio. "Dia kasih saya petunjuk, tapi saya masih bingung di mana nyarinya."

Pria itu mengangguk, matanya sedikit menyipit seolah menimbang sesuatu. "Oh, sampean yang namanya Gallio, ya?"

Gallio terkejut. "Iya, Pak. Kok Bapak tau?"

"Mari saya antarkan," jawab pria itu tanpa menjelaskan apa-apa, membuat Gallio makin penasaran. Namun, dia tidak banyak bertanya lagi dan hanya mengikuti langkah pria itu. Mereka melewati kerumunan, menyelinap di antara orang-orang yang sibuk dengan kegiatan masing-masing, hingga akhirnya tiba di sebuah pintu kecil yang menuju terowongan.

Sesampainya di dalam, pandangan Gallio langsung tertuju pada sosok di ujung terowongan. Itu Jenny—pakaian kasual, rambut tergerai, dan meskipun hanya melihat punggungnya, Gallio merasa lega. "Makasih, Pak," ucapnya sambil tersenyum.

Tanpa berpikir dua kali, dia langsung berlari ke arah perempuan itu dengan penuh antusias. Begitu sampai di dekatnya, Gallio spontan memeluknya dari belakang, menumpahkan seluruh kegembiraannya.

Namun, saat tubuh perempuan itu menegang dan teriakan melengking terdengar, Gallio langsung tersadar ada yang salah.

"Ehhhhh?!" teriak perempuan itu, mendorong tubuh Gallio menjauh dengan panik.

Gallio langsung melepaskan pelukannya, terkejut luar biasa saat menyadari bahwa perempuan itu bukan Jenny. "Mbak.. Mbak.. Maaf banget! Saya kira Mbak itu temen saya. Aduh, maaf!" ucapnya buru-buru, wajahnya merah padam karena malu.

Perempuan itu mengerutkan kening, namun akhirnya tersenyum kecil. "Kamu Gallio, kan?"

"Iya, Mbak," jawab Gallio bingung.

JENNY PRISKILLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang