Dan disinilah Eunwoo sekarang. Di depan ruangan hitam bertuliskan 'direktur utama'. Berkali-kali Ia menghembuskan nafas kesal sepanjang jalan menuju ruangan tersebut, bukan karena takut, tapi, Ia kali ini harus merendahkan egonya untuk kenyamanannya juga.
Di dalam ruangan itu terdapat seorang laki-laki hampir setengah abad duduk dengan tegap, menanti kabar yang baru saja Ia dapat dari sekretarisnya.
Dan, disinilah mereka, sedang beradu mata sejak setengah menit yang lalu. Tak ada yang membuka suara terlebih dahulu, kedua laki-laki itu sama-sama tinggi egonya.
Eunwoo menghela napas kesal sambil mengacak rambutnya dan mengeluarkan IPAD-nya lalu memberikan kepada papahnya.
"Ada seseorang yang ingin menyakiti Jisoo." Katanya sambil bersandar di kursinya.
Tuan Cha hanya mengangkat alisnya saat melihat mobil dan plat yang ada di layar tersebut.
"Aku mau papah cari tahu siapa pemilik mobil itu. Jika tidak ingin aku segera bertindak lebih jauh kepada seorang yang memungkinkan untuk melakukan hal itu." Eunwoo beranjak dari kursinya, sebelum Ia benar-benar hilang di balik pintu itu, Ia berbalik sebentar dan berkata, "Sepertinya teror sudah dimulai," Kedua mata itu beradu sangat tajam, "Kembali." Tekan Eunwoo sambil menutup pintu coklat megah itu.
***
Kedua mata sayu itu sudah bangun sejak pagi tadi, walaupun masih sangat lemah tetapi Jisoo berusaha untuk tersenyum menyapa teman-temannya yang senantiasa menemaninya.
Saat ini Sejeong, Jennie, dan semua anggota The Red Demons sedang berkumpul di ruangan VVIP rumah sakit tersebut. Jisoo sedikit senang melihat semuanya nampak baik-baik saja.
"Jisoo, lo butuh apa? Ada yang sakit?" Tanya Jennie.
Jisoo hanya tersenyum, pasalnya sejak Ia membuka hampir satu jam sekali sahabatnya itu menanyakan pertanyaan yang sama.
"Enggak kok," Jawabnya sambil tersenyum.
Jennie menatap sahabatnya dengan perasaan sedih, "Kalo gue ketemu sama orang itu, gue langsung kebiri di tempat biar tahu rasa dia!" Kata Jennie sambil memegang lengan Jisoo.
Jisoo hanya tersenyum. Sebenarnya, tiap kali Ia bergerak atau tersenyum lebar ada beberapa bagian tubuhnya yang masih terasa sakit. Tapi, Ia tahan agar sahabatnya itu tidak panik dan membicarakan hal yang tidak-tidak.
"Lo kalo ada apa-apa juga bilang gue, ya. Kita temen 'kan sekarang?" Tanya Sejeong yang berada di sebelah kirinya.
Jisoo tersenyum senang, "Terima kasih."
Sepanjang gadis itu berinteraksi dengan teman-teman, diam-diam ada sepasang mata yang memantaunya. Laki-laki itu benar-benar jatuh dalam pikirannya sendiri.
"Kepikiran 'kan lo?" Tebak Carlton sambil menenggak sodanya.
Eunwoo menatap kesal sahabatnya.
"Iya, lo tuh gue liat-liat tsundere keknya ya." Timpal David yang semakin membuat Eunwoo melayangkan bantal kepadaanya.
"Ya, gue sih ngikut lo aja. Tapi, saran gue, gak salah juga kok lo kalo mau buka hati buat Jisoo. Dia keknya peduli juga sana lo, 'kan?" Carlton menatap Eunwoo penuh yakin. Reputasi siapa yang tidak Ia ketahui di sekolahnya?
"Diem deh lo. Hari ini lo banyak ngomong." Kata Eunwoo sambil membuka IPAD-nya dan mengerjakan laporan perusahaannya.
***
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Jisoo mengerjapkan matanya perlahan. Brankar rumah sakit adalah hal yang paling Ia benci di dunia ini karena rasanya tidak enak. Saat Ia menoleh ke arah kirinya, dilihatnya seseorang yang tertidur di sofa hitam itu.
Jisoo mengerutkan alisnya. Tidak mungkin hantu kan? Matanya mulai fokus menatap laki-laki berselimut putih itu.
"Eunwoo?" Bisiknya pelan.
Benar. Laki-laki itu adalah Eunwoo. Ia memutuskan untuk tinggal di rumah sakit sebagai imbalan jika papahnya ingin membantu mencari tahu seseorang itu.
Jisoo mengangkat alisnya, tidak peduli. Ia bangun dari posisi tidurnya dan menekuk lututnya, memandang keluar jendela yang persis di sebelahnya.
"Hari ini bulan purnama, ya," Katanya sambil memeluk lututnya, "Purnama pertama." Lanjutnya dengan sedikit senyum tipis diujung bibirnya.
Ia benci keadaan ini sekarang. Ketika semuanya harus serba terbatas. Ia tidak bisa lagi mengekspresikan dirinya dengan kukungan alat rumah sakit ini.
Mata sayu itu terus menatap langit sembari tersenyum kecil, seolah langit itu membalas senyumannya.
"Kenapa gak tidur lo?"
Suara besar itu mengagetkan dirinya. Ia segera berpaling ke arah sumber suara.
"Eunwoo? Kamu bangun?" Tanyanya linglung.
"Kenapa lo gak tidur? Lo ga mau cepet sembuh apa? Mau nyusahin gue terus?" Cerca Eunwoo sembari melipat tangannya.
Jisoo tercekat. Sungguh, jika Ia bisa memilih, Ia juga tidak ingin hal ini terjadi.
"A-aku gak bisa tidur. Maaf, ya, kalo ganggu kamu," katanya meremas selimutnya, matanya kian memanas.
Entah mengapa Ia meminta maaf kepada Eunwoo, padahal Ia juga tak berbicara apa-apa. Tapi, nada suara itu selalu berhasil membuat Jisoo takut.
"Ck!" Eunwoo hanya berdecak kesal.
Air mata Jisoo sudah tak dapat lagi Ia bendung. Mata cantiknya kini mengeluarkan air. Jisoo mengusap air matanya perlahan dengan isakan yang Eunwoo pasti dengar.
"Stop... berhenti..." Kata Jisoo lirih kepada dirinya sendiri, meminta agar matanya berhenti memberinya tangisan. Hatinya kini juga sakit, padahal apa yang dikatakan Eunwoo ada benarnya juga. Ia menyusahkan.
***
Setelah pertengkaran kecil itu, keduanya kembali tidur. Tetapi, mata Jisoo yang memang sudah tidak ingin tidur benar-benar tidak dapat Ia rapatkan kembali. Perlahan Ia turun dari kasurnya. Badannya sudah cukup membaik, sepertinya aku akan pulang besok, batinnya.
Ia berjalan pelan menuju living room kecil kamarnya. Ia benar-benar heran, 2 hari rawat inal saja Ia dipesankan kamar semegah ini. Ia duduk di sofa itu dan mulai menyalakan TV. Sebenarnya tidak ada tayangan yang menarik tetapi Ia tetap menonton tayangan yang memutar tentang hal-hal traveling.
Ah, benar. Gadis itu ingin sekali pergi jalan-jalan. Tapi, Ia tidak yakin akan kemampuan badannya yang pasti akan sangat menguras tenaganya. Perlahan rasa kantuk itu menyerang dirinya. Dengan perlahan, kedua mata cantik itu menutup.
Di sisi ruangan lain, Eunwoo terbangunkan oleh notifikasi grupnya. Ia membaca sekilas lalu kembali mematikan hpnya. Saat ingin kembali tidur, Ia merasa ada sebuah objek yang hilang. Ia menajamkan matanya menatap lurus ke arah brankar yang sudah kosong.
"Kemana sih dia?" Katanya sambil berdiri. Samar-samar Ia mendengar suara TV yang menyala. Eunwoo berjalan menuju ruangan itu dan menemukan Jisoo yang tertidur dengan selang infusnya di sofa.
Decakkan kecil itu tak luput Ia hadirkan. Eunwoo berjalan menuju arahnya, mencari remot TV berniat imgin mematikannya.
Dan disinilah kebimbangannya. Apa yang harus Ia lakukan kepada Jisoo? Apakah Ia harus membiarkan gadis itu disini?
Dengan perlahan Eunwoo mengangkat tubuh Jisoo sekaligus mendorong infusnya menggunakan lengannya perlahan. Benar-benar situasi ini berlangsung sangat lama bagi Eunwoo. Bagaimana tidak? Ia harus mendorong pelan tiang infus itu agar tidak tercabut dari tangan Jisoo dan membawa fakta bahwa Ia akan semakin lama 'berpelukan' dengan gadis yang menyanding status sebagai istrinya itu.
Saat ingin menaruh tubuh itu kembali ke brankar, tanpa disengaja wajah Eunwoo menempel tipis ke arah bagian kiri sisi kepala Jisoo, atau lebih tepatnya bibirnya menyentuh pipi Jisoo. Tipis. Eunwoo masih berada di posisinya saat merasakan kulit itu.
Ia kembali membaringkan Jisoo, berharap gadis itu tidak membuka mata. Saat ingin melepaskan tangannya, mata Eunwoo yang dekat dengab wajah Jisoo sedikit merekah
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere in the haze (Jisoo × Cha Eun Woo)
RomanceBenci jadi cinta? Cinta datang karena terbiasa? Ya, mungkin kedua hal itu yang mampu mendeskripsikan pernikahan Kim Jisoo dan Cha Eun Woo. Dimulai karena hutang budi keluarga Kim terhadap keluarga Cha yang menjadikan Kim Jisoo harus melaksanakan p...