Bab 7

189 18 0
                                    

Narnia. Negeri subur nan indah dengan hutan membentang luas, makhluk magis yang berkeliaran dengan bahagia, hewan berbicara yang tampak seperti sihir.

Narnia adalah negara yang kaya akan alam, rakyat yang saling setia dan penguasa yang luar biasa. Negeri yang diciptakan Aslan seribu tahun lalu. Meski sempat terlibat perang dengan penyihir putih dan mampu menewaskan lebih dari ribuan pasukan pemberani dari bangsa manapun, tapi kini Negeri ini bangkit dengan penuh jaya setelah Raja Peter dan saudara-saudaranya menghabisi penyihir putih itu.

Peter di Narnia sudah seperti Aslan bagi para rakyatnya. Makhluk agung yang sekali dia bicara, tak boleh ada satupun yang membantah. Bahkan ketiga saudaranya tak boleh diperlakukan sembarangan. Ada tata Krama bahkan meski itu hanya dengan menatap mereka.

Peter, Susan, Edmund, juga Lucy. Semenjak menjadi Raja dan Ratu Narnia, tidak seorangpun yang berani meminta mereka melakukan sesuatu.

Tapi manusia di depan Edmund sekarang ini memintanya untuk memperkenalkan diri padahal sudah tahu kalau dirinya adalah Raja. Ini sih sudah seperti penghinaan terhadap Narnia. Remaja lima belas tahun itu menggemertakkan giginya. Dia tidak bisa mengatakan apapun karena Susan telah lebih dulu memintanya diam.

"Kau tadi bilang putri Zen. Apakah aku mengenal Zen ini?" Susan membuka percakapan.

Tiga manusia itu tengah berjalan, hendak keluar dari mulut gua dibantu dengan obor yang dibawa oleh Edmund. Sahara tak menoleh. Dia melangkah dengan percaya diri meski Edmund dan cahaya obornya ada di belakang.

"Tidak tahu apa kau kenal atau tidak. Tapi yang jelas, ayahku adalah penguasa setengah dari WildArea." Dia menjawab dengan tenang, tanpa ada nada menyombongkan diri. Seolah-olah posisi milik ayahnya hanyalah makhluk biasa.

Susan spontan menoleh pada adiknya. Bak tengah bertelepati, Edmund mengangguk seolah mengerti. Keduanya mengikuti Sahara tanpa bertanya apa-apa lagi setelahnya. Mungkin saja Susan meminta Edmund untuk percaya saja. Entahlah, Sahara tak mau peduli. Toh, tugasnya adalah membawa dua manusia ini keluar dari tempat ini dengan aman.

Ketiganya akhirnya berhenti di depan celah gua yang ditutupi sulur-sulur dan tanaman merambat. Sahara yang berada di depan memilih untuk merangkak melewati tanaman itu. Susan dan Edmund hanya mengikut di belakang.

Cahaya silau dari matahari terik diluar sana membuat ketiganya menutup mata sejenak, berusaha membiasakan silau yang agak menyengat mata. Suara berisik semak-semak membuat Sahara mengernyit.

Kala ia membuka mata, gua telah dikepung oleh beberapa hewan buas berbicara yang menunjukkan taring dan draiad yang mengacungkan tongkat dengan ujung runcing padanya. Zen, sang ayah berdiri dengan angkuh di depan sana.

"Aku tak pernah meminta putriku membawa manusia kesini. Atas dasar apa kau membiarkan manusia berdiri di belakangmu, Sahara?" Dia menggeram. Matanya memicing tajam, terlihat sangat dengan taring runcingnya.

Sahara berlutut dengan satu kaki, menunduk menghadap Zen. "Mereka Raja dan Ratu Narnia, ayah."

Dengusan napas emosi terdengar dari kebanyakan makhluk yang hadir disana. Terlihat jelas mereka menahan diri untuk tidak memangsa dua manusia di belakang Sahara.

Zen menggelengkan kepala. Dia masih tetap terlihat emosi. Seolah satu kata yang salah dikeluarkan oleh Sahara, dia akan langsung mencakar semua yang ada di depannya. "Aku masih tidak mendengar alasannya."

Susan hendak maju dan bicara. Tapi langkahnya terhenti kala mendengar suara geraman dari Zen.

"Siapa yang menyuruhmu bergerak, manusia? Aku sedang bicara dengan putriku!" Matanya kini menatap Susan. Dia terlihat benar-benar marah sekarang.

Became An Extra CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang