Bab 25

110 14 0
                                    

"Permisi, kalau butuh ruang khusus, tidak bisakah kalian menunggu sampai kita kembali ke Cair Paravel? Maksudku, untuk melanjutkan itu." Lucy berdehem. Dia senyum malu-malu dengan pipi yang memerah. Gadis itu sudah melepas tangannya dari mata Edmund.

Sahara mengintip dari balik bahu Ash. Menatap sikap Lucy dan yang lainnya tampak aneh. Dia menepuk punggung Ash sekali. "Ash, kurasa mereka salah paham akan sesuatu."

Ash justru makin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Sahara. Seolah tidak peduli dengan hal itu. Yang ingin dia lakukan sekarang hanyalah mengirup aroma tubuh Sahara dan memeluknya dengan erat.

Sahara tidak tahu apa yang terjadi dengan Ash selama mereka berpisah. Akan tetapi, melihat sikapnya sekarang sepertinya terjadi sesuatu yang berat untuk Ash. Meski begitu, dia tidak nyaman dengan ekspresi Lucy yang seperti itu.

Sahara menepuk kembali punggung Ash, memintanya melepaskan pelukan. "Ash, jika kamu ingin bercerita, aku akan mendengarkan. Tapi sebelum itu, lepaskan ini dulu. Mereka menatap kita dengan aneh."

Ash dengan tidak rela melepas pelukannya. Dia menatap Sahara dengan wajah muram. Seperti anak kucing saja. Sahara dengan lembut menyibak poninya yang hampir menusuk mata. "Lama tidak bertemu, kenapa kamu jadi begini?"

Ash tak banyak bicara. Dia menaruh dagunya di kepala Sahara. Sebenarnya kepalanya sedang penuh dengan cara memberi tahu tentang retakan dimensi itu. Akan tetapi, setiap kali dia memikirkan satu kalimat, dia tidak bisa melanjutkan untuk memikirkan hal lainnya.

"Omong-omong, kenapa para kesatria tidak datang kesini?" Susan berusaha mengubah topik. Dia mengedarkan pandangan ke arah lain, tidak berminat melihat bagaimana sikap manja Ash pada Sahara, maupun Sahara yang menyambut sikap manja lelaki itu.

"Benar juga." Edmund beranjak. "Ini terlalu hening. Bahkan para draiad tidak ada di manapun."

Hutan begitu sepi. Biasanya draiad akan berlarian kesana-kemari. Akan tetapi kali ini terlalu hening. Jangkrik pun tak ada.

"Kurasa tidak ada cara lain. Kita harus kembali ke Cair Paravel." Peter ikut beranjak. Dia menaruh dua jarinya di mulut, bersiul dengan keras untuk memanggil Almond.

Tak begitu lama, terdengar suara tapak kuda dengan samar, berangsur-angsur mendekat. Selain Almond yang kembali, kuda Edmund, Susan maupun Lucy juga berlari mendekati mereka. Almond yang paling pertama tiba. Dia meringkik dengan tidak sabar.

"Yang Mulia. Yang Mulia. Aku punya berita." Kuda emas itu menapakkan kakinya berulang kali dengan resah.

"Katakan Almond." Peter memerintah dengan tenang. Baik Susan maupun Lucy sudah berdiri. Mereka menunggu kabar dari Almond.

"Aku melihat sebuah tenda yang dipasang di perbatasan Ettinsmore. Ada banyak draiad yang di ikat disana. Mungkin Dewi Angin juga ada disana!" Almond akhirnya mengatakannya. Meski begitu, dia masih bergerak gelisah.

Para Pevensie saling bertatapan. Ini jelas masalah besar. Para draiad dan dewi angin ditahan oleh musuh yang tidak diketahui. Peter dengan lembut membelai leher Almond. "Almond, apa kau menghitung berapa banyak mereka?"

Almond menggeleng cepat. "Tidak. Aku terlalu panik karena melihat banyaknya draiad yang ditahan. Bagaimana ini, Yang Mulia?"

Sahara yang mendengar jadi mengernyit. Apa dalam novel ada kejadian seperti ini? Mungkin tidak. Mungkin juga iya. Pasalnya novel Narnia tidak menjelaskan seluruh kejadian yang ada selama para Pevensie hidup. Meski begitu, Sahara yakin para Pevensie bisa melaluinya dengan baik. Mereka tokoh utama. Punya plot baja, jadi tidak mungkin akan mati.

Selagi para Pevensie berbicara, Sahara menarik Ash mendekat. "Ash, apa ada petunjuk tentang retakan dimensi?" Bisiknya di telinga Ash.

Lelaki itu menutup mata sambil menikmati rasa gelitik di telinganya. "Ada. Tapi kita tidak bisa asal membicarakannya disini. Bagaimana jika ada yang dengar?" Lengan lelaki itu tanpa sadar merangkul di pinggang Sahara.

Became An Extra CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang