Faldhita #19

867 110 43
                                    

Faldhita menatap datar ke punggung Abey. Gadis itu berusaha membuat jarak sejauh yang dibisa di atas jok sempit motor tua kesayangan Abey. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Wajahnya dingin.

"Masih kesal, Cil?" Abey berusaha bertanya dengan suara agak keras demi terdengar oleh Fal, yang hanya diam. "Masih ngambek ternyata," gumamnya seraya tersenyum. "Lo cemburu sama gue?"

Fal masih memasang aksi bisu namun kedua matanya menatap tajam punggung tegap Abey, yang terus mengoceh agar dirinya mau buka suara. "Berisik, Ardan Benyamin! Jadi cowok kok cerewet banget! Ganti posisi deh mending lo sama Vido!!! Lebih pantas lo yang jadi istri!!!"

Abey melirik tajam ke arah Fal lewat spion motornya. "Mulut lo ya, Faldhita Raditya!!! Jangan sampai lo ngomong begitu depan Ayang gue!!! Awas lo, ya!!!"

Fal melebarkan kedua matanya. Menatap punggung Abey. Menantang. "Apa? Takut lo kalau Vido tiba-tiba minta ganti posisi!?"

"Iyalah, bangsat! Masa iya seorang Ardan Benyamin jadi sub sih. Mana ada sejarahnya. Kayak lo mau saja kalau jadi subnya si Maria." Abey jelas kesal dengan ide gila sahabatnya itu. Bergidik ngeri membayangkan pertukaran posisi antara dirinya dan Vido.

Fal mencibir. "Kenapa enggak!? Memangnya ada kewajiban kalau sub itu harus lebih lemah secara fisik dari dom? Lebih lembut? Lebih kalem? Gue sih oke-oke saja kalau Maria mau jadi dom."

Abey ternganga. Tak percaya. Pemuda itu menghentikan motornya dan sedikit memutar kepalanya. "Bentar-bentar ini gue enggak salah dengar, kan!? Ini artinya lo memang mulai ada rasa ke Maria?"

Fal mengerutkan dahi. Gadis itu turun dari boncengan dan melepas helm. "Lo ngomong apa sih? Gue kan, cuma ngasih pengandaian. Gue cuma jawab omongan lo. Enggak usah mikir kejauhan deh. Mana ada gue suka sama Maria. Jelas-jelas gue masih trauma jatuh cinta."

Abey berdecih. "Sangkal saja terus padahal tadi di kantin sudah jelas-jelas lo cemburu. Nanti giliran Maria digaet orang lain saja, nangis kejer lo."

Fal menatap datar ke arah Abey. Tangan kanannya terangkat dan dengan sengaja menghantam kepala sahabatnya itu dengan helm. "Berisik lo!!! Minta gue benaran ngide ganti posisi ke Vido, ya!? Nih helm lo. Makasih sudah antar gue pulang, Nyonya Vido," diletakkannya helm di atas jok dan mulai berjalan menuju gerbang rumahnya.

"Heh, enggak usah aneh-aneh lo, Fal. Awas saja kalau bini gue sampai ngerengek minta ganti posisi."

Fal membuka maskernya dan menjulurkan lidahnya saat tiba di pagar rumah. "Siap-siap saja lo. Gue yakin Vido bakal setuju sama ide gue. Bye, Nyonya Vido. Gue masuk dulu. Lo buruan balik. Mandi. Dandan yang cakep biar Tuan Vido makin jatuh cinta sama lo."

"Fal monyet!!! Benar-benar lo, ya!!!" maki Abey seraya menghidupkan kembali mesin motornya dan berlalu dari depan rumah Putri Kecilnya.

...

Fal duduk tenang di sofa. Pandangannya tertuju ke arah televisi. Setoples keripik kentang berada dalam pelukannya.

"Mama senang lihat kamu yang sekarang, Fal."

Fal menolehkan wajahnya ke arah sang Mamah. Menatap dengan tatapan bingung. Kepalanya sedikit miring ke kanan. Diam menungguk kelanjutan ucapan Mamanya.

"Kamu lebih sering senyum sekarang. Lebih sering tertawa. Apalagi kalau Maria lagi main ke sini. Wajah kamu kelihatan banget loh lagi bahagia."

Dahi Fal berkerut. Sejelas itukah? Apa benar Maria berpengaruh besar? Gadis itu tersenyum. "Biasa saja kok, Mam. Itu karena Mama terlalu lama lihat Fal yang dingin."

Tangan Amira terulur dan mengusap lembut surai hitam putrinya. "Terus seperti ini, ya. Sudah waktunya kamu mulai menyembuhkan luka kamu, Sayang. Mama tidak minta kamu kembali jadi Faldhita yang dulu, tapi setidaknya, kamu mulai menerima kehadiran orang lain untuk jadi temanmu selain Abey tentunya."

Fal meletakkan toples keripik kentang di atas meja dan menghambur ke pelukan Amira. "Ma, kalau Fal mulai buka hati untuk jatuh cinta, boleh enggak?" tanyanya dengan nada merajuk manja.

Amira tersenyum. Masih membelai lembut surai Fal. "Boleh. Asal cinta itu tidak membuatmu kembali mengasingkan diri dari kehidupan. Tapi, kamu harus hati-hati, ya. Tidak semua yang terlihat mencintai kita itu benar-benar mencintai."

Fal mengangguk dan mengeratkan pelukannya. Jadi, gue tetap harus waspada dengan lo, Aryani Maria. Gue enggak mau terlena dan berakhir dengan kecewa. Gue mulai lelah dengan pengasingan diri.

...

"Hai ...."

Maria, yang tengah duduk santai menunggu kelas dimulai, menolehkan kepala. Tersenyum tipis ke arah seorang pemuda. "Iya. Kenapa? Ada yang bisa saya bantu?"

Pemuda itu menarik kursi untuk duduk lebih dekat dengan Maria. "Lo Maria, kan?" Sebuah anggukan menjadi jawaban. Pemuda itu tersenyum. "Gue Gio. Kita sering sekelas sebenarnya. Gue tertarik dengan lo. Mau jadi teman lo. Boleh?"

Maria tertegun. Menatap tak percaya sosok tampan di hadapannya. Enggak salah nih? Ini orang enggak lagi kesurupan, kan!?. Pandangan Maria menajam. "Kamu enggak salah orang kan, Yo?"

Gio mengerutkan dahi. Menggelengkan kepala. "Enggak. Memangnya kenapa? Salah ya, kalau gue mau berteman dengan lo? Atau lo keberatan? Ada yang marah kalau gue berteman dengan lo? Pacar lo misalnya."

Maria tersenyum tipis. Sesosok manusia melintas dalam benaknya mendengar ucapan Gio. Ah, dia enggak mungkin marahlah. Kan, dia bukan siapa-siapaku. Masih menatap Gio, gadis itu menganggukkan kepala. "Ya, kalau sekadar berteman sih boleh. Kan, kita semua di sini teman."

Gio tersenyum. Mengangguk kecil. "Oke. Lain kali kita ngobrol lagi. Oh ya, lo mau gue panggil apa? Aryani, Yani, atau Maria?"

"Cukup panggil aku Maria. Aku lebih nyaman dengan nama itu."

Gio kembali tersenyum. Mengangguk kecil. "Oke. Gimana kalau gue manggil lo Peri Kecil?"

Maria kembali tertegun. Menatap bingung ke arah Gio. "Peri Kecil? Aku enggak punya sayap. Enggak bisa terbang juga."

Gio terkekeh. "Karena lo pantas dengan panggilan itu. Lo anak baik, lembut seperti Peri Kecil."

Maria mengangguk. Sedikit tersipu dengan penjelasan. "Ah ... Gio bisa saja."

Gio kembali tersenyum. Sosok Maria memang membuatnya candu untuk tersenyum. "Oke deh. Salam kenal dari gue, Peri Kecil. Terima kasih sudah mau menerima pertemanan gue." Pemuda itu bangkit dan mengembalikan kursi ke tempatnya. Berlalu dari hadapan Maria menuju barisan depan kelas.

"Siapa?"

Maria menoleh saat mendengar suara dengan nada dingin bertanya. Tersenyum. "Fal sudah datang?" ujarnya antusias saat melihat sosok Fal, yang tengah meletakkan tasnya di meja.

Fal mengangguk kecil. "Tadi siapa?"

Maria sedikit cemberut mendengar nada dingin Fal. Nada yang menandakan gadis itu sedang dalam suasana hati yang tak baik. "Dia Gio. Teman sekelas kita. Dia cuma mau kenalan kok," jelasnya seraya menundukkan kepala.

Fal mendengus. Entahlah. Emosinya terpancing melihat sosok pemuda itu. Apalagi saat pemuda itu tampak berusaha menarik perhatian Maria. Sepasang mata tajam Fal menatap datar ke arah Maria, yang masih menunduk. "Gue benar-benar harus waspada dengan lo, Aryani Maria," ujarnya dengan nada dingin (lagi). Setengah bergumam namun masih terdengar oleh gadis di hadapannya.

Maria mengangkat wajah. Menatap Fal. Ingin bicara namun tak ada sepatah kata pun yang terlontar. Tatapan datar itu menjadi peringatan untuknya agar tak memperpanjang perbincangan. Fal kenapa lagi sih? Apa karena Gio mau kenalan, ya?

...

Faldhita (GxG Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang