INZ - 3

16.5K 1K 21
                                    

Andrew bercerita banyak hal tentang kebiasaan Adeline di sekolah mau pun di rumah. Adeline sangat bersyukur dengan adanya Andrew karena akhirnya dia dapat terbantu. Bagaimana pun dunia tempatnya singgah ini asing, jadi Adeline harus berhati-hati karena dia tak tau apa saja yang berada di depannya nanti.

"Parah lo sih nempel banget sama gue. Gini-gini gue ini tipe pacar idaman lo!"

"Mana ada," balas Vion yang sedari tadi muak dengan ocehan Andrew yang tak berkesudahan.

"Sirik lo karena bukan tipe Adeline!" Haidar sebagai penyimak hanya dapat geleng-geleng kepala. Hal seperti ini sudah sangat sering dia lihat sebelumnya.

"Emang dulu aku banyak temen, ya?" Bukan tanpa alasan Adeline bertanya tentang hal itu.

Dia tau siapa saja yang dekat dengan Adeline atau bahkan membenci Adeline. Namun, bukan berarti mustahil jika semua alurnya berubah. Karena dirinya sekarang adalah Adeline.

"Banyak," balas Andrew. Namun, Adeline melihat keraguan dari ucapan pemuda itu.

"Enggak perlu banyak temen, lagian lo ada kami." Adeline beralih pada Vion yang berkata tetapi masih menampilkan wajah datarnya.

Dari sini Adeline pun sudah mengetahuinya. Jika dia tak memiliki banyak teman, bahkan dia sebenarnya sudah tau lebih dulu.

"Lo banyak temen, kok." Kali ini Haidar yang berucap. Dia tersenyum lembut seolah menenangkan Adeline.

"Temenkan emang banyak, kalau sahabat enggak perlu banyak-banyak. Adeline kan baik, jadi pasti banyak temennya." Adeline tersenyum tipis mendengar jawaban Haidar yang menenangkan.

Di sini dia merasa lebih beruntung. Mungkin banyak oranng yang hanya berpura-pura menyukainya. Namun, Adeline merasa itu lebih baik dari pada dibenci secara terang-terangan.

"Kenapa?" Haidara mengelus kepala Adeline lembut saat menyadari tatapan sendu dari mata Adeline.

"Aku cuma lagi seneng." Haidar terkekeh mendengar jawaban gadis mungil di depannya.

"Aku enggak butuh banyak teman, asal kalian selalu nemenin aku." Tatapan mata Haidar menyendu, dia menatap Andrew dan Vion bergantian lalu mengangguk.

"Ya, kami semua selalu ada buat kamu." Adeline tersenyum lebar. Tanpa aba-aba memeluk Haidar dari samping.

Haidar yang awalnya terkejut akhirnya membalas pelukan Adeline tak kalah eratnya.

"Ehem!" Adeline tersentak kaget. Memundurkan tubuhnya lalu tersenyum malu.

"Yuk pulang!" Vion langsung bangkit tanpa menoleh pada Adeline. Adeline melihat itu menatap sebal ke arah Vion. Sepertinya Vion memang tidak menyukainya.

"Kami pulang, ya?" Adeline mengangguk.

"Bye!" Andrew dan Haidar menyusul Vion. Meninggalkan Adeline sendirian di ruang keluarga.

"Andai Kak Zafia dan Raffael begitu?" Bolehkan Adeline berandai-andai pada kehidupannya yang dulu telah selesai.

Dia memimpikan banyak hal sejak dulu. Termasuk kedua kakak yang menyayanginya, namun ternyata semua tidak berjalan mulus. Namun, bisakah dia mengharapkan sepupu-sepupu Adeline. Bukankah itu tampak serakah?

***

Ternyata tidak berhenti di situ saja. Andrew ternyata datang kembali pagi-pagi dengan tas besar digendongannya. Rambut pemuda itu tampak acak-acakan, bahkan penampilannya membuat Adeline geleng-geleng kepala.

"Ngapain sih pagi-pagi?" Adeline mengomel. Tentu saja, bagaimana tidak dia berniat kembali tidur tetapi Andrew menggedor pintu rumah hingga Adeline tidak bisa tidur.

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang