Mala namanya, lembut tutur katanya, manis senyumnya, kerja kegiatannya.
Mala tak pernah menyukai keramaian, ia suka sunyi berselimut redup. Mala pun tak pernah terlibat hubungan asmara pada satupun umat manusia, entah ia yang tak mengerti rasa, atau memang alam semesta tak berkenan ia masuk asmaraloka?
Meskipun jenuh pada kegiatan yang selalu ia lakukan tiap harinya, tapi Mala bisa apa? Ia hanya seorang gadis yang tak boleh menyambung sekolah karena terkendala biaya.
Tak ada kehidupan seindah pada drama, dimana orang-orang akan dengan mudahnya mendapat uluran tangan. Tak, tak begitu kenyataannya.
"Selamat pagi mbak, roti seperti biasa ya," pinta salah satu orang pelanggan yang berada di depannya kini.
"Yang seperti apa ya mbak? Ada banyak yang sering datang kesini, saya gak ingat selera rasa mbak," tutur Mala dengan begitu lembutnya.
Gadis di depannya itu tersenyum kemudian melirik pada temannya yang hanya berdiam diri memandang banyaknya roti-roti yang di letakkan pada etalase kaca.
Kemudian satu gerakan tangan lincah ia berikan pada temannya itu, maka sang gadis yang berada di sampingnya pun membalas dengan pergerakan tangan yang juga kini mengudara.
Mala terdiam, sepertinya ia perlahan mengerti keadaan.
"Roti rasa mocca ya mbak, yang ini," tunjukknya.
Mala mengangguk, kemudian mulai berjongkok mengambil apa yang diinginkan oleh kedua pelanggannya.
Setelah beberapa waktu, selembar uang kertas pelanggan itu berikan pada Mala. Mala pun dengan senyum khasnya mulai menghitung kemudian mengembalikan kembalian untuk kedua hawa yang berada di depannya.
Satu rangkulan gadis itu berikan pada temannya, kemudian menuntun kembali pada pintu dimana mereka memasuki tempat ini. Mala tersenyum kecil, biar jenuh selalu ada yang berhasil menghibur.
• • •
Benar apa yang terdeskripsi diatas, Mala benar-benar menyukai suasana sunyi. Buktinya, saat ini ia begitu tenang berjalan dibawa redupnya penerangan dari sang surya.
Ia menghidupkan lampu temaram rumahnya, tak ada rasa hidup pada bangunan yang seharusnya menjadi tempat sebuah keluarga bernaung.
Lelah saja tak cukup untuk menggambarkan bagaimana diri seorang Mala sedari dulu sampai saat ini.
Satu isakan berhasil lolos.
Hidup ia begitu terasa seperti sebuah lakuna, tak ada bahagia yang ingin hinggap barang sesaat.
Gegap gempita berasal dari luar sana berhasil menyita atensi gadis itu, ia menoleh pada jendela, kemudian menyibak sebuah gorden lusuh pudar warna itu.
Binar-binar gemerlapan tampak tertangkap netranya, putaran bianglala berhasil membuat Mala tercubit hatinya. Ia merindu, pada sosok yang tak boleh lagi tersentuh.
Masih terkenang melalui lanskap kamera waktu, ia pernah menaiki itu bersama laki-laki yang katanya adalah cinta pertama. Namun semua bahagia sirna berganti nestapa, kemanakah sosok yang telah menjadi cinta pertamanya itu kini berada? Terlalu larut menjadi pengelana waktu, hingga tak pernah lagi ingin menjejakkan kakinya di tanah tempat ia kini berada.
Diraihnya satu cardigan yang diletakkan pada seutas tali rafia sebagai sebuah tempat pakaian. Dipakainya dengan sedikit tergesa-gesa, kemudian lari lah ia menuju tempat yang memancarkan banyak rona tadi.
Langkah kaki Mala berakhir di depan bianglala yang tadi ia lihat dari kejauhan. Bimbang menimbang antara harus menaikinya atau memilih pulang, Mala hanya bisa terdiam menahan semua rasa ingin.
Dirogohnya saku celana hanya untuk mendapati sebuah kekosongan, ia tak membawa uang.
Rembulan jelita malam ini tak berhasil memberikan harsa untuk dirinya. Meskipun telah menjadi gadis remaja yang sebentar lagi menuju dewasa, jiwa anak-anak tak pernah enggan pergi dari dirinya.
Ia hanya pernah merasakan sejenak rasa kehangatan dari sebuah kata "keluarga", bila saja alam semesta ingin ia hancur, bukankah sebaiknya ia tak pernah muncul?
Jangankan untuk jatuh, menggenang saja tak ada bulir bening itu. Kering, tapi sakit.
"Hai," sapa seseorang yang ternyata sudah berdiri di dekatnya.
Mala menoleh, kemudian mendapati bahwa orang itu adalah gadis yang sama dengan yang tadi siang datang ke toko rotinya.
"Sendirian?"
Bila saja gadis itu dapat berpikir lebih baik, bukankah seharusnya ia tahu bahwa Mala memang tengah sendiri saat ini.
Anggukan kecil ia jadikan respon untuk sebuah pertanyaan dari gadis berponi itu.
Kemudian tanpa terprediksi, muncul pula satu gadis lainnya yang ternyata sedari tadi bersembunyi di balik gadis itu.
Seulas senyuman malu ia tunjukkan pada Mala, Mala tentu membalas dengan sebuah senyuman hangat pula.
"Kenapa sendirian?" Tanya yang lebih dekat padanya.
"Gapapa," hanya itulah sebuah kata yang terlontar untuk menjawab pertanyaan dari gadis di depannya.
Lalu gadis satu lagi yang berada di sampingnya mengguncang-guncang lengan sebelah kanan gadis itu. Ia menunjuk-nunjuk pada bianglala tatkala arah pandangan gadis yang berada di dekat Mala itu sudah beralih padanya.
"Oh, kamu mau naik itu?"
Mendapatkan anggukan sebagai sebuah jawaban. Gadis itu kemudian kembali menoleh ke arah Mala berada.
"Kamu mau naik itu juga?"
Hening diantara ketiganya, meski suasana pada sekelilingnya riuh dengan banyaknya suara.
Ingin sekali rasanya Mala meneriakkan pada seluruh manusia yang berada pada alam semesta, bahwa ia memang ingin menaiki wahana penuh tawa itu.
Anggukan canggung nan pelan Mala jadikan jawaban, kemudian satu senyuman mulai muncul pada wajah mungil gadis di depannya.
"Ayo, kita naik bareng-bareng," ajaknya kemudian.
Tentu Mala tak ingin menolak, namun sabitah yang jauh disana juga tahu bagaimana jawabnya.
"Aku gak punya uang," begitu terangnya.
"Aku yang bayarin,"
Kembali didapatkan oleh gadis itu sebuah goncangan yang kini lebih kuat pada lengan sebelah kanannya.
"Ayo, gak ada penolakan!"
Maka dengan rasa tak enaknya, Mala tetap menurut pada yang mengajaknya.
Malam itu, deja vu. Ingin menangis namun air mata tak ada, tak ubahnya dengan rasa perih dari luka yang terkena garam.
Carikan ia kebahagiaan dan apa penyebabnya, tak akan ia lepaskan itu selamanya.
• • •
Minji x Hanni
06-08-2023
©rsmrynache
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Hasya | Bbangsaz
RomanceUntuk Hasya, gadis sederhana yang jatuh suka hanya karena tutur kata. Mungkin belum saat ini, bukan hanya kita yang mendiami jagat raya nan fana ini, Sya. Titipkan sebuah salam pada Hasya, gadis yang begitu dipuja. ©rsmrynache, 2023