✿Perbedaan Yuma/Taki

74 10 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perbedaan nggak jadi alasan buat aku sama kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perbedaan nggak jadi alasan buat aku sama kamu.




Pukul tujuh siang Yuma sudah berusaha semaksimal mungkin untuk sampai di kelas Mr Choi, ada kuis pagi yang menunggunya. Perihal nilai fisikanya yang selalu berada di bawah, Yuma sudah berencana untuk mendapatkan nilai tambahan di kuis pagi ini.

Decitan sepatu dengan lantai keramik terdengar saat tangannya yang menggapai pilar dinding tertahan, kehadiran Mr Choi dengan balutan baju putih panjang yang di setrika dengan rapi tanpa kusut sedikitpun, dan celana bahan coklat lengkap bersama pantofel hitam dan kacamata yang membingkai wajahnya sudah menjadi pertanda buruk untuk Yuma.

Satu helaan nafas kembali terdengar, punggungnya yang bersandar pada dinding kelas kembali ditegakkan. Suara Mr Choi dan teman-temannya samar-samar terdengar, saling melemparkan pertanyaan dan jawaban secara berulang.

Yuma bukannya tidak berusaha, hanya saja Shigeta Harua selaku pembimbing yang Mrs Hwasa tunjuk untuk membantunya dalam pelajaran fisika tidak sempat meluangkan waktu untuk mengajarkan sedikit materi. Yuma memaklumi karena Harua adalah manusia super sibuk yang di setiap harinya akan selalu berurusan dengan hal-hal yang Yuma tidak tahu.

Kepalanya menoleh ketika suara sol sepatu terdengar mendekat, tubuh Taki terlihat berdiri menjulang tinggi dihadapannya. Dengan seragam yang kusut dan kotor di beberapa bagian serta rambut putih yang terlihat acak-acakan. Wajahnya mengernyit menyadari Yuma duduk bersandar di dekat pot alih-alih berada di dalam kelas.

"Kenapa di luar?"

"Kamu bisa tebak."

Taki memilih duduk di sisi kosong samping Yuma, "Mr Choi nggak ngasih kamu kesempatan. Yah, kita tahu gimana dia, tapi aku masih nggak nyangka kamu nggak boleh masuk."

Di mata Taki, Yuma adalah seseorang yang rajin. Hampir semua nilainya sempurna, pengecualian untuk mata pelajaran yang di dalamnya menyangkut hitung menghitung serta rumus yang menggunakan angka. Singkatnya Yuma bodoh dalam pelajaran menghitung.

Bersama lebih dari lima tahun membuat Taki merasa tidak adil ketika mereka tidak diberi kesempatan untuk hadir di kelas hanya karena terlambat beberapa menit, sesekali saat guru terlambat mengajar mereka tidak mempermasalahkan, kenapa guru mempermasalahkan mereka yang terlambat?

Kepalanya menyender di bahu Yuma, menunggu jam kelas milik Mr Choi berakhir mungkin sekitar empat puluh lima menit. Akan memakan waktu yang cukup lama jika mereka hanya diam, Taki sudah berencana akan lari. Bukan tipenya duduk diam sambil mendengarkan guru.

"Kuis nya nggak lama, kamu jangan kemana-mana. Aku tahu kamu pintar, tapi presensi kehadiran mu di kelas nyaris mendapatkan surat peringatan."

Taki merubah duduknya menjadi menopang wajah di pundak milik Yuma, menatap laki-laki dengan macam-macam piercing di telinga. "Aku nggak berniat tuh."

"Wajahmu bilang gitu, tunggu aja beberapa menit."

Beberapa menit untuk Taki mungkin akan terasa seharian untuknya. Padahal jika Yuma tidak menghalangi, Taki sudah bersiap akan berlari menyusul Kei dari kelas tiga dan Nicholas dari kelas dua untuk nongkrong di atap. Ada cerita baru yang mereka dapatkan dari lorong bawah tanah.

Sebenarnya tidak ada salahnya menunggu, jika saja Yuma tidak sibuk dengan buku paket fisika miliknya. Taki juga terkadang heran kenapa Yuma sebegitu seriusnya menggeluti pelajaran sukar tersebut. Di masa depan, Taki sudah merancang apa yang akan ia lakukan, setelah lulus ia akan ikut dengan Kei, memasuki akademi sepakbola dan menjadi pemain bola di masa mendatang.

Tidak perlu repot-repot menghitung kecepatan bola ataupun laju bola yang membumbung tinggi. Hanya menendang dan fokus dengan gawang.

Tubuhnya berganti berbaring dan menopang wajah dengan tangan, meniti air muka Yuma yang terlihat serius menghafal rumus. Taki bisa melihat melalui warna-warna yang tercoreng pada tiap rumus di buku paket.

"Kamu dari mana?" Taki membiarkan saja jemari Yuma menyisir rambutnya yang kusut. "Setiap pagi aku selalu lihat kamu begini."

"Pintu gerbang nggak pernah terbuka buat aku, jadi aku lewat jalan tikus." Tentu Yuma tahu jalan yang dimaksud, anak-anak bebal dari berbagai kelas sering melewatinya untuk masuk saat terlambat ataupun pergi menyelinap saat dirasa makanan kantin tidak sesuai.

"Tapi kusut, nggak mungkin ini selalu begini." Entah merasa pertemanan mereka yang terlalu erat sampai Yuma hapal dengan kebiasaan Taki, atau karena penampilannya yang mencolok. Tapi Yuma selalu merasa jika Taki tidak pernah rapi semenjak mereka memasuki sekolah menengah atas.

"Nggak tahu, aku udah coba setrika mereka sejak pagi."

Meninggalkan Taki yang berusaha memasukkan ujung baju kausnya pada celana, Yuma kembali mencoba membenarkan rambut Taki yang kusut. Sebenarnya rambut Taki tidak sekusut itu, mungkin karena Taki yamg membiarkannya kering dengan sendirinya tanpa di sisir membuatnya terlihat acak-acakan.

Dirasa cukup rapi, Yuma menjauhkan tangannya dan meniti wajah Taki. Biasanya akan ada noda sisa anak itu merambat di semak-semak saat mencoba masuk ke area sekolah, entah itu lumpur kering ataupun tanah lembab.

"Kayaknya kamu harus bareng aku naik bis besok, aku nggak izinin kamu bareng Kak Kei lagi."

"Aku coba."

Senyum Taki yang sebelumnya mengembang di bibir perlahan luntur saat Yuma kembali fokus dengan buku fisika yang jelas-jelas tidak akan laki-laki itu kuasai dalam waktu dekat. Menghapal bukan metode yang tepat untuk fisika, harus ada praktik dan pengalaman yang terjadi secara langsung agar paham.

Tangannya menurunkan buku yang menutupi seluruh wajah Yuma, "Stop baca buku. Mending kamu tebak apa yang beda dari aku hari ini?"

Mengikuti kemauan Taki, Yuma menutup bukunya. Memerhatikan setiap detail wajah serta bagian-bagian tubuh Taki yang kemungkinan terasa berbeda.

"Rambut?" Meskipun Yuma yakin bukan itu, sebab baru saja diganti lima hari lalu.

"Bukan. Coba tebak lagi."

Matanya terus menyusuri, mencari sesuatu yang kiranya bisa menjadi jawaban dari pertanyaan yang diberikan. "Kamu ganti piercing?"

"Nggak, ini masih sama dengan kemarin dan kemarin nya juga tiga hari lalu sebelumnya." Yuma masih mencari perbedaan yang ada padanya, "Kamu nggak tahu ya?"

"Aku masih mencari." Taki menunggu, sesekali menggelengkan kepala dengan mengeluarkan senandung kecil. "Aku menyerah, aku nggak lihat perbedaan apapun." Finalnya, tidak ada yang berubah di mata Yuma. Selain baju yang lebih kusut dari kemarin dan sifatnya yang makin nakal dibanding sebelumnya.

Taki mendesah kecewa dengan tubuh yang tertopang kedua tangannya di lantai. "Sayang banget." Sesalnya, "Tapi memang sih, nggak ada yang berubah dari aku. Aku cuma minta kamu perhatiin, aku kesal kalau kalah sama buku sialan di pangkuan mu itu."

Taki buru-buru berdiri dan masuk ke kelas tepat sebelum sebuah buku meluncur ke arahnya.

___
Do you miss me guys
Hahahahah ...

Maaf buat update lambatnya, semenjak memulai hidup baru aku udah mulai sibuk.
Tapi, aku bakal luangin waktu di sini. ^^

See you soon.

Playlist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang