BAB VI - TOXIC

56 28 12
                                    

Flashback 1 tahun yang lalu.

Iqbal menatap bintang-bintang di langit malam dari jendela kamarnya. Suasana saat itu begitu syahdu, membuat setiap mata yang memandang tak merasa jenuh akan keindahan yang dititipkan pada bintang. Ditemani dengan buku latihan olimpiade serta secangkir teh panas, Iqbal bak bapak-bapak yang nongkrong di pos ronda.

"Gak belajar? ini udah 30 menit sejak kak Iqbal duduk disitu loh!" celoteh Eka yang sedang asyik membaca novel Bumi Manusia karya bapak Pramoedya Ananta Toer di atas kasur Iqbal.

"Lo ngak liat gue ngapain?" tanya Iqbal balik dengan tatapan side eyesnya.

"Lagi ngak ngapa-ngapain!" jawab Eka santai.

Iqbal berdecih kesal menatap adiknya satu-satunya.

"Lagian lo kenapa di kamar gue?" tanya Iqbal dengan nada menantang.

"Karena disini ada kipas!" Eka menunjuk kipas angin yang dia maksud.

"Sekalian angkat sana! yang penting lo cabut!"

Eka tersenyum, ia pun mengangkat kipas dengan merek Regency 18 inch tanpa ada beban yang terlihat dari wajahnya.

"Jangan lupa tutup pintu!"

"Ngak mau!" jawab Eka.

"Beneran ngak mau?"

"Ngak mau lah!"

Iqbal meletakkan bukunya lalu mengejar Eka.

"Eits! gak segampang itu!" Eka meletakkan kipas lalu cekatan mengunci pintu kamar Iqbal dari luar.

Iqbal menggedor pintu dibalut dengan emosi.

"Bukain gak!" teriak Iqbal.

"Masa gitu doang marah sih!"

Tak tahu harus berbuat apa, Iqbal memukul pintu spontan membuat Eka menjauhkan telinganya dari pintu, Eka pun memilih membawa kipas tersebut ke kamarnya.

Kejadian seperti itu memang selalu terjadi di antara keduanya. Ibarat sebuah sayur tanpa garam akan terasa hambar jika tidak ada pertengkaran dalam sehari. Plusnya, tak perlu waktu lama agar keduanya akur kembali.

Cekrek

"Eva bisa bantu jawab gak?" ketik Iqbal sambil mengirim foto kisi-kisi soal olipimoiade dari bukunya pada Eva.

Sesekali ia menatap layar ponselnya.

"Udah centang biru, kok gak dibalas ya?" angan Iqbal melayang entah kemana, digigitnya jarinya sambil overthinking.

"Eva bantu jawab soal ini, soalnya gue gak ngerti seputar materi nilai ketidakpastian pada pengukuran berulang!" satu pesan kembali dilanyangkan Iqbal pada Eva melalui aplikasi WhatsApp.

"Tuh kan centang biru lagi! masa gak dijawab sepatah katapun! bilang iya kek!"

Iqbal meletakkan handphonenya di kasur lalu beranjak kembali ke tepi jendela guna meminum teh yang belum dihabiskan sebelumnya.

"Argh!" teriak Iqbal setelah menengguk tehnya.

"Eva ada apa sih sampai lo selalu nyangkut di pikiran gue! padahal kita bukan siapa-siapa!" teriak Iqbal keluar jendela. Pikirannya kini sedang perang.

Seperti yang kalian pikirkan, pertanyaan yang dikirim Iqbal barusan hanyalah alibi atas perasaannya.

🍂🍎🍂

Waktu menunjukkan pukul 22:00 WIB. Eva baru saja melepas masker kantung mata yang ia gunakan. Bersedia untuk tidur, ia selalu mengecek handphonenya dan stuck pada satu percakapan di WhatsApp. Siapa lagi kalau bukan percakapannya dengan Iqbal.

VALUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang