BAB VIII - LARI DARI HAK!

66 23 10
                                    

Matahari mulai tenggelam, lebih tepatnya sering disapa dengan istilah senja. Para pekerja mulai kembali menuju rumah mereka masing-masing. Begitupun dengan Eva dan Amel serta seragam sekolah yang masih lengkap.

"Amel!" panggil Eva merengek.

"Hm!"

"Pelan-pelan atuh jalannya!" jawab Eva sambil berusaha menyesuaikan langkahnya dengan Amel.

"Iya! iya!"

"Nah gitu dong!"

"By the way, lo capek ngak sih! tiap hari harus jalan kaki ?" tanya Amel.

"Ngak dong! kalau gue naik motor berarti setiap hari gue butuh biaya 10.000 untuk bbm sedangkan uang jajan gue per harinya itu 15.000. Jadi kalau dalam 3 tahun, gue bisa nabung berapa ya?" Eva kebingungan sendiri.

Amel menaikkan pundaknya tak tahu apa-apa. Dengan raut wajah yang sepertinya tidak tertarik sama sekali dengan pembicaraan Eva.

"Terus kenapa? lo nanyain gituan?" tanya Eva balik.

"Hm, buat topik pembicaraan aja sih! daripada kita beruda cosplay jadi orang canggung!"

"Lo ngerasa canggung?" tanya Eva memastikan.

"Soalnya akhir-akhir ini kita banyak debatnya Eva!" Amel melangkah lebih cepat.

"What?" Eva berusaha menyesuaikan langkahnya dengan Amel.

"Kita sahabat Mel! mau gimana pun perdebatan kita, mau itu debat nasional, debat internasional, intinya apapun yang terjadi, kita tetap sahabat Mel!" jelas Eva sambil menahan langkah Amel.

Amel menundukkan pandangan, menarik nafas dalam-dalam lalu mengumpulkan keberanian. Amel memegang erat pundak Eva, ditatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Eva gue cuma ngak mau lo sakit!" jelas Amel.

"Sakit gimana Mel? gue ngak paham sama sekali!"

"Intinya gue ngak mau ngelihat lo nangis cuma...."

Eva menatap Amel dengan rasa penasaran yang begitu besar.

"Karena Iqbal!" lanjut Amel.

Eva spontan menyergitkan dahinya, ia mundur satu langkah dari Amel sambil melepaskan tangan Amel dari pundaknya.

"What happen about him?" tanya Eva tak percaya.

"Gue ngerasa semenjak ada dia, lo itu berubah 180 derajat! lo bukan Eva yang dulu lagi!"

"Maksudnya, lo ngak suka kalau gue deket sama Iqbal?"

Amel mengangguk mantap.

"Why?" tanya Eva dengan suara lirih.

"I can't talk about that!" tolak Amel.

"Please whatever it is, one word so!" pinta Eva sambil kembali melangkah mundur.

"Sorry, but i can't!"

Amel berusaha menahan air matanya, sambil berusaha menampakkan senyuman pada Eva.

"Bye!" ucap Amel lalu berbalik melanjutkan perjalanannya.

Eva berdecih kesal. Disusulnya Amel dari arah belakang lalu didekapnya seerat mungkin. Amel menghentikan langkahnya.

"Amel, kok malah jadi kayak gini sih!" ucap Eva berusaha menjelaskan sesuatu pada Amel.

Amel berusaha menahan isak tangisnya, hanya ada suara sesenggukan yang terdengar.

VALUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang