Hidup Berubah 180°

15 4 0
                                    


Tahun 2008

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tahun 2008

Setahun setelah kepergian Itsna, kami sekeluarga pindah ke sebuah kontrakan kecil yang tak jauh dari kontrakan sebelumnya. Kala itu, aku sudah menginjak bangku sekolah menengah pertama (SMP). Saat itu aku bersekolah di salah satu SMP swasta dekat dengan rumah. jarak antara rumah dengan sekolahku waktu itu kurang lebih 500 meter. Tidak ada pilihan lain selain aku harus melanjutkan ke SMP tersebut. Alasannya karena aku tidak diterima di sekolah negeri pilihan. Otomatis ayahku mendaftarkan diriku di sana.

SMP tempat diriku menimba ilmu merupakan satu-satunya sekolah yang berbasis keagamaan di wilayah sekitar rumahku. Karena jaraknya terbilang dekat, itu juga menjadi pertimbangan ayahku. Setiap hari, aku berangkat sekolah dengan jalan kaki. Kadang aku juga menggunakan sepeda yang ayah belikan sejak aku masuk kelas 4 SD.

Sebenarnya ibuku tidak setuju aku sekolah di sana. Ketika aku tanya, ibu hanya menjawab karena di sekolahku banyak murid nakal. Tapi aku tidak tahu itu benar atau hanya alasan yang dibuat-buat. Semenjak kepergian Itsna, ibu selalu saja menganggap apa yang aku lakukan salah. Aku selalu dipaksa melakukan hal yang diinginkannya. Ibu memaksaku untuk menuruti semua yang ia katakan. Tanpa pernah peduli aku suka atau tidak.

Aku juga tidak boleh melakukan hal-hal yang aku sukai. Sekadar bermain dengan teman di sekitar rumahku, kadang membuat ibu marah. Pernah juga, ketika ibu melihatku membaca novel atau buku kesukaanku. Ibuku langsung marah dan menyobek buku yang kubaca. Padahal buku itu baru kubeli beberapa hari yang lalu. Katanya, aku hanya membuang waktu untuk membaca buku tersebut. Mungkin semenjak kepergian Itsna, ibu menjadi kesepian. Sehingga ia mudah marah dan tersinggung.

Tapi yang jadi pertanyaan......

Apa ketika semua itu terjadi, aku yang harus disalahkan? Apa semua yang kulakukan menjadi salah di mata ibuku sendiri?

"Kenapa gak kamu aja yang mati!!"

"Kamu senang kan, kalo Itsna gak ada?!"

"Itsna aja selalu nurut. Gak kayak kamu. Bisamu apa?"

"Sekolah aja kamu nggak bisa masuk negeri. Apa bagusnya sekolahmu!!"

"Nangis mulu. Tiap hari nangis mulu!!"

Itu adalah kalimat yang pernah terucap dari mulut ibuku. Kalimat pedas yang baru kudengar. Seakan aku yang paling disalahkan atas kepergian Itsna. Duniaku memang sudah berubah. Kehidupan yang dulu kupunya, seakan telah lenyap. Kebahagiaan yang dulu tak lagi berpihak padaku. Semua sudah tak lagi sama. Semua sudah berakhir. Bukan hanya di rumah, tapi juga terjadi di sekolah.

Aku sering di bully karena menjadi anak yang lemah. Teman-teman di sekolah selalu mengucilkan diriku. Teringat jelas nama-nama mereka yang membully diriku. Said, Ifa, Dinda, Faridah, dan beberapa orang lainnya. Masih kuingat dengan satu kejadian, saat itu sekolah mengadakan kerja bakti. Semua siswa membersihkan kelasnya masing-masing. Aku juga membersihakan kelas bersama teman-teman lain. Namun, ketika aku sudah selesai menyapu, tiba-tiba....BRUUKK!!

MY AMYGDALA : Elnaura Indriana SyailendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang