.
•
•
"Terus Kak Sung tau, Leehan ternyata sudah satu kelas di atas!! Unhak malu karena tidak tau, untung dia tidak marah dan membiarkan Unhak memanggilnya dengan nama." Anak ini tidak berhenti menceritakan tentang Leehan pada Sungho dari pulang sekolah sampai sekarang di kamar Sungho, dia terus menceritakan Leehan. Ceritanya padahal hanya terputar di situ-situ saja.
Tidak apa, Sungho senang akhirnya yang dia khawatirkan Woonhak tidak akan memiliki teman ternyata salah, Woonhak punya satu teman.
Dengan gitar di tangannya Sungho memetik senar di sana mengiringi cerita Woonhak yang menarik.
"Nah kalau begitu Woonhak sudah tidak perlu cemas dengan teman kelas yang akan marah, Unhak bisa bebas untuk tidak membuat PR!"
"Tidak juga! PR harus tetap dibuat, nanti Unhak yang dihukum bersih-bersih toilet seperti Kak Sung ming-"
Sungho melepas gitarnya dan menutup mulut Woonhak dengan dua tangannya, "sttt, nanti Papa Mama dengar," setelah itu Sungho langsung melepaskan tangannya dari mulut adiknya itu.
"Iya-iya tenang saja, asalkan uang tutup mulutnya tetap jalan setiap hari."
"Ck, bocah ini," Sungho menggusak pucuk kepala Woonhak dengan senyum, adiknya ini tau saja sesuatu yang menguntungkan dirinya.
Sungguh, Sungho selama satu minggu ini menyogok Woonhak untuk tidak buka mulut soal dia yang membolos. Setengah dari jajannya ada di kantong Woonhak, miris.
"Riwoo pulang!!" Si tengah akhirnya pulang dari tempat ekskul
Woonhak yang mendengar segera turun dari kasur Sungho dan berlari keluar tanpa alas kaki, niat bertemu Riwoo dan menceritakan teman barunya.
"KAK IWOO, UNHAK DAPAT TEMAN BARU DI SEKOLAH!"
Perginya Woonhak, terlintas dipikiran Sungho...
"Kalau begitu, artinya... Woonhak akan lebih sering dengan temannya bukan?"
"Apa, dia masih akan bermain dengan aku dan Riwoo?"
-bahwa Woonhak akan melupakan dia dan Riwoo.
•
.
•
Terpaan angin sepoi-sepoi sore hari dan suara tawa anak-anak di taman bermain menghiasi sore Taesan. Rasanya begitu tenang jalan-jalan sendiri menghabiskan akhir hari, tanpa gangguan orang lain.
Taesan tidak lagi menyimpan dendam dengan Leehan, hubungan mereka sekarang lebih baik dan kembali seperti dulu, bermain bersama dan semuanya bersama. Ayah, ibu, dan Jaehyun bahagia melihat dirinya berani untuk mencoba menerima lagi dan memulai semuanya dari awal.
Taesan minta maaf dan Leehan tidak dendam balik.
"Hei, Taesan!" Panggil itu lantas membuat Taesan kembali memandang ke depan.
Anak laki-laki dengan sepeda mendekat, Kakak kelasnya di sekolah baru. Ini adalah Kakak kelas yang menolongnya mencari kelas, saat itu dia tidak mau ikut bersama Jaehyun dan Leehan karena masih membenci Leehan.
Kakak ini bukan hanya mencarikan kelasnya tetapi juga mengajaknya mengelilingi sekolah. Bisa dibilang Kakak ini teman barunya.
"Kak Sungho, tinggal di dekat sini?"
Sepeda berhenti di sampingnya kemudian Sungho putar dan turun dari sepeda menemani Taesan berjalan.
"Tidak, lumayan jauh dari sini. Aku sesekali bersepeda sampai sini, beruntungnya hari ini bertemu denganmu di jalan."
"Yah, kalau dekat bisalah kita bermain, ternyata jauh."
Cuma senyuman yang bisa Sungho berikan, dia juga tidak ingin bermain di rumah teman-temannya jika akan sejauh ini, malas.
Sungho pandang taman bermain dimana masih ada anak-anak yang bermain, pikirannya kembali pada Woonhak. Kenapa dia takut adiknya itu akan pergi menjauh? Dulu dia yang menginginkan Woonhak punya teman, sekarang dia cemas.
"Taesan, bagaimana pendapatmu jika orang yang kau sayangi tiba-tiba punya orang atau sesuatu lain yang membuat kita menjauh darinya?"
Pertanyaan Sungho dia sudah rasakan. Jadi, sepertinya akan mudah untuk menjawabnya, Taesan usahakan jawabannya itu adalah jawaban terbaik.
"Kau bertanya pada orang yang tepat."
"Huh?"
Taesan terkekeh dan menaruh tangannya dalam Hoodie, "aku mengalaminya selama dua tahun aku rasa,"
"Maaf, tapi bisa kau ceritakan sambil duduk? Kakiku keram karena mengayuh sepeda jauh."
Taesan iyakan, mereka duduk di perempatan jalan bersandar pada jendela salah satu toko yang sudah tutup, memalukan. Untungnya wilayah ini sepi dan hanya ada beberapa orang lewat dalam kurang lebih sepuluh menit.
"Lanjutkan,"
"Hah... Aku dulu benci dengan temanku sendiri karena menurutku dia merebut keluargaku, ayah, ibu, dan kakakku."
"Itu jawabanmu?"
"Awalnya iya, sekarang tidak."
"Kenapa?"
"Karena semua yang aku pikirkan tidak benar. Aku membenci dia tanpa alasan jelas, menjauhinya bahkan menyakitinya dengan kata-kata. Temanku diangkat menjadi adikku."
"Ja-"
"Jangan menyela. Saat tau, aku senang awalnya namun semakin lama aku merasa dijauhi dan temanku maksudku adikku lebih disayangi. Perlahan-lahan aku mulai membencinya dan melakukan kenakalan kecil padanya."
"Dia sakit, aku bahagia. Itu yang dulu aku rasakan..."
"Bodohnya aku baru disadarkan kemarin oleh kakakku. Yang sebenarnya terjadi adalah aku yang menjauh, mereka mencoba untuk mendekati aku lagi tapi aku terlalu gengsi."
"Dan ini pendapatku,"
Sungho senantiasa mendengarkan.
"Biarkan saja, orang yang kau sayangi mempunyai sesuatu yang baru, mereka tidak akan lupa dengan kita. Pikiran kita yang membuat kita jahat."
Walaupun tidak cukup meyakinkan, tapi ini adalah jawaban dari seorang yang sudah pernah mengalami hal serupa dengannya, lebih parah lagi Taesan ternyata keluarga. Itu pas-
Tunggu? Bukankah teman Woonhak sama seperti Woonhak sendiri?
Maksudnya adalah Sungho menerima Riwoo dan Woonhak di keluarganya dengan baik tidak ada kata cemas akan dilupakan. Sama saja dengan Woonhak yang mendapat teman baru, dia harus bisa menerima teman Woonhak.
"Kata-katamu aneh tapi aku mengerti."
"Hehe, nilai bahasa ku juga aneh."
Sungho berdiri lebih dulu dan menarik Taesan untuk ikut berdiri, mereka lanjutkan lagi acara berkeliling tempat baru.
"Kalau boleh tau, temanmu yang sekarang jadi adikmu siapa?"
"Dia temanku tentu seumuran denganku, namanya Leehan."
"Leehan?!"
•
•
.