💐21. Berita duka

97 40 310
                                    

"Karena sekarang, Zea udah jadi pacar gue! Yang nyakitin Zea, bakalan berurusan sama gue!" ucap Bian dengan tegas, sementara gadis itu hanya menatap Bian dengan heran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karena sekarang, Zea udah jadi pacar gue! Yang nyakitin Zea, bakalan berurusan sama gue!" ucap Bian dengan tegas, sementara gadis itu hanya menatap Bian dengan heran.

"P-pacar?" tanyanya, seperti orang tidak percaya. Matanya memerah, sangat terlihat ada kesedihan di mata Lia. "Jangan ngada-ngada deh, Bian. Bukannya dari kecil cuma Lia, ya, cewe yang ada di hati Bian? Kita udah ngelewati semua sama-sama, loh. Kita tumbuh bersama, bahkan memangnya siapa yang ada di samping Bian, saat Bian kehilangan Mama Bian?! Apakah Zea?!" bentaknya ke Bian, sementara Bian hanya diam.

"Oh, jadi gitu? Oke, mulai sekarang, lo bukan sahabat gue lagi! Ayo, Ze, kita ke bus. Gak usah dengerin celotehan dia!"

Bian kemudian menggendongku menuju bus, aku masih tidak percaya ia berani membentak Lia, hanya demi aku?

"Bian, kayaknya ucapan kamu tadi keterlaluan deh, kasian Lia, dengan kondisi mental dia yang kayak gitu, apa dia baik-baik aja, setelah kamu bentak kayak tadi?"

"Nggak perduli lagi gue sama dia, nanti abis nyampe, kita ke rumah Lia, ya? Kita beberin semua ke papanya, gue butuh lo buat jadi saksi."

Bus yang kami tumpangi kemudian berjalan, entah Lia naik bus yang mana, sepertinya ia tidak ada di bus ini.

Dalam waktu tiga jam, bus kami pun sampai, Bian langsung mengajakku ke rumah Lia. Saat memasuki rumahnya, aku sangat takjub karena rumahnya begitu besar dan mewah.

Ternyata, papanya Lia sudah menanti kami di ruang tamu. "Om, jadi kedatangan Bian kesini, mau menjelaskan--"

"Om sudah tahu," ucap papanya Lia memotong kalimat yang ingin Bian sampaikan.

"Tadi, Lia sudah berbicara pada Om. Om rasa memindahkan Lia ke luar negeri adalah jalan terbaik. Kamu yang namanya Zea, ya? Apa benar, anak Om sudah menyelakai kamu?"

"I-iya, Om." jawabku dengan sedikit gerogi, apa ia akan percaya denganku? Atau malah nantinya aku yang akan dituduh mencelakakan anaknya?

Papa Lia kemudian menghela nafas, "Oke, saya minta maaf atas nama Lia, tolong maafkan perilaku Lia yang kurang pantas. Sebagai hukuman, saya akan memindahkan dia ke luar negeri. Untuk menjalani pengobatan mental, sekaligus pendidikannya."

"Apa?! Papa nggak bisa gitu, dong!" teriak Lia yang barusan keluar dari kamarnya. Apa ia mendengar semua yang di katakan papanya?

"Pa, Zea ini mau rebut Bian dari Lia! Harusnya Papa belain Lia, dong! Gak adil, kalau Lia pindah ke luar negeri, Bian juga harus ikut!" sambungnya.

"Papa nggak pernah ajarin Lia buat jahat sama orang, anggap saja ini hukuman dari Papa, agar Lia jadi anak yang lebih baik."

"Semuanya gara-gara kamu! Gimana? Puas, kan, udah rebut Bian dari aku?!" bentak Lia ke arahku, dengan penuh kemarahan ia berjalan ke arahku. "Sini, biar aku kasih kamu pelajaran!"

Bian dengan sigap, langsung berdiri di depanku saat Lia sudah berada hampir dekat, " Cukup! Lia tolong sadar, kita dari kecil cuma sahabatan, nggak lebih."

Surat untuk Bian [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang