💐20. Bukit

81 37 276
                                    

Happy reading 💐

----

"Sama .. kamu?"

Dia malah tertawa, sambil menoyor kepalaku. "Ya-iya, lah! Tapi kita tidurnya jauh-jauhan."

"Eh Bian, liat deh, bulannya keliatan gede ya, dari sini?" Aku menunjuk ke arah langit, bulan memang tampak besar, tidak seperti biasanya.

"Ya karena kita di bukit, jadi keliatan lebih jelas," ucapnya.

Aku dan Bian duduk di bawah bulan, memandangi bulan yang begitu indah dari atas bukit ini.

"Ze," panggilnya. Aku kemudian menoleh, "Nanti, lima tahun dari sekarang, kita ketemu lagi di sini, ya? Harus tepat di tanggal dan bulan yang sama."

"Kenapa? Mau piknik?"

"Ya, nggak anjir! Gue mau aja gitu, liat kita lima tahun ke depan gimana, apakah kita bakalan berpisah, atau malah.." Ia mengentikan kalimatnya. Bian yang tadinya berbicara sambil menatap bulan, mengalihkan tatapan itu untukku.

"Menikah.." Ia melanjutkan kalimatnya.

Aku yang kaget karena ucapannya barusan, hanya bisa menatap Bian. Entah yang ia bicarakan serius atau tidak, jantungku berdetak sangat kencang untuk ke sekian kalinya.

"Ngomong-ngomong, tadi sebelum nyari lo, gue introgasi Lia dulu, beneran dia dan temen-temennya ninggalin lo di tengah hutan?"

Aku mengangguk, sebenarnya aku tidak mau membicarakan ini ke Bian, aku takut ia tidak percaya dengan yang Lia lakukan padaku.

"Keterlaluan!"

"Bian, jangan marahin Lia, ya? Nggak apa-apa kok, aku maklumin karena kondisi mentalnya."

"Nggak bisa gitu, Ze. Ulahnya bikin orang lain celaka, tau nggak?! Besok gue bakal bicarain ini ke papanya," ucapnya penuh kemarahan.

Aku hanya bisa mengangguk dan mengelus punggungnya, agar ia sedikit tenang.

"Oh iya, satu lagi, gue mau minta maaf soal kejadian di danau, karena tadi lebih milih nolongin Lia dulu. Tadi, sebenernya gue panik, Ze. Gue mau nolongin lo duluan, tapi ternyata David yang lebih dulu berenang ngejar lo. Alhasil, gue puter haluan ke Lia."

"Nggak apa-apa, lagian aku selamat pun, udah lebih dari cukup, kok."

"Ze, sebenernya ada satu hal yang lo belum tahu, gue mau ngomong sekarang, boleh?" ucapnya tiba-tiba. "Sebenernya, gue dan David itu .. sepupuan."

Sungguh? Aku hanya bisa menganga mendengar pernyataan darinya. Ternyata yang Bude Sum bilang waktu Kak David mengantarkanku ke toko bunga itu adalah tentang ini? Bude Sum sudah tahu kalau mereka sepupu, tapi waktu itu Kak David menghalangi Bude Sum mengatakannya.

"Seriusan? Tapi, kenapa kak David kayak benci banget setiap liat kamu?" Pertanyaan yang dari dulu ingin aku dengar jawabannya.

Bian menarik nafas panjang, "David marah, karena cewek yang dia suka rusak gara-gara gue, dan cewe itu adalah, Lia." lanjutnya, aku hanya bisa terdiam tidak percaya mendengar penjelasannya. Pantas saja selama ini, Kak David terlihat sangat marah pada Bian.

"David sampai sekarang masih dendam sama gue, dia selalu bilang kalau gue nggak pantas dapet cintanya Lia, apa gue salah, Ze? Padahal yang terjadi sama Lia itu bukan sepenuhnya salah gue, kan?"

Aku memeluknya, "Bukan salah kamu, takdir yang bikin Lia jadi begini. Saat kamu ngerasa kamu nggak pantas dicintai, ada aku yang siap memeluk kamu."

"Makasih, Ze. Makasih selalu ada disamping gue, gue harap kita bisa lebih lama kayak gini."

Surat untuk Bian [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang