💐24. Pantai Malam.

43 10 19
                                    

Part ini agak panjang, ya.
Selamat menyelam 💐

-----

Pagi hari yang cerah ini, aku sudah disuguhkan dengan suara klakson motor Bian yang memanas di telinga. Kebiasaan, deh, mainin klakson pagi-pagi. Padahal, aku baru saja selesai memakai seragam. Aku cepat-cepat mengambil tasku, dan segera ke depan agar suara klakson Bian tidak lebih lama mengganggu telinga tetangga.

"Bian, kenapa sih, astaga. Kebiasaan, deh, kasian Tante Salma sama Vania keganggu ntar," omel ku, ia malah hanya tersenyum-senyum.

"Hehe, biar lo cepet keluar. Gue udah kangen, nih, sama pacar gue yang imut ini," Ia mengatakan itu, dan langsung mencubit pipiku.

"Iya-iya, bentar. Aku pamit sama Tante Salma dulu."

Aku langsung berlari ke dalam. Ternyata Tante Salma dan Vania sedang sarapan di ruang makan, "Tan, Zea berangkat duluan, ya? Bian udah jemput di depan." Aku sambil menyalami Tante Salma.

"Iya, hati-hati ya," pesan Tante Salma.

"Van, duluan, ya."

"Kok sepagi ini, Ze? Lo ada piket? Bian juga rajin banget jam segini udah jemput," ujar Vania. Benar juga, ini kan, masih pagi. Tumben Bian mengajakku berangkat pagi-pagi begini.

"Nggak tahu, Van. Daripada Bian berisik bunyiin klaksonnya terus, lebih baik aku yang ngalah."

Vania dan Tante Salma hanya bisa tertawa dan menggelengkan kepala mendengar ceritaku. Aku kemudian berjalan ke luar untuk menemui Bian.

"Bian, mau ngapain, sih, pagi-pagi udah berangkat? Jam segini satpam sekolah juga masih tidur."

"Sebelum berangkat, gue mau ajakin lo ke satu tempat."

"Ke mana? Jangan lama-lama, aku nggak mau nanti kita telat."

Ia malah tersenyum penuh iseng, "Nggak akan, udah buruan naik. Nih, helmnya pake sendiri. Gue nggak bisa romantis kayak di film-film."

Aku mengambil helm tersebut, lucunya ada stiker gambar boneka babi. Bian kemudian melajukan motornya setelah aku naik. Jika dipikir-pikir, ke mana Bian mengajakku sepagi ini? Apa ke makam mamanya?

Coba kalian tebak, ia akan menepikan motornya di mana? Taman bunga? Pinggir pantai? Atau danau? Kalian salah jika mengira Bian akan mengajakku ke tempat romantis. Kenapa? Karena sekarang ia memarkirkan motornya di depan pasar. Iya, pasar! Jangan bilang kalau ia akan berbelanja sayur untuk kebutuhan dapur?

"Bian ngapain, sih, kita ke pasar? Kamu disuruh Mama kamu beli sayur?"

"Jangan sebut dia Mama, dia bukan Mama gue," protesnya, Bian memang selalu nggak suka kalau aku membahas Mama tirinya itu.

"Terus, kita cari apa di sini?"

"Jadi gini, kemarin gue liat-liat ada barang bagus, tapi cuma satu. Terus gue pesen ke penjualnya biar ada satu lagi gitu, biar couple. Nah, kebetulan barangnya hari ini dateng. Jadi nggak sabar, liat barang itu."

Aku yang masih keheranan dengan tingkahnya yang random itu, tidak berhenti memandanginya. Bian pun langsung menarik tangannku ke tempat penjual barang yang ia maksud tadi. Tahu ia membawaku ke mana? Ke toko jam usang yang ada di sudut pasar.

Surat untuk Bian [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang