pertemuan ini bukan hanya sekedar kebetulan, karena pertemuan ini adalah awal dari takdir yang akan mempersatukan.
Hujan lebat membasahi bumi, membuat setiap orang yang sedang tertidur nyenyak semakin menarik selimutnya, padahal waktu sudah menunjukan pukul empat pagi dan waktu itu masih sempat untuk dipergunakan sholat dan berdoá, karena pada waktu itu besar kemungkinan do'a yang kita panjatkan akan di ijabah oleh sang Kholik.
Jika yang lain malah semakin tidur nyenyak, tarik selimut, berbeda dengan seorang gadis yang kini sedang mengumpulkan nyawanya bersiap untuk bangun dan melakukan aktifitasnya, pada intinya untuk beribadah. Gadis itu sempat merasa heran ketika mendengar suara kajian ayat suci Al-qurán di Spiker mesjid, karena biasanya tidak ada yang mengaji atau sekedar bersholawat jika sebelum subuh, paling nanti bila sudah Azan subuh baru akan ada orang yang mengumandangkan sholawat, kecuali jika ada bang Fahri, tetangganya sekaligus kakak dari sahabatnya.
Gadis itu merasa penasaran, pasalnya bahkan dirinya tak pernah mendengar suara ini sebelumnya, suara yang begitu enak di dengar, disetiap huruf yang dibacakannya sangat fasih dan jelas, siapakah gerangan pemilik suara ini?. Keberadaan mesjid yang ada di sebelah rumahnya, bisa saja Ia melihat atau hanya sekedar mengintip, tapi udara dingin membuatnya enggan untuk keluar, lebih baik ia segera mengambil air wudhu sebelum waktu subuh tiba. Biarlah rasa penasaran itu ia simpan, mungkin besok juga ia bisa mendengarnya lagi.
***
Pagi telah tiba, matahari mulai beranjak naik ke atas untuk menyinari bumi yang tadinya gelap, digantikan dengan sinarnya yang juga mampu menyejukan sekaligus menghangatkan udara pagi hari itu.
"Ai, tolong belikan garam dong, ini tante lagi bikin sayur, tapi ternyata garamnya habis." Ucap seorang wanita paruh baya kepada keponakan perempunnya yang bernama Aisyah.
"Oh iya tante bentar aku pake jilbab dulu ya." Aisyah yang sedang membereskan kamarnya cepat cepat memakai jilbabnya saat sang tante meminta bantuannya. Pada siapa lagi Ia akan patuh jika bukan pada Tantenya itu. Selama ini Aisyah hidup sebatang kara, karena kejadian kecelakaan orang tuanya 10 tahun lalu membuatnya harus mengikuti tante dan pamannya yang beruntungnya sangat baik padanya, karena tante dan pamannya belum dikaruniai anak mereka sangat menganggap Aisyah sebagai anaknya sendiri, meskipun Aisyah disuruh memanggilnya Ibu dan ayah tapi aisyah tidak pernah melakukan itu, entah mengapa, kakanya bilang lebih baik memanggil mereka dengan Paman dan tante. Aisya memang memiliki seorang kakak laki laki, tapi kakaknya itu sedang bekerja di luar kota.
"Cuma beli garam aja? Gak ada yang lain tante?." Tanya Aisyah saat dirinya hendak berangkat ke warung, meyakinkan tantenya kembali takut takut ada yang harus dibeli juga.
"oh iya, sama gula sekalian."
"Siap tante, Ai berangkat dulu ya, Assalamualaikum." Pamit aisyah pada sang tante, Dari kecil aisyah memang memiliki kepribadian yang sangat sopan dan ramah kepada siapa saja, orang orang di sekitarnya atau yang mengenalnya sangat menyukainya. Bahkan banyak ibu ibu yang ingin menikahkan anak lelaki mereka dengan Aisyah.
Aisyah mengendarai motornya dengan keadaan sedang, meskipun ia sedang terburu buru tapi ia juga harus mengendarai motor dengan baik. Jarak anatara rumah dan warung memang tidak terlalu jauh, tapi jika harus berjalan kaki akan membutuhkan waktu yang lama. Tak jarang Aisyah memberikan senyuman pada orang orang yang Ia temui, dan menyapa beberapa dari mereka yang Ia kenali. Tiba tiba mata indahnya menangkap sosok yang sudah dua hari ini tak ia temui, senyumnya merekah saat orang yang sedang ia perhatikan itu memberikan senyum dan melambaikan tangan padanya. Aisyah memarkirkan motornya di depan sebuah warung yang cukup besar, membuatnya semakin dekat dengan orang yang kini sedang memperhatikan dan tersenyum ke arahnya.
"Kak Ai, kakak aku rindu banget tau sama kakak." Ucap orang itu yang ternyata seorang anak kecil berusia 9 tahun, mendekat lalu memeluk Aisyah yang sudah turun dari motornya dan membungkukan badan agar tingginya bisa sama dengan Anak kecil itu.
"kalo rindu main aja ke rumah kakak, kan gak terlalu jauh." Jawab Aisyah sambil mengelus kepala anak itu yang kini sedang memakai jilbab.
"ih kakak Ai lupa ya kalo kemarin Rere baru aja pulang dari malang?. Jadi gak bisa main ke rumah kakak." Gadis itu seakan akan mengingatkan Aisyah mengenai alasan mengapa dirinya tak bisa main ke rumah Aisyah. Membuat Aisyah menepuk jidatnya sendiri.
"oh iya kak Ai lupa kalo Rere udah jalan jalan, maafin." Ucap Aisyah akhirnya, seolah sedang pura pura mengalah pada anak gadis itu.
"Ya udah kalo gitu kak Ai main ya kerumah aku, sekalian aku mau kasih oleh oleh buat kakak." Ucap anak itu dengan ceria.
"kerumah rere ya? Kira kira kak Ai bisa gak ya?." Aisyah seolah sedang pura pura berfikir membuat anak kecil yang bernama Rere itu mengerucutkan bibirnya dan memasang wajah masam.
"Kak Ai mah gitu ah, pokoknya harus bisa, Rere kan udah bawa oleh oleh buat kakak. "
" Ok kakak setuju." Ucapan yang keluar dari mulut Aisyah itu mampu mengembalikan wajah cerah Rere, "Tapi Rere harus janji sesuatu sama kakak." Kalimat lanjutan itu membuat wajah bahagia Rere sirna seketika.
"Janji apa?." Tanya Rere.
"Janji bakal semakin rajin ya gajinya." Ucap Aisya sambil menunjukan jari kelingkingnya ke hadapan Rere sebagai tanda janji yang disambut dengan semangat oleh Rere.
"Ok, tapi ngajinya sama kak Ai ya, gak mau sama kak Airin ataupun sama kak Alif, maunya sama kak Ai." Tegas Rere.
"kenapa? Padahal kan mereka juga baik?." Tanya Aisyah hanya sekedar basa basi.
"Karena kak Ai lebi baik dan cantik, jadi Rere suka." Jawab Rere polos.
"Ah kamu bisa aja, yaudah, eh ngomong gomong kamu sama siapa kesini?, pagi pagi udah jajan aja." Tanya Aisya pada Rere, meskipun rumah Rere dan warung itu hanya berjarak beberapa kilometer saja tapi tetap, bagi anak kecil seperti Rere itu akan terasa jauh, bahkan rumah Aisyah lebih dekat dengn warung itu dibanding rumah Rere.
"Aku gak jajan kok, aku kesini mau nganter kakak."
"kakak?."
"Iya kakak aku, kemarin aku dari malang kan mau jemput kakakku." Jelas Rere. Membuat Aisyah menagngguk faham, meskipun Aisyah tak pernah melihat wujud kakaknya Rere itu, tapi Ia tahu bahwa Rere memiliki seorang kakak tiri laki laki, karena Bu ana, ibunya Rere sering bercerita padanya.
"Itu kakak aku." Rere menunjuk seorang pria tampan berkoko hitam yang terlihat sedang mencari keberadaan dirinya. "kakak, aku disini." Rere melambaikan tangannya pada Pria yang ia sebut kakaknya itu. Melihat adiknya melambaikn tangan padanya, pria itu lalu memakai sandalnya dan bergegas ke arahnya.
"kamu lagi ngapain disini?."tanya kakaknya pada Rere, Ia seolah tak menyadari keberadaan Aisyah.
"kakak kok malah nanya, emang kakak tadi gak liat aku lagi bicara sama kakak cantik ini?." Ucap Rere sambil menggenggam tangan Aisyah, membuat Aisyah malu saat kakak dari Rere itu melihat ke arahnya dengan mata elangnya itu.
terimaksih banget yang udah mau baca cerita akau. Next, aku bakal update setiap hari, jangan lupa komen ya...... aku butuh masukan dari kalian
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKUATAN ISTIKHARAH
Roman pour Adolescentskemarilah. singgah dulu sebentar .haloo ini karya baru lho. baru baru ini. ini yang paling baruuuu.... buruan baca ceritanya. meskipun awalnya gaje menurut kalin, tapi aku jamin kesananya bakal seru kok. jamin deh yuk baca.... "saya ingin melamar ka...