7. keraguan

12 3 3
                                    

Aku tak mengerti apa maksudmu, aku ragu, namun aku akan lebih ragu lagi jika apa yang kufikirkan itu benar.

#Aisyah Khodija

Setelah libur selama satu minggu, kini anak anak kembali melaksanakan sekolah agama. Siang ini Aisyah, Airin, dan alif kembali mengajar, sementara Ustaz Salim digantikan dulu oleh Fahri. Karena sekolah agama disana hanya ada empat kelas dan Fahri ingin mencoba mengajar maka Ustaz Salim menyuruh Fahri untuk menggantikannya. Apalagi sebenarnya Ustaz Salim sudah sering sakit sakitan kelak Ia akan menyuruh Fahri untuk menggantikannya mngurus jamaah dan anak anak yang ngaji.

"Rere kemana ya?."tanya Aisyah pada dirinya sendiri. Karena biasanya Rere akan sangat rajin berangkat ke sekolah agama, tapi sekarang bahkan pelajaran akan segera dimulai namun Rere belum juga datang. Rere memang seharusnya tidak di ajari olehnya, namun Rere tidak mau mengaji jika tak digurui oleh Aisyah, katanya.

"Hai Ai." Sapa Fahri yang kebetulan lewat di depannya.

"Hai mas." Aisyah menjawab sapaan Fahri dengan senyuman karena Fahri juga tersenyum padanya. Sebagai seorang perempuan Aisyah memang selalu berusaha menjaga jarak dengan laki laki yang bukan mahramnya, begitu pula pada Fahri dan Alif, meskipun mereka sudah kenal sejak kecil dan tumbuh bersama namun tetap saja bagi aisyah mereka laki laki, namun bedanya jika pada Fahri dan alif Ia tak akan merasa canggung untuk menyapa atau hanya sekedar tersenyum, juga saling bercanda. Karena waktu kecil dulu bahkan mereka sering bermain bersama dan menginap bersama di salah satu rumah mereka.

"Ai, nanti aku mau ngomong sesuatu sama kamu, boleh gak?." Ucap Fahri

"mau ngomong sesuatu? Mas fahri kayak sama siapa aja deh, masa mau ngomong aja harus izin dulu." Jawab Aisyah merasa heran. Mengapa pula Fahri ingin bicara sesuatu dengannya harus izin dulu? Biasanya juga langsung langsung aja.

"iya juga ya... hehe... jadi boleh gak, nanti habis ngajar ya." Kata Fahri sambil tersenyum membenarkan ucapan Aisyah.

"iya iya.....". Ucap Aisyah mengiyakan.

"ekhem... ekhemmmm..... ngajar hei malah berduaan disini." Tiba tiba Airin muncul sambil berdehem diikuti Alif di belakangnya. Perkataan Airin membuat Aisyah memandangnya tajam, Fahri yang melihat ekspresi muka Aisyah tersenyum, bukannya malah terlihat seram, muka Aisyah malah terlihat lucu jika berekspresi seperti itu. Namun Azam juga punya batasan, Ia tak memandang Aisyah terlalu lama, bahkan terkesan sekilas.

"siapa yang berduaan orang banyak anak anak tuh."jawab Fahri. Setelah itu Ia langsung pergi.

"kebiasaan." Ucap Airin sambil memandang punggung sang kakak.

"aku masuk dulu ya." Pamit Aisyah pada Airin dan Alif. Setelah itu Airin dan alif juga pergi ke kelas masing masing untuk mengajar.

***

Sampai pelajaran selesai Rere tak juga datang, biasanya jika Rere tak datang ke sekolah agama seperti saat ini, Bu Ana akan meminta Izin padanya mengenai alasan mengapa Rere tidak masuk, namun kali ini tidak ada kabar sama sekali.

Setelah melaksanakan sholat Ashar, anak anak berhamburan keluar mesjid untuk pulang, Aisyah kini sedang duduk di teras masjid sambil memperhatikan anak anak yang menghampiri orang tua mereka dan mencium tangan orang tuanya. Seperti inilah, kkarena ada beberapa anak yang memang tidak terlalu dekat rumahnya jadi mereka di antar jemput oleh orang tuanya. melihat itu Aisyah teringat dengan mendiang orang tuanya, tak pernah sekalipun Aisyah merasakan hal seperti itu karena orang tuanya meninggal sejak dirinya masih bayi, disebabkan sebuah kecelakaan beruntun pada saat itu. Kebetulan dirinya dan kakaknya yang bernama Gilang tidak sedang ikut Ibu dan ayahnya pada saat itu.

"Permisi Ai." Tiba tiba suara seseorang membuyarkan lamunannya. Reflek Ia mendongkak melihat sang pemilik suara yang Ia yakini adalah...

"lho kak Azam, kok disini?." Tanya Aisyah pada orang itu yang ternyata Azam. Jujur saja semenjak kejadian Rere pura pura tidur waktu itu, aisyah dan Azam memang seperti tak terlalu canggung lagi.

"Aku habis sholat memangnya kenapa?." Jawab sekaligus tanya Azam pada Aisyah.

"Oh habis sholat ya? Iya iya.... Hampir saja aku lupa kalo Ini mesjid." Ucap Aisyah ngasal.

"bisa bisanya kamu lupa, lagian biasanya saya memang sholat disini kok." Jelas Azam yang dibalas anggukan oleh Aisyah. Azam biasanya sholat disini? Namun dirinya merasa tak pernah melihat Azam, padahal jelas jelas rumahnya ada di pinggir mesjid ini.

"eh kak, Rere kenapa tadi gak sekolah?."tanya Aisyah, saat Ia baru saja mengingat hal itu.

"Oh, iya saya lupa, tadinya aku mau bilang ini ke kamu. Gini, Rere sakit jadi gak bisa sekolah agama." Mendengar itu reflek Aisyah langsung berdiri.

"Rere sakit? Sakit Apa kak Tanya Aisyah.

"biasa sakit demam, tapi panas banget sih."jawab Azam.

"Ya udah salam sama Rere dan semoga cepat sembuh ya." Ucap Aisyah.

"Iya nanti Saya sampaikan, yaudah kalo gitu saya pamit ya."

"iya kak silakan."

"permisi Ai." Ucap Azam lagi

"Ia kak silakan." Aisyah mempersilakan Azam pergi.

"Maksud saya, permisi kamu menginjak sandal saya Ai." Ucap Azam lagi, sebenarnya Azam tak bisa menahan senyumnya melihat tingkah Aisyah yang seperti orang linglung. Azam menunjuk sandalnya untuk memperjelas.

"oh iya, maaf Kak." Aisyah melangkahkan kakinya menjauh dari sandal Azam, Ia merasa bodoh sendiri dengan tingkah konyolnya, Aisyah sendiri tak mengerti mengapa kalau sudah bicara sama Azam kadang dia masih cukup grogi, namun Aisyah yakin sikapnya yang seperti itu di depan Azam memang karena Ia tak terlalu mengenal Azam. Lagian Aisyah tidak terbiasa berinteraksi dengan laki laki jika itu bukan kakaknya, omnya, ustaz Salim, Fahri, Alif, Ayahnya Alif itupun masih jarang, dan papanya Rere, selebihnya Aisyah jarang berinteraksi dengan laki laki selain mereka.

"saya duluan Assalamualikum."pamit fahri pada Aisyah.

"Wa.. alaikum salam." Jawab Aisyah. Apaan sih aku kok jadi kayak gini sih... Astagfirullahal Azim. Ucap Aisyah dalam hati.

"Hei Ai, yang tadi Azam?."Tanya Fahri yang baru saja keluar dari mesjid.

"Ia kak, dia ngasih tahu kalo Rere sakit jadi gak bisa sekolah agama hari ini."Jelas Aisyah pada fahri. Sementara Fahri mengangguk menanggapi.

"Eh katanya tadi mau ngomong sesuatu?." Tanya Aisyah sambil mengingatkan Azam, kali aja bahasan Azam penting.

"Oh iya, bentar ada dia." Ucap Fahri sambil menunjuk Airin.

" Alif mana?."Tanya Fahri pada Airin, karena Ia tak melihat keberadaan Alif.

"gak tahu, dia udah pulang kali."jawab Airin. "kalian ngapain masih disini? Yuk ah pulang."ajak Airin.

"kamu duluan aja." Suruh Fahri pada adiknya.

"Ya udah, aku duluan ya Ai."ucap Airin sambil mengedikan bahu kepada sang kakak.

***

Aisyah kini sedang berada di kamarnya, menatap jam tangan pemberian Fahri, Fahri bilang jam tangan itu adalah oleh oleh dari malang yang khusus untuk dirinya. Sebenarnya selama ini kamu menganggap aku ini siapa kamau Ai?. Pertanyaan singkat dari Fahri untuknya itu sebenarnya membuat Aisyah bingung sendiri di buatnya, namun Aisyah juga tak ragu untuk menjawab bahwa selama ini dirinya sudah menganggap Fahri sebagai kakanya. Ya memang dia akan menganggap Fahri apa lagi coba? Selama ini Fahri sudah sangat baik padanya, wajar saja jika dirinya sudah menganggap Fahri seperti kakaknya sendiri. Namun pada saat Aisyah mengatakan itu, Aisyah melihat kekecewaan di wajah Fahri, Aisyah adalah perempuan dewasa yang bisa mengerti apa maksud Fahri. Aapalagi semenjak Airin selalu mencomblangkannya dengan dirinya. Namun dirinya juga masih ragu, mungkinkah Fahri memiliki rasa padanya? Atau hanya sekedar perasaannya saja?. Entahlah, Aisyah masih ragu, dan akan lebih ragu jika Fahri benar menyukainya. Semoga tidak. Ucap Aisyah dalam hati

***

KEKUATAN ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang