She's imperfect but she tries
She is good but she lies
She is hard on herself
She is broken and won't ask for help
She is messy but she's kind
She is lonely most of the time¹***
"Duh! Jam segini masih rame aja, nih, kantin." Rani geleng-geleng kepala begitu langkah kakinya memasuki kantin.Ruangan luas yang terletak tepat di samping gedung KalaMedia ini memang semakin ramai oleh para karyawan sejak di renovasi ulang beberapa bulan yang lalu. Kantin yang tadinya berupa satu ruangan tertutup disulap menjadi semi outdoor dengan berbagai macam menu yang tersedia.
Seperti siang hari ini, kantin penuh oleh karyawan dari berbagai divisi. Termasuk Kinan dan Rani.
"Makan apa kita enaknya siang ini, Kin?" tanya Rani sambil mengedarkan pandangannya ke setiap kios makanan yang berjejer rapi sepanjang dinding.
"Nasi aja, Ran," ucap Kinan cepat.
"Nasi apa, nih? Nasi goreng? Nasi ayam? Nasi rames? Atau nasi sudah menjadi bubur?"
Kinan tertawa.
"Malah ketawa." Rani mendelik jengkel.
Alih-alih seram, Kinan justru semakin geli melihatnya. Semakin Rani sebal, semakin terlihat lucu gadis itu di mata Kinan.
"Nasi bakar Mba Imah aja, yuk, Ran. Enak kayaknya," tunjuk Kinan pada satu kios makanan yang terletak di bagian ujung.
"Lo nggak liat antriannya, Kin." Rani geleng-geleng kepala. "Bisa-bisa kita telat balik ke kantor ntar."
Kinan menatap pergelangan tangannya, "iya, sih, Ran. Yaudah nggak usah aja, deh, ntar kita dicariin Pak Bas lagi. Masa makan siang aja lama banget."
Rani mendesah. "Kita makan rames lagi, ni?"
Kinan mengangguk. Dan Rani sontak mendengus.
"Gara-gara si Anton, nih! Berdoa aja jangan sampe tuh anak ketemu gue, Kin."
"Mau lo apain, Ran?"
"Mau gue sentil jakunnya," gerutu Rani sambil mengekori Kinan.
Kinan bergidik.
Gara-gara Anton yang melakukan kesalahan, mereka semua kena imbasnya. Gara-gara Anton, mereka harus menghitung ulang puluhan buku di dalam gudang sempit di belakang kantor. Gara-gara Anton, Pak Bas yang baik hati berubah menjadi sosok yang menakutkan. Dan gara-gara Anton, Rani harus merelakan bedaknya luntur karena keringat yang bercucuran serta Kinan yang tak henti-hentinya batuk karena debu-debu halus yang beterbangan dan terhirup olehnya.
Semua gara-gara Anton Dzaky Moesa.
Namun gara-gara Anton juga, di siang hari ini, untuk yang entah ke berapa kalinya sejak pertemuan pertama mereka, Kinan bisa melihat lelaki itu lagi dan lagi.
Mengenakan kemeja biru tua, sosok lelaki bertubuh ramping dengan tinggi di atas 175 sentimeter itu terlihat memasuki kantin kantor ditemani oleh Mas Dewa dan Mba Irene.
Kinan, dengan kedua mata bulatnya menatap sosok itu nyaris tanpa berkedip. Caranya berbicara, langkah kakinya yang lebar kala berjalan, ketika tertawa atau di saat jari jemarinya mengusak pelan rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Before You
RomanceIni tentang dunia yang tidak pernah berpihak pada yang lemah. Tentang hati yang menampung terlalu banyak kesedihan. Tentang lara yang tak kunjung sirna. Tentang bayangan dan cahaya. Dan tentang sebuah pertemuan yang mengikis badai hingga reda. Ini t...