Bab 10

214 31 12
                                    

Untuk semua lukamu yang tak kasat mata.
Semua kenangan menyakitkan.
Semua penyesalan.
Kenangan buruk dari masa lalu yang ingin dilupakan.
Kenangan saat kau dibuang dan dikucilkan.
Cukup ingat dan hadapi.
Lalu...
Biarkan cintaku, mengobati jiwa yang terluka dan membasuhnya hingga bersih.


                                   ***

Matahari perlahan mulai menghilang di bawah garis cakrawala yang menandakan kalau sang surya telah kembali ke peraduannya. Malam mulai menampakkan diri, dan satu per satu lampu-lampu mulai menyala menerangi halaman belakang yang hanya diterangi oleh sinar bulan. Lalu, di bawah sinar rembulan dan cahaya lampu, sesosok bayangan hitam yang berdiri di tengah kegelapan perlahan-lahan mulai terlihat semakin jelas keberadaannya.

Berdiri menjulang di tengah hamparan rumput sambil memandang khusyu langit malam yang jernih, sosok lelaki jangkung tersebut terlihat seperti hendak mengurai sesuatu yang tampak kusut di dalam kepalanya.

Sesekali tarikan napas beratnya terdengar. Bola matanya terkadang menyipit lalu sesaat kemudian giliran dahinya yang berkerut dalam. Pikirannya berkelana ke berbagai tempat di suatu masa dalam hidupnya. Ia terus mencari, membuka setiap kunci dalam kotak ingatannya di mana ada bunda dan juga bapak dengan semua nasehat dan pelajaran hidup yang dulu ia anggap hanyalah berupa obrolan ringan biasa namun kini ia tersadar kalau semua penuh makna.

Ia terus mencari. Membuka semua kotak dan berharap di salah satunya, ia temukan apa yang ia cari. Bukan jawaban namun hanya sebuah kalimat sederhana yang bisa mengurai semua kerumitan di kepalanya. Meredam suara-suara bising yang hanya memperumit segala hal.

"Mas..."

Kala, lelaki berkaki panjang yang masih memandangi langit tersebut menoleh.

"Saya ijin pulang, ya."

Kala tersenyum seraya mengangguk. "Makasih, ya, San."

"Kunci mobil saya taruh di laci meja deket pintu, ya, Mas."

"Iya, San."

Hasan segera berlalu pergi meninggalkan Kala yang sudah kembali memandangi langit di atas kepalanya. Namun baru dua langkah ia berjalan, Hasan kembali menoleh ke arah Kala.

"Mas..." panggilnya. "Jangan lama-lama di luarnya nanti masuk angin," ucapnya mengingatkan. "Ntar nangis lagi itu Mbak Kinan."

Kala sontak tertawa. "Bentar lagi masuk kok, San," ucapnya sambil kembali memandangi langit yang membentang luas diatas sana.

Hidupnya selalu berbahagia. Bahkan setelah kepergian bapak dan bunda, ia tetap tidak kehilangan perasaan bahagia itu di dalam dirinya. Oleh karena itu, semua perasaan bahagia ini, yang terasa berlimpah ini, ingin ia berikan semuanya pada seorang perempuan cantik yang selama hidupnya terus berusaha mencari setitik kebahagiaan untuk dirinya.

Kinana Amari.

Bahkan hanya dengan menyebut namanya pun mampu memantik rasa rindu yang menyelusup manis ke kedalaman palung hatinya.

Namun kadang kala, semesta bisa sebegitu hebatnya mengombang-ambing perasaan. Sesaat ia merasa begitu bahagia lalu sedetik kemudian perasaan sedih tiba-tiba datang berkunjung melebur semua kebahagian yang ia rasakan.

"Kamu memiliki perasaanmu, dan aku memiliki perasaanku."

Ucapan Shasya membuatnya tersadar kalau wanita itu tidak akan pernah menyerah dengan perasaannya.

Rasa cinta yang terasa menyesakkan.

Ia tidak ingin menyakiti wanita cantik itu. Ia sungguh tidak ingin semakin melukai hatinya. Namun sekali lagi, sampai kapan ia harus terus menerus bersabar dengan semua kekeraskepalaan Shasya? Bagaimana caranya membuat wanita itu mengerti?

Me Before You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang