Bab 4

238 35 11
                                    

Tekad yang kuat sekuat baja.

Sorot mata sendu yang menyorot penuh keyakinan dan harapan.

Dan kaki yang terus melangkah pasti meskipun tidak ada tempat untukmu pulang.

Mengusik hati yang mendamba pada satu wajah yang bersinar bak rembulan.  
 

                                  ***

"Kina ..." Kala menahan pergelangan tangan Kinan begitu gadis itu hendak berbalik pergi.

Hanya sentuhan ringan namun mampu  menghadirkan sebuah rasa yang akhir-akhir ini sering kali muncul hingga membuat Kinan mulai terbiasa.

"Ya, Mas?" 

"Bisa saya pinjam ponsel kamu sebentar?" tanya Kala seraya menatap jauh ke dalam bola mata Kinan yang beriak.

Lagi, wajah itu mulai bersemu kemerah-merahan diikuti jari-jemari yang saling bertaut karena rasa gugup yang terlihat begitu kentara. Akan tetapi, kedua bola mata sebening air yang terkadang tampak beriak pelan itulah yang selalu berhasil menyita seluruh perhatian Kala.

"Ponsel saya, Mas?" tanya Kinan heran.

Kala mengangguk. "Iya. Apa boleh?"

Dan kedua bola mata bening itu kompak membola. Ada tanya dibalik setiap kedipan matanya. Ada keraguan yang membayang halus, dan ada sebuah perasaan yang tergambar begitu jelas.

Boleh. Tentu saja boleh.

Batinnya berteriak kencang namun mulutnya tetaplah bungkam. Sesaat, Kinan tampak tenggelam di dalam dunianya. Dunia yang hanya dihuni olehnya dan juga Kala. Dunia yang ia ciptakan sendiri dengan sebuah kisah yang ia tulis.

Dan satu menit pun berlalu dalam keheningan.

Karena keterdiaman gadis itu, Kala perlahan maju selangkah lalu berhenti tepat di hadapan Kinan. Sedikit menunduk, ia memanggil nama gadis itu dengan lembut.

"Kinana ...?"

Memberanikan diri, Kinan mendongak.

"Ya ... apa ... Mas?" gugup, Kinan menjawab dengan terbata-bata.

"Ponsel kamu, Na," ucap Kala lagi.

Dan tatapan mata itu kembali menghipnotis Kinan.

Kala yang menunduk menatap Kinan, dan Kinan yang harus menengadah untuk sekedar menemukan sepasang bola mata yang selalu jadi favoritnya, menciptakan sebuah siluet yang indah di tengah hiruk pikuk jalan raya di belakang mereka.

"Oh ...!"

Kinan buru-buru mengangguk. Ia masih menengadah seraya menjulurkan tangan ke dalam saku celananya. Jari-jarinya meraih benda pipih tersebut, mengeluarkan dari saku celana lalu menyerahkannya ke tangan Kala.

"Kalau Mochi udah bisa dibawa pulang kamu langsung telepon saya, ya, Na," ucap Kala.

Lelaki itu tampak mengetik sesuatu di ponselnya, dan Kinan, ia bisa melihat dengan jelas ke dua belas deret angka yang tertera di layar.

Mas Kala. Batin Kinan begitu melihat bagaimana lelaki tersebut menamakan kontaknya.

Bukan 'Senjakala' melainkan 'Mas Kala'.

Me Before You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang