Dua hari berlalu, hari yang di tunggu-tunggu Andi pun datang. Lelaki paruh baya itu bahkan sudah bersiap sejak lepas subuh, menemani Lita yang memasak menu sarapan favorit Lentera.
Meski perannya hanya sekedar mencuci bawang dan sayur, namun Andi begitu bangga saat masakan tersaji, seolah perannya begitu besar dalam tersajinya hidangan nan harum itu.
"Apa setiap sepagi ini mama menyiapkan sarapan seperti ini?" Tanya Andi lembut mendusel disela leher Lita
Perempuan yang masih ayu itu terkekeh "iya dong, tapi mama biasa dibantu bibi. Tapi karena ada Ayah, biar bibi istirahat saja."
"Cintaku sangat hebat. Bagaimana bisa ada wanita sehebat kamu di dunia ini?"
"Apa sekarang Ayah menjadi spesialis gombal? Hihihi"
Lentera menghampiri Lita di dapur, seperti pagi biasanya. Ia akan menghampiri Lita setiap pagi sembari memeluk Mamanya dengan erat.
Namun, pagi ini berbeda. Ada batang hidung Andi di dapur, membuat suasana berubah hening. Lentera yang canggung karena keberadaan Andi, dan Andi yang gengsi mengutarakan hatinya. Bapak satu anak itu ingin menyambut Lentera seperti saat pemuda itu masih kanak-kanak
Andi ingin bertanya, 'bagaimana semalam, apa tidurnya anak Ayah lelap? Tara mimpi apa semalam? Tara sudah mandi? Ayo mandi bareng ayah'
Ya~ meskipun pertanyaan terakhir itu tidak pantas diucap, tapi sekedar tanya bagaimana Tidur Lentera semalam, rasanya lidah Andi sangat kelu.
"Ayo sarapan, Ayah yang bantu Mama masak lho, nak" Lita menggiring Lentera untuk ke meja makan, Andi di belakang mengekor istri dan anaknya.
Mereka sarapan bersama, selaras dengan keluarga kecil di rumah kontrakan sederhana.
Wulan bersama dengan Wita-- sang Ibu, memakan nasi uduknya sebungkus berdua. Dengan telaten Wita menyuapi anak gadisnya, tangan Wulan memegang satu bakwan sayur yang di bantu Wita untuk mencocol di saus kacang.
"Nanti jadi ya Bu kita ke taman itu?" Tanya Wulan kembali memastikan, kalau kali ini janji sang Ibu bukan janji bohong semata, seperti hari lalu.
Wita menghela napasnya perlahan, rasanya sangat jahat kalau ia membatalkan janjinya lagi. Wulan sudah sangat banyak berharap dapat keluar rumah, merasakan ramainya dunia meski hanya bias pendengarannya.
"Iya sayang, kita kesana ya setelah selesai sarapan" jawab Wita, kali ini ia tak mau memberi janji palsu lagi.
Mereka bersiap mendatangi taman hijau yang baru dibuka untuk umum, Wita memakaikan kacamata hitam untuk Wulan, sepanjang jalan tangan mereka tidak pernah terlepas. Wita sangat erat menggandeng tangan lembut Wulan, begitu banyak pikiran di otaknya
Mengapa anaknya harus merasakan ini?
Mengapa anaknya tak bisa dengan bebas melihat cantiknya bunga? Bahkan untuk wajahnya sendiri pun, Wulan tidak tahu.Pandangan Wita lama-kelamaan kosong, di sampingnya Wulan berjalan mengikuti kemana langkah kaki sembari tersenyum senang.
Pandangan Wita yang kosong, dan pikiran yanv berkecamuk membuatnya hilang fokus. Honda brio berwarna hitam melaju sangat kencang, klakson berulang kali berbunyi namun Wita masih belum sadar
Sedangkan Wulan malah bertambah riang, banyak sekali suara ramai yang biasanya hanya ia dengar lewat televisi.
Pada akhirnya, tabrakan tak terelakkan.
Wulan terguling saat tautan tangannya dengan sang Ibu terlepas, Wita berteriak melihat putri manisnya terbentur batu beton besar
Ia tak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya terseret mengikuti laju mobil yang akhirnya menabrak warung makan.
Tubuhnya terhimpit diantara etalase yang kacanya telah pecah dan diantara mobil yang ringsek.
Lentera melihat semua kejadian itu dibalik kemudinya, sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di hidungnya.
Lita berlarian tergopoh-gopoh, dibantu warga sekitar. Tangisnya pecah melihat mobil yang dikendarai putranya hancur, menabrak bagian dalam warung dan seorang wanita yang terhimpit.
^-^
Sambung kapan-kapan lagiii~
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Untuk Wulan
RomanceLentera Raditya, atau nama kecilnya, Tara. Lelaki 19 tahun yang tidak punya kelebihan apapun, bahkan dia selalu merutuki diri yang belum bisa menjadi kebanggan. Disaat teman yang lain menemukan bakat masing-masing, Tara masih sibuk keluar masuk ruan...