Faldhita #21

869 105 9
                                    

Maria menoleh ke arah meja berkursi tak jauh dari meja kasir. Dahinya berkerut. "Kamu enggak mau pulang, Fal? Sudah sore loh. Nanti Fal dicariin," tanya Maria pada sosok Fal, yang sudah bersemayam di toko barang antik miliknya sejak tiga jam yang lalu. Duduk bergeming. Ya, hanya duduk dan sibuk dengan gawainya.

Fal mengangkat wajah. Menatap Maria dengan sebelah alis menaik. "Kamu ngusir saya?"

Maria menghela napas. Jawaban yang sama sejak dirinya bertanya akan kepulangan seorang Faldhita Raditya. "Bukan ngusir ih. Terserah deh. Fal mau nginep di sini juga enggak apa-apa." Maria merutuk kesal dengan suara pelan. Sabar Maria ... sabar ...., gumamnya dalam hati.

Fal menyunggingkan senyum di balik masker, yang tetap dikenakannya. "Saya pulang kalau kamu pulang. Kamu kan, harus antar saya pulang juga."

Maria terngangah. Tak percaya dengan ucapan bernada santai dari Fal. "Lah kok jadi aku yang antar Fal pulang? Kan, Fal datang ke sini sendiri!"

Fal diam dan kembali fokus dengan gawainya. Maaf Aryani Maria, mulai hari ini kamu selalu dalam pengawasan saya, ujarnya dalam hati.

...

"Lo sekarang di mana, Aryani Maria?"

Maria menjauhkan gawainya. Sedikit terkejut dengan suara Fal, yang cukup keras. Gadis di seberang sana bertanya setengah berteriak atau lebih tepatnya membentak, bahkan saat Maria belum sempat mengatakan 'halo'.

"Aku lagi di toko, Fal. Kenapa?"

Tut ... tut ... tut ....

"Eh ...," gumamnya bingung saat nada sambungan terputus menjadi jawaban atas pertanyaannya. Maria mengendikkan bahu dan memilih untuk membuka pintu toko, yang belum sempat dibuka karena panggilan dari Fal.

Maria mulai membereskan toko. Meletakkan beberapa barang baru sebagai pengganti barang lama, yang telah laku terjual. Akhir-akhir ini, toko milik Ayahnya memang cukup ramai pembeli. Hal yang sangat disyukuri Maria, walaupun toko ini hanyalah tempat Ayahnya menyalurkan hobi akan barang-barang antik.

Cring ....

Lonceng berbunyi, tanda seseorang memasuki toko. Maria bersiap menerima pengunjung pertamanya hari itu. "Eh, Fal?! Kok ke sini?"

Fal berjalan menuju kursi di dekat meja kasir. "Kenapa? Gue enggak boleh ke sini?" tanya Fal dengan nada dingin seraya duduk di kursi. Menatap sekilas ke arah Maria dan meraih gawainya. Tak lama, Fal mulai sibuk dengan benda pipih itu.

Maria menghela napas. "Sabar, Maria. Ngadepin anak ajaib memang harus banyak sabar," gumamnya sepelan mungkin agar tak terdengar oleh Fal. Gadis itu memilih bergerak menuju bagian belakang toko. Sebagai tuan rumah yang baik, Maria merasa wajib menjamu tamunya, walaupun tamu itu datang tanpa aba-aba.

...

Fal memperhatikan Maria, yang tengah mengunci pintu toko. Langit sudah berganti gelap. Bulan sabit pun sudah muncul sejak dua jam yang lalu, namun Fal masih setia menemani atau lebih tepatnya mengawasi Maria, yang cukup sibuk hari itu. Perlu diingat,  keberadaan Fal masih sama, duduk diam dan sibuk dengan gawainya. Tak sekalipun gadis itu turun tangan membantu Maria.

"Ayo pulang. Fal pasti capek kan, duduk diam berjam-jam melototin hape," sindir Maria, yang kesal karena berulang kali Fal menolak saat diminta untuk membantunya.

Fal menaikkan sebelah alisnya. Paham akan penyebab kekesalan Maria. "Kenapa lo marah? Kenapa juga gue harus bantu lo? Memangnya lo gaji gue buat bantu lo? Kan, enggak. Jadi, gue punya hak menolak bantu lo."

Maria mendengus. "Terserah. Lain kali kalau Fal gabut terus enggak ada kerjaan, enggak usah main ke tempatku deh kalau memang enggak mau bantu aku." Maria melangkah lebih dulu menuju mobil antiknya.

Fal tersenyum dan menyusul Maria, yang berjalan setengah menghentakkan kaki.

...

"Sudah sampai. Selamat beristirahat, Tamu Tak Diundang yang ngeselin." Maria berujar begitu mobilnya berhenti di depan rumah Fal.

"Oke. Terima kasih." Fal membuka sabuk pengaman dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya menyodorkan gawai miliknya ke arah Maria.

Maria menatap bingung. "Fal ngasih hape Fal untuk aku?" Walau begitu, tangan mungilnya tetap menerima uluran gawai tersebut.

"Bisa tulis alamat rumah lo? Itu juga kalau lo mau."

Maria mengangguk kecil dan mulai menuliskan alamatnya di berkas catatan di gawai milik Fal. "Nih sudah," ujarnya seraya menyodorkan kembali benda pipih itu ke si pemilik.

Fal tersenyum seraya menerima gawainya lalu membuka pintu mobil. "Terima kasih sekali lagi. Lo pulang hati-hati. Kabari gue kalau sudah di rumah." Tanpa menunggu jawaban Maria, Fal bergegas masuk ke dalam rumah.

Maria terbengong mendengar kalimat terakhir Fal. "Yang tadi benaran Fal bukan sih? Jangan-jangan siluman monyet yang nyamar lagi. Ih ngeri." Maria bergidik ngeri dan bergegas pergi dari depan rumah Fal.

...

Fal duduk menopang dagu di atas meja makan. Gadis itu tengah menunggu Amira, yang tengah menyelesaikan masakannya. Sebuah senyuman terukir di wajah manisnya.

Mama Amira, yang tengah berjalan mendekati meja makan, mengerutkan dahi. "Kamu kenapa, Fal? Kok senyum-senyum sendiri"

Fal tersentak kaget dan segera menghapus senyumannya. "Enggak apa-apa kok, Mam. Lagi ingat kejadian lucu saja tadi," jawabnya dengan nada suara, yang jelas terdengar gugup.

Mama Amira menaikkan sebelah alisnya. "Yakin?"

Fal mengangguk cepat dan berdiri dari duduknya. "Ada yang bisa Fal bantu enggak?" tanya Fal seraya melangkah ke arah dapur. Berusaha menghindar dari Amira dan ekspresi curiganya.

...

Maria, yang sejak pulang mengantar Fal tadi terus bersungut-sungut dalam gumaman, tengah berdiri di depan wastafel dengan tangan penuh busa. Gadis itu tengah mencuci piring.

"Itu si Fal kenapa sih? Kelakuannya mencurigakan. Kayak bukan Fal. Sudah aneh, makin ngeselin juga. Salah minum obat apa, ya? Agak seram sih. Tiba-tiba nongol di toko, duduk diam berjam-jam. Memangnya enggak pegal, ya?"

Maria berbalik setelah menyelesaikan kegiatannya. Gadis itu tersentak saat mendapati Budi, Sang Ayah sudah berdiri di belakang dengan dahi berkerut. "Ayah ih, Maria kaget tahu. Ayah kenapa sih? Tiba-tiba ada di belakang Maria? Kalau mau minta tolong kan, bisa dipanggil dulu Maria nya. Jangan ngagetin."

Budi terkekeh ringan seraya menggusak surai milik Sang Putri. "Ayah yang harusnya tanya, kamu kenapa? Dari pulang tadi itu mulutnya ngomel terus. Lagi belajar rapal mantera atau gimana?"

Maria mencebik. "Maria lagi kesal sama teman Maria. Fal aneh banget hari ini, Yah. Pokoknya enggak kayak Fal yang biasanya."

"Mungkin mood dia lagi jelek. Oh ya, kapan-kapan ajak dia main ke sini. Ayah mau kenalan dengan temannya anak Ayah. Kamu kan, jarang mau berteman."

Maria tersenyum. "Nanti Maria ajak ke sini kalau Fal nya sudah balik normal. Takut tiba-tiba kumat pas ketemu Ayah."

Budi terkekeh. "Ya sudah, tidur sana. Besok kamu ada kuliah?"

Maria menggeleng. "Enggak ada, Yah. Aku paling mau di rumah, ngerjain tugas atau beres-beres rumah."

Budi mengangguk. "Besok Ayah ada urusan ke luar kota. Kamu enggak apa-apa kan, kalau ditinggal sendiri?"

Maria mengangguk. "Kan, sudah biasa, Yah. Lagian Maria sudah besar kok."

Budi mengangguk dan menggusak kembali surai milik Maria sebelum meninggalkan dapur.

...

Faldhita (GxG Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang