10.) Rumor Has It

1.2K 89 23
                                    

"Beneran. Mbak Firda yang bilang dia lihat pake mata kepalanya sendiri. Mereka berduaan, cuman berdua! Gak nyangka banget, ih. Wajah polos tapi beda sama kelakuan."

Aku tidak bermaksud menguping, tetapi suara mereka memang kedengaran dengan jelas. Khas gosip ibu-ibu komplek. Ketika aku sampai di dalam pantry, mereka berdua membalikkan badan dan menghadiahiku ekspresi terkejut.

Bu Rita dan salah satu karyawan yang tak kukenal namanya menatapku kaget. Mungkin merasa tak menyangka terpergok menggosip oleh karyawan magang sepertiku. Aku memilih tak ambil pusing. Kusapa mereka lengkap dengan senyum sopan santunku.

Kudengar salah satu dari mereka berdeham pelan ketika aku mengambil satu bungkus kopi. Lalu mereka berbisik di belakangku, entah lah, mungkin melanjutkan gosip.

"Ehm, Sonia, kamu semester tujuh, kan, ya?" tanya Bu Rita tiba-tiba. Kepalaku yang menunduk saat menuangkan sebungkus kopi beralih menengadah ke arah Bu Rita.

"Iya, Bu." Aku mengangguk pelan.

"Berarti umur kamu dua puluh satu, ya?" tanyanya lagi dengan raut wajah penasaran.

Sekali lagi aku mengangguk. "Benar, Bu."

"Ooh. Saya cuman mastiin aja, soalnya penampilan kamu kelihatan dewasa dari umur kamu," tukas Bu Rita lagi dengan senyumnya yang lebih terlihat seperti ringisan sungkan.

Deg.

Jadi gue kelihatan tua, gitu?

"Kaya gak tahu aja, Bu Rita. Anak jaman sekarang kan emang penampilannya lebih dewasa ketimbang di jaman kita. Hmm, kaya lebih berani gitu. Karakter mereka juga beda dari jaman kita masih muda dulu. Duh, jauuuh banget, Bu Rita, saya sampe heran deh sama kelakukan kids jaman now, gak habis pikir pokoknya," timpal ibu-ibu yang terlihat lebih muda dari Bu Rita. Nada suaranya mendayu dan terdengar bercengkok-aku tidak tahu kata yang tepat-seperti sudah didesain pandai bergosip.

Aku terdiam, tak ingin membalas perkataan ibu-ibu bermulut lincah itu. Aku mencium hal mencurigakan di sini. Kenapa dua orang ini tiba-tiba terdengar nyinyir kepadaku? Terlebih ibu berkerudung hijau muda terang yang tak kukenal namanya itu. Terus apa maksud Bu Rita 'cuma mastiin aja'? Memastikan apa? Aku benar-benar bingung. Memangnya kenapa kalau anak jaman sekarang kelihatan lebih dewasa? Terlebih lagi umur dua puluh satu tahun bukan lagi anak-anak, hei nyonya besar! Masalahnya apa? Toh tidak menganggu hidup mereka juga. Perkataan mereka pun tidak masuk akal jika ditujukan padaku yang sedang magang. Jadi aku harus berpakaian seperti apa selain pakaian kantor? Seragam SD? Seragam TK? Singlet dengan taburan bedak bayi di mukaku hingga terlihat seperti tuyul?

Udah lah, gak usah dibawa dalam hati perkataan ibu-ibu itu, ujar batinku tiba-tiba menenangkan pikiranku.

Tak berselang lama mereka pamit pergi dari pantry, meninggalkanku yang sibuk membikin kopi.

***

"Sonia, sini deh, bentar," ujar Mbak Ambar padaku seusai makan siang di kantin. Aku yang berjalan bersama Mbak Ratih pun menghentikan langkah kami. Mbak Ambar pun memutuskan untuk membawa kami duduk di bangku taman kantor yang teduh.

"Kamu udah tahu belum?" tanya Mbak Ambar tanpa basa-basi. Sontak aku dan Mbak Ratih saling berpandangan satu sama lain. Merasa kehilangan informasi penting hari ini.

"Ada gosip tentang kamu," lanjut Mbak Ambar.

"Gosip apa, Mbak?" ujarku dan Mbak Ratih secara berjamaah. Aku pun merasa deg-degkan setelah Mba Ambar mengatakan itu. Aduh, masalah apa lagi ini?

"Denger-denger kemarin minggu kamu jalan sama si bos besar di Mall," ujar Mbak Ambar dengan mata yang menyorot tajam.

Refleks, aku menutup mulutku dengan telapak tangan. Kenapa ada yang tahu kemarin aku pergi dengan Rafa, Dino, dan Nadia?

My Sister's FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang