8.) Another heart-to-heart Talk?

1.1K 89 21
                                    

Kak Ara semakin mengembangkan senyumnya. Semakin kesini semakin terpancar auranya. Dia adalah perempuan paling bahagia saat ini. Bagaimana tidak, sebulan lagi akan digelar acara lamaran untuknya. Bayangkan saja kau adalah dirinya, cantik, smart, anggun, dan memiliki calon suami idaman kaum hawa. Dia tidak menyebalkan lagi, sama sekali, tidak ada pertengkaran yang tercipta di antara kami, karena wanita dewasa yang tak lama lagi menikah itu berubah sangat sempurna!

Aku sendiri terkagum-kagum dengan sosok yang kini duduk di sampingku, menyetir mobilnya, berniat mengantarkanku ke kantor. Berita komplotan begal semakin ramai, bahkan tetanggaku hampir kena membuat Papa dan Mama khawatir denganku. Kak Ara sendiri yang bersedia mengantarkanku tanpa kuminta.

"Dari tadi nggak kedip, ada apa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.

"Bingung." Aku masih menatapnya.

"Bingung kenapa?"

"Emang semua perempuan yang mau kawin selalu berubah aneh, ya?"

Dia tertawa dengan lembut, "Menurut kamu aku aneh? Aku pikir kamu bakal bilang aku tambah mempesona. Dasar adik gelo."

Dia belum berubah ternyata. "Engga jadi nanya-nanya deh."

"Duh, aku kasih tahu ya wahai wanita jomblo kesepian, cewek yang mau nikah itu selalu membawa aura positif, dia akan semakin kelihatan cantik, dimulai dari manner-nya, lalu ke fisiknya. Dia semakin dewasa karena dia bakal menjadi seorang istri, lalu menjadi ibu. Tidak ada lagi tingkah kekanak-kanakan dalam kamusku, engga kaya kamu si tukang ngambek," jelasnya dengan lancar. Mendengarnya berbicara tentang 'istri' dan 'ibu' tiba-tiba membuatku merinding. Sesiap itukah ia membina rumah tangga dengan Rafa? Dia layak diberi nilai A+.

"Siapa juga yang ngambek. Ini namanya self-defense."

"Mana ada self-defense macam itu. Pantes aja gak ada cowok yang mau deket kamu lagi, mereka udah lari duluan sebelum dengar kamu ngomong jutek kaya gitu," cibir Kak Ara.

"Terima kasih atas nasehatnya, calon istrinya Rafa Dana Airlangga."

"Kamu hafal nama panjangnya?" Dia melirik kearahku.

Aku merasa tertohok dengan pandangannya. "Ya harus dong, dia kan bos-ku."

Dia malah terkekeh melihatku yang gelagapan. Aku menjadi terpojok layaknya tertangkap basah maling ayam.

"Gak usah nervous gitu. Dia laki-laki tertampan yang pernah kamu kenal, bukan?" godanya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Gantengan Nicholas Saputra!" bantahku dengan suara nyaring.

"Emangnya kamu kenal Nicholas Saputra? Akui aja, kakakmu ini emang jago dalam memilih calon suami." Ia melempar senyum kebanggaannya padaku yang semakin mengerut.

Entah bagaimana aku jadi merasa sebagai wanita paling tidak dicintai di dunia ketika bersama kakakku. Selama ini aku belum pernah merasa dicintai sangat menggebu-gebu oleh seseorang, termasuk mantan pacarku. Karena kisahku tidak mengenal ledakan kasih yang meluap-luap seperti Romeo kepada Juliet atau pun Gatsby kepada Daisy. Itu semua hanya rasa saling tertarik, suka sama suka, tanpa ada rasa saling melengkapi untuk membuat kekuranganku menjadi sempurna. Mana ada cinta yang merelakan segalanya demi kekasih? Semua itu rekayasa dongeng Disney. Aku mendengus kesal. Sepertinya aku semakin beraura jelek semenjak menjomblo, ckck.

Tapi aku melihat cinta itu di dalam mata Papa dan Mama, dan sekarang di kejernihan mata cantik Kak Ara. Dia mungkin saja akan menularkan virus cinta. Kepadaku.

Memikirkannya saja membuatku geli. Tidak, tidak. Aku sedang tidak ingin jatuh cinta, aku sedang tak ingin memiliki hubungan yang akan berakhir mengenaskan. Kalau kata Emma Watson, self-partnered. Aku hanya ingin sendiri dan menikmati waktuku. Ya, begitu lebih baik.

My Sister's FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang