E22: Gubuk Kecil

19 1 0
                                        

Mata melanjutkan perjalanannya, siaga, meski menikmati pemandangan. Jalan kemudian bercabang lagi. Satu mengikuti danau, dan satu menanjak ke atas. Aku bertanya ke Alz mau lewat mana. Tetapi dia malah menyerahkan semua lagi padaku.

Aku menghampiri tanda jalan. Memperhatikannya dengan detail, ternyata keduanya sama-sama mengarah pada destinasi yang sama, yaitu ke sebuah kota di ujung danau luas. Namanya Altenzeitz, Ibukota dari Kadipaten Furstendorf. Seperti yang diketahui, tempatnya tidak dikuasai raja, namun oleh adipati. Sedikit berbeda dengan raja, adipati memiliki posisi sendiri di antara bangsawan. Wilayahnya luas, memiliki daerah yang dapat dikendalikan langsung olehnya. Serta tidak benar-benar terikat oleh siapa pun.

Ada dua jenis kadipaten di Clayrien. Adipati otonom dan adipati bawahan raja. Umumnya banyak sekali dari adipati yang memiliki kekuasaan langsung seperti raja. Namun karena tidak diakui oleh kaisar setempat. Akhirnya mereka hanya bisa memerintah dengan gelar adipati. Untuk mengakali legitimasi dari kaisar ini, beberapa adipati menggunakan gelar alternatif, yaitu Adipati Agung dalam memanggil dirinya.

Meski begitu, umumnya kekaisaran tidak terlalu sering lagi mempengaruhi urusan penamaan sebuah gelar penguasa daerah seperti dulu. Itu semua kini hanya menjadi formalitas belaka. Sampai sekarang ada dua negara yang mengaku dirinya sebagai kekaisaran di Benua Clayrien, yaitu Kerajaan Astrafar, dan Kekaisaran Timur. Meski secara resmi, hanya Kekaisaran Timur-lah yang berhak memegang gelar kaisar di benua ini. Jadi, Astrafar kini lebih sering dipanggil sebagai kerajaan daripada kekaisaran. Faktor ini juga disebabkan oleh melemahnya Astrafar dibandingkan puncak kejayaannya di masa Reigen Agung.

Untuk mengganti suasana, kami memilih rute kiri dalam melakukan perjalanan. Rute kiri ini lebih menanjak, sepertinya juga lebih lama ada dibandingkan rute danau tadi. Agak curam, butuh sedikit usaha ekstra menaikinya. Alz melayang di udara, dan sampai duluan di atas. Dari sana dia lalu melambaikan tangan kepadaku, seakan pamer memiliki kemampuan seperti itu.

Aku pun menarik nafas, menguatkan dada, kemudian melepaskan energi dari sana. Berlari kencang, melompat, dan kini tiba di samping Alz. Dia kemudian hanya membuang muka serta melanjutkan perjalanan. Seakan tak terima dirinya dikalahkan.

Rute ini benar-benar berbeda. Dari atas, terlihat sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Danau luas terlihat jelas dari atas. Bentuknya sedikit melengkung, seperti huruf r yang bercabang sedikit di ujungnya. Hijau, putih, hamparan tanah terbentang luas. Aku benar-benar menikmati semuanya. Kami berjalan pelan, sambil diterpa angin yang tak karuan. Meski begitu ini memang sebuah pemandangan yang langka. Sebuah pemandangan yang tak bisa kau temukan kapan saja.

Berjalan, ladang bunga mulai terlihat. Alz tampak sangat senang dengannya. Dia memetik salah satu di antaranya dan membenamkan itu di dada. Bagai sebuah emblem, bunga itu tertanam di luar bajunya.

Aku menatap ke danau, tak bisa mengalihkan pandangan darinya. Berhenti sebentar untuk melihat ke sekitar. Di ujung barat danau, terlihat kota Altenzeitz yang berdiri kokoh di sana. Kotanya unik, terdapat di antara dua danau. Danau besar yang selama ini kita lihat, dan danau kecil yang berada di barat. Terdapat banyak ladang gandum dan haver di sekitarnya, topografinya dipenuhi oleh perbukitan curam, kecuali di sekitar kota. Mungkin sedari awal memang hanya sekitar daerah sana yang bisa dihuni, makanya mereka membuat kota di antara dua danau.

Kami terus berjalan, menyusuri jalur atas ini, jalannya semakin menyempit, namun meski begitu pijakannya tidak rusak. Dapat dinikmati dan dirasakan dengan baik. Walau aku ragu akan banyak orang yang memilih lewat atas dibandingkan menyusuri danau.

Turunan mulai terlihat, curam, penuh dengan batu meski ada anak tangga. Alz berjalan perlahan menuruninya, memperhatikan batu demi batu, memperhatikan langkahnya. Sedangkan aku hanya berjalan dengan mudah. Meninggalkan Alz di belakang. Dia komplain, berteriak kepadaku, lalu tiba-tiba terbang di udara dan kini di depan.

RattleheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang