Cooperate 4

15 3 7
                                    

Disini lah Nafisa berada, didalam ruang inap Sekar yang tampak sederhana. Dokter bilang, penyakit tipes sekar kambuh lagi, disamping pola makannya yang tidak teratur, sekar sering kali memfosir tubuh untuk terus bekerja, sehingga mengakibatkan melemahnya pertahanan tubuh. Dalam sehari, Sekar bisa mengerjakan beberapa pekerjaan sampingan jika ada orang yang membutuhkan jasanya, seperti mulai dari mencuci baju, membersihkan rumah atau membuat kue. Meski Sekar sudah mendapatkan pekerjaan tetap, yaitu OB di salah satu perusahaan, tak membuat Sekar menolak beberapa pekerjaan sampingan yang kerap kali berdatangan.

Tanpa sadar, air mata Nafisa luruh begitu saja. Nafisa merasa, dirinya tidak berguna. Nafisa menjadi beban terbesar Sekar. Disaat Nafisa menikmati dunia perkuliahan, tertawa bersama teman-temannya, ada Sekar yang berjuang sekuat tenaga untuk menyambung hidup mereka. Dulu, sebelum ayahnya meninggal, pekerjaan Sekar tak sebanyak sekarang, beban Sekar tak menggunung seperti sekarang, tapi, setelah Ayah Nafisa---Budi meninggal, semua beban beralih kepada Sekar.

Nafisa pernah memberitahu Sekar, bahwa ia akan berhenti kuliah. Tapi Sekar, berulang kali meminta Nafisa untuk tetap bertahan. Berulang kali meminta Nafisa untuk tetap memupuk semangat. Karena bagi Sekar menyekolahkan Nafisa sampai Perguruan tinggi adalah cita-cita bersama suaminya.
Sekar bilang, Nafisa harus bisa menyelesaikan kuliahnya, supaya Nafisa bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus, supaya Nafisa tidak merasakan apa yang selama ini Sekar dan Budi alami. Sejak saat itulah, Nafisa tidak berani untuk berhenti berjuang, Nafisa harus menyelesaikan kuliahnya, demi kedua orang tua dan mimpinya.

Meski Nafisa mendapatkan beasiswa, itu semua tak lantas membuat Nafisa tidak membutuhkan uang tambahan. Timbul cahaya di otak kecilnya, sepertinya mulai dari sekarang Nafisa harus mencari lowongan pekerjaan yang pas dengan anak kuliahan, supaya ia bisa mengirimkan uang kepada Sekar agar Sekar tidak mengambil beberapa pekerjaan tambahan.

Nafisa dengan segera menghapus air mata, disaat mata Sekar perlahan terbuka. Nafisa menguatkan genggamannya pada lengan Sekar.

"Kamu nangis ya Nduk?." Itu bukan suara Nafisa, tapi suara Sekar yang menggunakan panggilan orang Jawa, karena keluarga Nafisa merupakan keturunan orang jawa.

" Ibu Pasti kecapean ya? Ibu berhenti aja ya kerjanya, biar Fisa yang kerja" Ucap Nafisa dengan mata yang sudah berkaca-kaca, lagi.

Bukannya menjawab, Sekar malah memukul lengan Nafisa.

"Ngomong apa kamu itu. Gak usah mikirin yang aneh aneh toh. Fokus sama kuliah kamu aja. Ibu masih bisa bekerja."

" Tapi lihat, ibu malah masuk rumah sakit. Kata dokter, Ibu kelewat capek, jadi kambuh sakitnya. Udah, pokoknya Fisa mau nyari kerja aja." Sebenarnya ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat masalah pekerjaan, tapi jika bukan sekarang, maka susah untuk mencari momen yang pas.

" Ga ada orang yang gak pernah sakit Nduk. Ibu sakit mungkin karena dosanya ibu udah kelewat banyak, makanya Allah kasih ibu sakit, biar jadi penggugur dosa. Tugas kamu sekarang fokus kuliah, besok kalau kamu udah jadi sarjana, udah dapet pekerjaan, baru ibu bisa istirahat."
Ucap Sekar dengan senyuman. Sekar tahu, Seberapa khwatirnya Nafisa dengan kondisinya. Tapi, bukan berarti Nafisa harus bekerja, karena itu bukan kewajiban Nafisa.

" Tapi, ibu harus janji, pulang dari rumah sakit, ibu gak boleh ngambil pekerjaan tambahan. Nafisa khawatir loh Bu." Sambil menghapus air mata yang tiba tiba jatuh membasahi pipi. Nafisa menatap Sekar yang tampak pucat, kali ini Nafisa akan menuruti kemauan Sekar terlebih dahulu. Untuk soal pekerjaan sampingan waktu kuliahnya, Nafisa akan tetap mencari lowongan pekerjaan yang pas, setelah itu, baru Nafisa akan memberitahu Sekar.

" Iya Nduk. Kamu datang ke sini sendirian?"

Nafisa tiba-tiba teringat dengan kejadian bersama Galen di mobil tadi.

CooperateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang