Bagian 5

3 2 0
                                    

🎀🎀

Senjana membuka mata perlahan memfokuskan pandangannya pada langit-langit kamar. Ia bangkit dari posisi tidur dan mendudukkan dirinya di tepi kasur. Tidur siang kali ini terasa begitu nyenyak, tubuh Senjana kembali merasa segar. Senjana berdiri merenggangkan ototnya yang terasa kaku, kemudian beranjak keluar rumah mencari sinar matahari.

Matanya menyipit kala menangkap cahaya yang begitu menyilaukan. Di luar sangat terik dan panas, tidak ada seorang pun yang berlalu lalang. Di tengah hari seperti ini, mereka lebih memilih untuk bersembunyi di rumah menghindari panasnya matahari yang bisa membakar kulit.

Senjana kembali melangkah masuk, menghidupkan televisi menonton acara yang bisa melepas rasa bosannya. Jarinya terus menekan tombol pada remot control, sampai akhirnya dia menemukan saluran yang menayangkan acara komedi. Rasa bosan itu memudar, sesekali Senjana tertawa melihat tingkah mereka. Tangan Senjana bergerak meraih camilan yang berada di atas meja, dia memakan satu-persatu camilan tersebut.

Gadis itu terhanyut dalam tawa, dia memegangi perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa. Wajahnya memerah, air matanya terus keluar, tubuhnya melemas. Senjana menghentikan tawanya, mengambil napas dalam lalu menghembuskan nya perlahan. Acara telah selesai, dia melirik bungkus camilan yang berserakan di atas meja. Semua camilannya sudah ia habiskan dan tidak tersisa sedikitpun.

Kini berganti ke acara selanjutnya.

"Aku tahu, kalau tingkatan kasta antara aku dan kamu terpaut jauh. Itu cukup untuk membuatku sadar, kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Tapi, apa kamu tidak ingin mencobanya? Membujuk semesta agar bisa menyatukan kita. Jika tidak di kehidupan kali ini, maka meminta lah untuk kehidupan selanjutnya.''

Senjana terpaku menatap layar televisi, mendengarkan setiap kata menyedihkan yang terucap dari bibir sang gadis di dalam layar tersebut.

"Aku selalu meminta pada semesta untuk menyatukan kita. Tapi setiap manusia mempunyai takdir akan dirinya. Takdir kita kali ini adalah tidak saling menyatu, dan mungkin jika kehidupan selanjutnya itu ada. Aku tidak ingin dilahirkan kembali, bertemu denganmu adalah mimpi terindah yang tidak mau aku ulang kisahnya."

Tanpa Senjana sadari, air matanya menetes begitu saja. Mendengarnya saja sudah membuat sesak dadanya, bagaimana jika dia ada di posisi mereka? Manusia akan tunduk pada takdir, sekalipun itu raja yang berkuasa. Dan perbedaan kasta tidak mampu menautkan cinta yang sudah bersemi.

Senjana mengambil selembar tissue dari tempatnya, dia mengusap air mata dan hidungnya yang juga berair. Pikirannya terbawa alur cerita cinta yang menyedihkan membuatnya ikut merasakan sakit.

Jarum jam terus berputar, matahari telah sampai di titik barat. Hari mulai gelap, tapi Senjana belum berkutik dari tempatnya. Empat jam sudah gadis itu menatap layar televisi, setiap acaranya selesai dia akan mengganti saluran yang bisa menghiburnya. Suasana dan genre yang ditayangkan pun berbeda-beda.

Suara klakson mobil mengalihkan pandangannya, Senjana berdiri dari duduknya melirik ke arah jendela. Seorang pria membuka gerbang rumahnya. Itu Ayahnya. Senjana menatap jam dinding, matanya melotot kala jarum jam menunjukkan pukul 17.25 sungguh tak terasa menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Dia beralih menatap sekitar yang berantakan, tissue bekas dan bungkus camilan berserakan Ayahnya akan marah jika melihat rumah berantakan. Senjana bergegas merapikannya, mengambil satu-persatu sampah itu lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Senjana, Ayah pulang." Ayah Senjana membawa banyak bingkisan ditangannya.

"Sini, biar aku bantu bawakan." Senjana membawa sebagian bingkisan dari tangan Ayahnya.

Mereka meletakkan semua bingkisan itu di atas meja, Ayahnya segera merebahkan diri di sofa meluruskan tulang punggungnya.

"Ayah mau aku ambilkan minum apa?" Senjana memijat kaki Ayahnya.

Aku Bersamamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang