Bagian 8

6 2 0
                                        

🎀🎀

Pagi hari dengan udara yang masih terasa dingin. Senjana dan Ayahnya sudah bersiap dengan pakaian serba hitam, mereka ingin berkunjung ke makam Ibunya sekaligus Istri dari Ayahnya. Sebelum berkunjung, mereka mampir untuk membeli bunga yang nantinya akan ditabur di atas gundukan tanah. Setelah selesai membeli bunga, Ayah Senjana segera menginjak pedal gas beranjak dari toko bunga.

Sesampainya di sana, Senjana berjalan cepat menghampiri gundukan tanah yang terbalut rumput hijau dan batu nisan sebagai penandanya. Senjana berjongkok di samping makam Ibunya, dia mengelus lembut batu nisan itu. Ayah Senjana memimpin doa, membacakan tiap ayatnya dengan tulus. Senjana memejamkan matanya, mengaminkan doa yang terucap dari mulut Ayahnya.

Dua menit berlalu, Ayah Senjana mengucapkan salam sebagai tanda penutup doa. Kemudian menaburkan bunga yang tadi mereka beli ke atas gundukan tanah tersebut.

"Seharusnya kalau kita ingin berziarah, bagusnya dihari Jumat atau Kamis sore. Tapi karena Ayah pulang sore dan kamu juga sekolahnya pulang sore, kita jadi tidak punya waktu untuk berkunjung ke makam Ibumu selain hari Minggu." Ayah Senjana menatap gundukan tanah di hadapannya.

"Tidak apa-apa, Ayah. Anggap saja kita menghabiskan akhir pekan bersama Ibu," kata Senjana seraya tersenyum hangat.

"Ide bagus." Ayah Senjana tertawa kecil. "Setelah tamat SMA kamu ingin lanjut kemana?" tanya Ayah Senjana menatap Senjana di sebelahnya.

"Aku ingin kuliah dengan jurusan Psikologi. Ada universitas yang aku incar, semoga saja aku bisa berkuliah di sana," balas Senjana menatap ujung sandal.

"Pasti bisa, Ibu mu saja seorang perawat, kepintarannya pasti akan menurun padamu." Ayah Senjana meyakinkan.

"Bagaimana jika nantinya aku gagal masuk di universitas yang aku impikan?" tanya Senjana dengan raut cemas.

"Kamu saja belum mencobanya, masa sudah takut gagal duluan. Kalau tidak ingin gagal, belajar yang benar, sekolah yang rajin," tutur Ayah Senjana.

"Aku rajin tapi tidak pintar, mungkin nanti pintarnya," ucap Senjana dengan cengiran lebar.

"Doakan saja semoga Ayah diberi umur panjang, supaya bisa menemani kamu setiap hari." Ayah Senjana mengusap lembut pucuk kepala Senjana.

"Aku terus berdoa supaya Ayah memiliki umur yang panjang, sepanjang sungai Nil," gurau Senjana sontak mendapat cubitan gemas di pipinya.

"Kita sudahi sampai di sini saja, kaki Ayah pegal karena berjongkok terus." Ayah Senjana berdiri, melemaskan kakinya yang terasa sakit.

"Baiklah." Senjana ikut berdiri. Dia menatap makam Ibunya sebelum pergi.

Senjana dan Ayahnya melangkah pergi meninggalkan area pemakaman. Senjana berjalan di belakang Ayahnya, menatap punggung pria yang paling ia sayangi. Percakapan tadi membuat tekadnya untuk sukses dan menghindari kegagalan semakin besar, meski dia tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Entah itu kegagalan, keberhasilan atau justru kehilangan.

Langkahnya ia percepat, mensejajarkan dirinya dengan Ayahnya. Senjana menggandeng tangan Ayahnya, membuat Ayah Senjana menoleh terkejut. Senjana hanya tersenyum menghilangkan kecanggungan.

"Ayah, kalau aku sudah besar dan sukses, Ayah ingin aku belikan apa?" tanya Senjana menatap Ayahnya.

"Waktumu," balas Ayah Senjana, menimbulkan kerutan di dahi Senjana.

"Kenapa waktu? Aku bisa membelikan Ayah hadiah yang lebih mahal." Senjana menatap tangan Ayahnya yang menggenggam erat jari-jarinya.

"Waktu adalah hadiah paling mahal di dunia, Senjana. Sejujurnya waktu tidak bisa dibeli dengan uang. Namun, setiap anak pasti akan tumbuh lalu sibuk dengan dunianya sendiri, membagi waktu untuk bekerja, bermain, berkencan. Tanpa ia sadari, orang tuanya juga membutuhkan waktu untuk sekedar berbincang. Jika di masa depan kamu sudah sukses dan sibuk dengan dunia mu sendiri, tolong sisakan waktumu untuk berbincang dengan Ayah, ya. Menghabiskan waktu bersama, menceritakan hal yang kamu sukai dan tidak kamu sukai. Karena Ayah hanya memiliki kamu." Ayah Senjana tersenyum getir. Genggaman tangannya semakin erat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Bersamamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang