Bagian 6

2 3 0
                                        

🎀🎀

'Kamu tidak pernah gagal membuatku tetap dekat di sampingmu.'

****

Senjana membuka mata, menatap sekitar yang terlihat cukup asing baginya. Senjana menduduki dirinya di tepi brankar, menatap ujung kakinya yang terbungkus kaos kaki. Ia menghembuskan napas panjang, Senjana melewatkan jam pelajaran Bahasa Inggris peminatan. Padahal ia sudah bersusah payah mengerjakannya, alasannya terlambat juga karena tidur terlalu malam hanya untuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris. Tapi lihatlah sekarang, semuanya sia-sia.

Tubuh Senjana tersentak kecil ketika seorang laki-laki menyibak tirai yang menjadi pembatas antar brankar di UKS. Alam muncul dari balik tirai itu membawa sepiring nasi goreng, dia menatap Senjana yang terduduk di sana dengan wajah pucat.

"Kalau Ayah kamu tahu, bisa-bisa aku yang dimarahi." Alam menarik kursi yang berada di bawah brankar.

"Kenapa kamu yang dimarahi?" tanya Senjana menatap laki-laki di hadapannya.

"Karena sudah menghukum anaknya sampai pingsan di tepi lapangan. Harusnya kamu bilang, kalau kamu belum sarapan, nanti Pak Gugun akan memberi hukuman yang lebih ringan dari pada ini." Alam menyodorkan nasi goreng itu. Senjana menerimanya dengan senang hati. Padahal tadi pagi Senjana sudah berjanji akan mengabaikan Alam, namun kini niatnya hilang begitu saja.

"Sudahlah, sudah terjadi. Terima kasih nasi goreng nya." Senjana melahap nasi goreng itu.

Alam memperhatikan gerak-gerik gadis di depannya, membuat Senjana tidak nyaman diperhatikan seperti itu.

"Kenapa? Kamu juga belum makan?" tanya Senjana dengan mulut penuh nasi.

"Aku sudah makan, hanya saja ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiran ku. Tapi sepertinya sudah langsung terjawab." Alam berdiri dari duduknya.

"Apa?" Senjana mendongak, menatap tubuh tinggi Alam.

"Waktu aku menggendong kamu ke sini, tubuhmu seberat karung beras. Tulang punggungku hampir patah. Aku penasaran dalam satu hari kamu makan berapa kali, tapi itu, eh Senjana." Senjana menarik kacu yang melingkar di kera seragam pramuka Alam. Tubuh laki-laki itu sedikit membungkuk.

"Aku tidak seberat itu! Lagi pula aku tidak meminta kamu untuk menggendong ku ke sini," kata Senjana murka.

"Oh begitu, seharusnya tadi aku biarkan saja kamu terlentang di tepi lapangan. Menjadi tontonan para siswa," kata Alam menyeringai.

Senjana melepaskan kacu dari genggaman tangannya, menatap tajam Alam yang sedang merapihkan kacu miliknya.

"Aku sudah kenyang." Senjana menyodorkan piring yang tersisa nasi di atasnya.

"Habiskan, tinggal sedikit lagi." Alam melirik piring ada di tangan Senjana.

"Kamu saja, aku ingin masuk kelas." Senjana menaruh piring itu di atas brankar.

Senjana berdiri dari duduknya, memakai sepatu, lalu beranjak pergi meninggalkan Alam. Laki-laki itu segera mengambil piring bekas Senjana lalu menyusul gadis itu. Alam berlari kecil mengejar Senjana yang sudah berada di depan.

"Baiklah, aku minta maaf. Aku hanya bercanda, kamu tidak seberat itu," kata Alam menarik pergelangan tangan Senjana, membuat langkah mereka terhenti.

"Aku sedikit tersinggung dengan ucapan mu. Tubuh aku seberat karung beras, katamu? Kamu tahu karung beras itu beratnya berapa?" Senjana menghempas kasar tangan Alam.

"Berat karung beras itu bervariasi, Senjana. Yang aku maksud kan itu, karung beras yang beratnya lima puluh kilogram. Bukankah itu berat yang ideal?" kata Alam berdalih.

Aku Bersamamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang