Bagian 4

1 2 0
                                    

🎀🎀

Bulan yang tak sempurna menunjukkan dirinya paling terang ditengah sunyi nya malam. Mengalahkan indahnya gemerlap bintang.

Suara klakson mobil membuyarkan kesunyian malam pada saat itu. Senjana yang tengah duduk di kursi teras rumah segera berdiri dengan hati yang gembira. Dia membuka pintu gerbang dengan senyum yang merekah berharap kalau Ayahnya yang berada diluar kota tiba malam ini. Tapi sayangnya, harapan itu tidak bertahan lama. Mobil itu masuk ke halaman rumah Alam. Kemudian dua orang keluar membawa satu koper besar. Alam menyalami salah satu wanita paruh baya dan melempar senyum ramah pada gadis yang membawa koper besar tersebut.

Alam segera membawa mereka masuk bertemu Ayah dan Bundanya. Setelah itu kembali ke halaman untuk menutup gerbang, tapi niat itu harus ia urungkan ketika melihat Senjana dengan piyama merah muda berdiri di pintu gerbang memperhatikan ke arahnya.

Senjana menghembuskan napas gusar, menatap Alam dari kejauhan.

"Sedang apa kamu disitu?" tanya Alam membuyarkan lamunan Senjana.

"Aku sedang berdiri mengawasi mu!" ucap Senjana memicingkan matanya.

"Sepertinya Ayahmu tidak pulang malam ini, aku tidak melihat siapapun di rumahmu kecuali perempuan yang berdiri di belakangmu. Apa dia saudara yang dibawa ayahmu untuk menemanimu malam ini?" Alam bersedekap dada, menyenderkan badannya pada dinding di sebelahnya, wajahnya serius menatap sesuatu dibalik tubuh Senjana.

"Kamu pikir aku akan percaya dengan omong kosong mu? Dirumah ini hanya ada aku, tidak ada yang lain." Senjana menunjukkan kepalan tangannya, bersiap memukul Alam agar laki-laki itu berhenti menakutinya.

"Lalu siapa perempuan di belakangmu?" tanya Alam masih dengan wajah seriusnya.

"Bayanganku! Jangan coba-coba untuk melontarkan omong kosong lagi, atau aku akan memukulmu." Senjana meluncurkan tinjunya pada angin.

"Baiklah, aku akan diam. Biasanya kamu akan langsung percaya dengan omong kosong ku. Tapi, apa kamu tidak takut sendirian malam ini? Siapa tahu ditengah malam ada bayangan putih yang berdiri di balik tirai kamarmu. Bukankah itu menakutkan, Senjana?" Alam bergidik ngeri, membayangkan hal tak terduga.

"Aku tidak mendengar apapun!" Senjana menutup kedua telinganya, dia masuk ke dalam rumah meninggalkan Alam yang tertawa puas.

"Hati-hati, Senjana!" teriak Alam. Melihat pintu gerbang Senjana yang sudah tertutup, Alam melangkah masuk menyambut tamu yang sudah tiba.

Purnama semakin tinggi keberadaannya, udara malam semakin menusuk kulit dipadukan dengan suasana malam yang sunyi. Waktu menunjukkan pukul 23.34 dimana setiap manusia sudah berada pada alam bawah sadarnya. Sedangkan Senjana, dia masih terjaga dibalik selimut tebalnya, mencoba untuk terlelap. Ucapan Alam membuatnya terjaga hingga larut malam, dia ketakutan, tidak ada siapapun yang bisa menemaninya saat ini.

"Senjana, apa kamu percaya dengan omong kosong yang keluar dari mulut laki-laki itu? Tentu saja tidak, kan. Kamu tidak sebodoh itu. Baiklah, cukup tutup mata, jangan bayangkan apapun, tidak ada apa-apa di luar sana." Gadis itu bermonolog, berusaha menenangkan dirinya. Senjana menutup matanya perlahan, merasakan kantuknya yang tak kunjung datang. Tidak sampai satu menit, mata Senjana kembali terbelalak, ucapan Alam sudah tertanam di pikirannya.

"Sial, sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang."

***

Di Ufuk timur sudah terlihat sepercik cahaya matahari pagi, menimbulkan warna warni yang biasa disebut sunrise. Dalam sekejap, cahaya itu menyebar ke seluruh bagian dunia, menciptakan penerangan dan manfaat bagi makhluk bumi. Sisa-sisa embun masih terlihat, menjadi satu dengan kepulan asap kendaraan yang sudah mulai beroperasi. Kota kembali dipadati oleh manusia yang sibuk mencari mata pencaharian, seperti berdagang dan sebagainya. Tidak ada kata libur bagi mereka.

Aku Bersamamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang