"Gue juga sering nangisin takdir kok."Habie, sosok yang paling kelihatan ceria dan tidak memiliki masalah apa-apa adalah orang pertama yang berujar pasca ketiganya memutuskan untuk duduk di taman belakang rumah Dion dengan beralaskan tikar.
Sejak pulang sekolah tadi tiga asolole benar-benar menuruti keinginan Dion untuk menginap di rumah pria itu sementara waktu.
Sebuah rumah kecil dengan halaman dan taman belakang yang luas. Ada dinding-dinding tinggi yang mengelilingi rumah bergaya minimalis itu. Di depan rumah, ada kebun dengan berbagai macam sayur dan buah-buahan sedangkan di bagian belakang hanya ada hamparan tanah yang ditumbuhi rumput serta sepetak kecil lapangan basket yang Dion kerap gunakan untuk melepas stres.
Katanya, teman-teman Dion yang sebelumnya dikenalkan kepada ketiganya bakal ikut menginap juga.
"Kehilangan tuh, 'sempat'nya udah selama apa pun, bakal tetep sakit kalau disenggol," katanya lagi.
Nolan yang berbaring sambil menatap hamparan langit malam yang dihiasi sedikit bintang, menghembuskan napas berat. "Gue ngerti rasanya. Padahal, kadang ya kehilangan itu yang terbaik buat keadaan. Tapi gue masih aja nggak ikhlas. Kayak... gimana ya kalau papa sedikit aja bisa cinta sama mama, gimana kalau mereka akhirnya bahagia nyambut kelahiran gue, pertahanin semuanya dan nggak pisah dengan cara yang buruk kayak gitu."
Ari yang posisinya duduk di sisi paling kiri sebelah Nolan itu tersenyum sembari melirik kedua sohibnya. "Tiap denger lagunya Fiersa Besari sama Feby Putri yang 'Mereka bilang syukurilah saja,padahal rela tak semudah kata' tuh rasanya ngena banget," kata Habie lagi.
"Ah, udah dong! Gue nangis nih dikit lagi!" pinta Ari sembari tertawa ringan. "Gue bersyukur banget tau ketemu sama kalian." Gadis itu merekatkan jaket yang ia kenakan karena merasa angin mulai bertiup dengan suhu yang lebih dingin dari sebelumnya.
Kemudian sebuah rangkulan Nolan berikan kepada dua yang lebih muda. Habie dan Ari menoleh ke arah bocah itu, tapi ia malah diam dan kembali menatap langit malam dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.
"Lo kenapa dah?"
"Gajelas banget, bocah!"
Nolan terkikik heboh.
"ANAK-AN—loh kalian ngapain di situ?"
Nolan, Habie dan Ari menoleh ke arah belakang. Seorang wanita muda yang selalu berpenampilan semiformal itu berdiri di depan pintu sembari menatap ketiganya aneh.
Joya, jurnalis senior yang juga kawan baik Dion. Mendengar tiga bocah itu akan menginap, Joya juga memutuskan untuk ikut menginap karena tau jika tidak begitu Ariana nanti bakal jadi satu-satunya perempuan dan itu tidak baik. Meski ia tau temannya tidak akan macam-macam dilihat dari bagaimana hubungan mereka, tetap saja itu tidak baik!
"Memandang hamparan bintang yang tidak akan bisa kuraih, sini ikut Kak!"
Mendapati jawaban puitis dari mulut Habie, Joya bergidik ngeri. Wanita itu berjalan mendekati ketiganya. "Tidur! Kalian ini besok masih harus sekolah. Mana dingin banget gini, nanti masuk angin!" Joya melipat tangannya di depan dada dengan gaya angkuh yang tidak begitu cocok dengannya.
"Apasih, Kak? Kayak emak gue aja Lo," balas Habie lagi.
"Whatever. Bangun, sekarang!" Joya menarik tangan Habie dan Ari hingga bocah itu berdiri, yang Nolan ikuti mau tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shades [Selesai]
AbenteuerBenar kata orang, bahwa tidak selamanya rumah berbentuk bangunan. Habie, Nolan, dan Ari. Dari jalan cerita yang berbeda, mereka bertemu dalam semesta ini. Bersinggungan sesaat hingga menyadari bahwa mereka sama-sama sempat kehilangan rumah. Sempatny...