06 : Tamu Tak Diundang

641 51 15
                                    

[Gusion]

Berminggu-minggu setelahnya suamiku tak kunjung pulang. Membuatku bertanya-tanya gerangan apa yang ia lakukan. Sempat beberapa kali aku mencoba menghubunginya namun teleponku tak pernah diangkat.

Untuk mengisi waktu luang aku mulai rajin merawat bunga-bunga di kebun rumah Bangsawan Paxley yang luas ini. Dibantu Milie pelayanku yang setia, kami menanam rumpun bunga mawar dan beberapa petak bunga matahari.

"Yang ini warnanya biru Tuan Nyonya" ucap Milie sambil membaca tulisan di bungkus benih bunga.

"Oh ya? Tanam yang banyak! Bagus banget pasti. Aku suka warna biru" ungkapku antusias.

"Ah Tuan, sini sama saya aja" Milie bergegas hendak merebut wadah berisi pupuk organik.

"Gapapa. Biar aku saja" aku menahannya dan memakai sarung tangan lalu mulai memupuk petak bunga matahari. Kami bekerja sama sambil mengobrol dan bercanda tentang banyak hal hingga tak terasa hari mulai sore.

"Kalian sedang apa?"

Aku mendongak saat ada suara charming menyapa telingaku.

"Oh Tuan Muda Paxley" aku bergegas berdiri dan membersihkan tanganku yang belepotan.

"Hei kenapa memanggilku tuan, kakak ipar" pemuda berambut merah menyala bermata biru itu tertawa renyah. Aku mengenalinya sebagai Orion Paxley, adik lelaki suamiku.

"Oh... Hehe" aku tertawa canggung.

Orion berjongkok dan mengamati hasil kerjaku.

"Kau menanam apa, kakak ipar?"

"Mawar biru"

"Wah... Kebetulan sekali" ia mengangguk. "Nah kau bisa mulai bekerja sekarang"

Aku menoleh dan baru sadar Orion tidak datang sendirian melainkan bersama seorang pemuda lain berambut coklat panjang.

"Dia melamar jadi tukang kebun di rumah kakek tapi karena di sana tak ada lowongan kakek menyuruhku membawanya ke tempat kakak ipar. Tidak apa-apa kan kalau dia bekerja di sini?"

"Oh tentu tidak apa-apa. Silahkan" aku menyapa si tukang kebun ramah. Ia langsung menyisingkan lengan baju dan mulai membantu Milie yang tampak terpesona membereskan peralatan berkebun kami.

"Baiklah kalau begitu aku pulang"

"Mari aku antar" aku bergegas menemani Orion berjalan ke depan.

"Terima kasih" aku membungkuk padanya saat ia masuk ke dalam mobilnya.

"Astaga jangan terlalu formal padaku. Kita kan keluarga sekarang. Haha... Bye kakak ipar" ia melambai ceria dan aku membalasnya.

Wah... Dia ceria sekali. Sungguh berbeda dengan kakaknya.

Baru saja aku membatin demikian mobil Tuan Aamon terlihat memasuki gerbang rumah.

Aku tetap berdiri menunggu suamiku keluar dari mobil. Tapi ternyata... Ia tidak sendirian. Kekasihnya yang rambut ungu itu ikut turun dari mobilnya. Membuat senyuman di wajahku menghilang.

"Kamu mau apa ke sini?" tanyaku datar.

Ling menatapku dari atas sampai bawah dengan tatapan menghina. Lalu hidungnya mulai mengendusku dengan kurang ajar.

"Ih bau apa sih lu. Bau banget" ia menutup hidungnya. Aku baru sadar memang bajuku kotor terkena tanah dan tanganku masih belepotan pupuk organik.

"Sayang ayo" panggil suamiku.

Ada sesuatu yang aneh di dadaku. Entahlah. Mendengarnya memanggil "sayang" pada omega lain, rasanya... Tidak benar.

"Tunggu" aku menahan lengan Ling.

"Ih lepasin. Ckk" Ling menarik lengannya dan mengibaskannya jijik.

"Alpha, kenapa kau membawanya ke sini?" aku memberanikan diri bertanya pada Tuan Aamon. Bagaimana pun seorang alpha yang sudah menikah membawa omega lain pulang itu tidak baik.

Ling mendengus dan bergelendot manja di lengan suamiku.

"Sayang ihh... Usir aja sih dia" rengutnya.

"Ya... Nanti. Sabar ya" Tuan Aamon merangkul pinggang ramping omeganya. Lalu menatapku tajam.

"Mulai hari ini, kekasihku tinggal di sini"

"Apa?!" aku melongo tak percaya. Omong kosong macam apa ini?!

"Kenapa? Ga suka?" ejek Ling sambil menatapku sinis. Ingin rasanya aku menarik tangannya agar tak terus gelendotan begitu sama suami orang.

"Udahlah sayang tidak usah pedulikan dia. Ayo" ajak Tuan Aamon. Ia menggandeng kekasihnya masuk rumah. Aku mengejarnya dan menatap mereka tak percaya. Tuan Aamon mengajak Ling naik dan masuk ke kamarnya. Kamarnya, yang aku sebagai istri sahnya saja dilarang masuk.

"Maaf permisi"

Aku terlonjak saat ada pelayan yang membawakan koper-koper besar. Mungkin punya si Ling, dibawa ke lantai atas.

"Astaga.. Tuan Aamon kenapa sih. Aneh banget"

Milie yang entah sejak kapan ada di sampingku geleng-geleng kepala melihat kelakuan tuannya.

"Sabar ya Tuan Nyonya" ucapnya. Tampak kasihan.

Aku tak berucap apa-apa dan kembali ke kamarku. Perasaanku tidak karuan.

***

Hari berikutnya aku bangun pagi seperti biasa. Selesai mandi dan beres-beres kamar aku langsung menuju dapur untuk memasak.

"Biar aku saja" aku meraih nampan sarapan Tuan Aamon yang akan dibawa pelayan.

"Tidak apa-apa Tuan Nyonya, saya saja" tolak si pelayan halus.

"Aku saja" aku bersikeras.

"Baik" si pelayan akhirnya menyerahkan nampannya padaku.

*

Tok. Tok

Aku mengetuk pintu kamar suamiku.

"Masuk"

Aku membuka kamar dan hanya melihat Ling di tempat tidur.

"Mana Tuan Aamon?" tanyaku sambil meletakkan nampan di nakas. Berusaha tegar walau rasanya dada ini panas melihat omega cantik itu berpakaian serba minim di ranjang suamiku.

"Lagi mandi" jawab Ling sekenanya lalu beranjak mengambil roti yang kubawakan.

"Aku ga suka susu. Bawakan teh" perintahnya.

"Bawa saja sendiri" tukasku.

Ling terkekeh dan menatapku dengan tatapan menghina.

"Ya udah sih. Lu anggap aja lu tuh pelayan di sini. Masih untung ya omega kampungan kayak lu bisa tinggal di rumah mewah. Udah sana, ambilkan teh. Cepet!"

Aku mendengus namun tak urung turun lagi membawakan teh.

Namun saat aku kembali dan membuka pintu kamar yang tak dikunci, aku melihat... Tuan Aamon yang hanya mengenakan handuk dengan rambut basah berciuman dengan Ling.

Aku menutup kembali pintu kamar mereka.

"Ini. Ambil saja" aku menyerahkan teh pada tukang kebun yang sedang berdiri dekat tangga dan berlari masuk ke kamarku.

.
.

TBC




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

➡️ Unwanted MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang