Sekarang pukul sembilan malam, yang dimana masih terlalu dini untuk pulang ke rumah. Stella dan Charisa sejak tadi sudah duduk disini selama, mungkin 2 jam. Mereka memang sepakat untuk bertemu hari ini sebab Stella ingin membicarakan banyak hal, salah satu nya tentang Erland Raka, alias suaminya.
"What the actual fuck?!?!"
Charisa mengumpat heboh saat Stella mengungkapkan fakta bahwa ia sudah dua kali ini menyebabkan nyawa Erland dalam bahaya.
"Nggak sepenuhnya salahku!" sangkal Stella malas sambi meneguk martini nya.
"Holy crap. You better tell me, all of that things you've done to him!" Ucap Charisa benar-benar ingin tahu kegilaan sahabatnya ini.
"Yang pertama itu nggak sengaja. I randomly wanna go to the Dufan, but then I realize that I have no one to accaompany me. And I text him, suprisingly he agree with me." Ujar Stella memulai cerita nya.
"Selain aku pengen ke Dufan, I also want to know more about him. I know that he's sick and pathetic, tapi aku pengen tahu lebih seberapa lemah fisik nya. As you know lah ya, sepanas apa Dufan. Dan bener aja, he's burn like Vampire! Kulit nya langsung merah-merah. And you already know what happened next. He's collapsed, and I'm glad bisa bawa dia ke RS terdekat, kalau nggak mungkin dia bisa meninggal saat itu juga." Kata Stella dengan nada naik turun sesuai dengan emosi yang ia rasakan.
"You're so dumb, I know that you curious about him. And I know you also hate him so freaking much but not like that! Kamu bisa ngebunuh dia!" Ujar Charisa sambil menonyor kepala Stella.
"Apple cider." Sebut Charisa pada bartender.
"Sex on the beach." Ujar Stella.
"I didn't mean to do it!" Stella berusaha membela diri nya sendiri.
"Then what was his response?" Tanya Charisa penasaran atas respon apa yang Erland berikan pada seseorang yang hampir merenggut nyawa nya.
"Does he mad?"
Stella menggeleng. "He said it's fine. Dia nggak marah sama sekali?" Ujar Stella.
Charisa yang mendengarnya makin geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan kelakuan gila sahabat nya ini.
"Then the second one?"
"It's happend after we married. Malem waktu kejadian itu." Ucap Stella.
"So you guys doesn't had any sex yet?" Tanya Charisa kaget.
"I hate him! How can I do that?" Kata Stella tak habis pikir.
"Siapa tahu abis having sex rasa benci kamu ke dia jadi ilang?" Charisa tertawa sambil memukul-mukul meja saat mengucapkannya sementara Stella hanya menatap nya aneh.
"It could be good tho. But, no. Big no." Ucap Stella menolaknya mentah-mentah.
"Dia habis mandi, dan karena aku sumpek di kamar nya plus aku benci banget sama dia jadilah aku turun ke bawah. But I don't know why he's stopping me, out of nowhere. Aku jelas nggak terima, dan cekcok lah kita disana. I pushed him until he fall, lemah banget kan?" Stella melanjutkan cerita nya yang sempat tertunda tadi.
Charisa melotot kaget. Stella memang gila. Dan jahat. Tidak salah orang-orang sering menyebutnya Evil Witch.
"Setelah aku turun dan ngobrol bentar sama Mama and Mommy and other family member, aku naik lagi keatas karena takut nya dia kenapa-napa, and I was right. Dia bengek, jantung nya kumat dan mimisan." Lanjut nya.
Charisa mendengarkan dengan seksama. Dan reaksi nya benar-benar sesuai dengan prediksi Stella, heboh.
"Separah itu?" Tanya Charisa.
"Iya. Dan kondisi nya nggak baik-baik aja at that time."
Stella terdiam sebentar. Kepala nya mulai sedikit pening sebab minuman yang ia konsumsi. "Kenapa dia nggak takut sama aku ya?"
Charisa menoleh. "What do you mean?"
"Aku hampir ngebunuh dia twice, and he still act like there's nothing happend." Kata Stella takjub juga dengan keberaniaan Erland.
Cerita nya sambil menghabiskan sex on the beach milik nya dan bergegas untuk segera pulang.
Tadi Erland mengirimi pesan text supaya Stella sesegera mungkin pulang sebab Erland sudah memasak untuk dinner mereka nanti. Stella tentu saja tidak peduli, mau sudah memasak, ataupun tidak memasak sekalipun ia tidak peduli sama sekali. Ia memang kebetulan ingin pulang sebab sudah lelah seharian ini berada di luar.
"I'm off ya Char! Take care, baby." Pamit Stella sambil cipika cipiki bersama Charisa.
"Iya, kamu hati-hati juga! Dijemput or ojol?" Tanya Charisa.
"My driver."
***
"Estella, you're home." Sambut Erland hangat, ia juga menebarkan senyuman lembut untuk Stella.
"Ssstt. Shut up." Balas nya dingin lantas ikut duduk di sofa, di sebelah Erland.
"How was your day going, Es?" Tanya Erland melayangkan tangan berniat mengusap puncak kepala Stella namun buru-buru di tepis olehnya.
"Stop acting like you care." Sinis Estella makin berani. Ia harus membuat Erland takut dan menjauhi nya.
"I do, I care about you." Tukas Erland menatap kedua manik mata Stella dengan berani, membiarkan mata coklatnya tenggelam pada mata gelap Stella.
"Erland, kamu tahu secara teknis dua kali aku membuat kamu collapse sampai hampir mati,"
Erland mendengarkan dengan seksama pembicaraan Stella, lantas kepala nya pun mengangguk membenarkan. "Lalu?"
"Apa kamu nggak takut kalau aku benar-benar akan membunuh kamu suatu hari nanti?"
Pertanyaan Stella benar-benar mengerikan dan diluar nalar. Erland beringsut menatap sang lawan bicara namun ia tak kunjung mengucapkan sepatah kata apapun yang membuat Stella semakin dilanda rasa penasaran tentang apa yang akan menjadi jawaban dari Erland. Kedua bola mata mereka masih beradu, Stella seperti tenggelam dalam mata teduh nan indah milik Erland, sadar dengan apa yang dilakukan Stella buru-buru buang muka.
"Aku takut," suara dengan nada rendah itu, Stella mendengarkannya dengan seksama. "Tapi aku lebih takut kalau nggak berada didekatmu." tutur nya dengan nada desperate.
"Kamu bodoh."
Bukannya marah ataupun jengkel Erland malah mengangguk. "Iya, bodoh."
"Kamu jangan bodoh karena cinta Erland. Love is stupid things." Kelakar Stella, wanita itu juga tertawa.
Mungkin menertawakan Erland yang terlihat bodoh karena hal tidak rasional bernama cinta. Namun Erland cuek saja, dan merespon dengan tenang. "Tapi kamu punya pacar,"
Tawa merdu wanita itu mengudara. "Well, it's just for fun."
"Kamu jangan terlalu main-main Estella." Tegur Erland memberi peringatan karena menurutnya kadang Stella ini kelewatan.
"I love to playing games." kata nya acuh tak acuh.
"Estella, I always care about you."
Stella yang mendengar penuturan dari Erland pun menyunggingkan senyum kecil. "Well, thanks?"
"Tapi Erland, perasaanmu adalah urusanmu, that's none of my business remember that."
Erland jelas sangat paham akan hal itu, perasaannya biarlah menjadi urusannya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya membuat Stella juga balik mencintai nya. Erland juga tahu pasti itu bukanlah suatu hal yang mudah namun setidaknya biarkan ia berusaha, he will do anything for her, anything.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall
Romance"I do. I always have another option to choose." Stella jelas menolak untuk menikahi pria penyakitan dan pathetic seperti Erland. Tidak mungkin kan, ia harus menghabiskan waktu nya untuk menjaga dan merawat si pathetic itu? Tapi kata penolakan tidak...