04

4 2 0
                                    

April.

Akhirnya kehidupanku sebagai pelajar SMA dimulai.

Aku berangkat lumayan pagi karena takut aku akan memakan banyak waktu mencari kelasku. Ketika aku tiba di kelas, sudah ada 4 siswa lain juga. Salah satunya adalah siswa flamboyan yang ikut menghadap Present Mic sebelum ujian kemarin. Kalau tidak salah, dia harus menggunakan alat di perutnya agar quirknya bisa digunakan dengan baik.

Dia duduk paling depan dekat pintu kelas, berarti dia nomor absen 1. Tempat duduk diurut berdasarkan nomor absen. Aku dapat nomor absent 15. Dengan kata lain, aku duduk di bangku paling depan yang langsung berhadapan dengan guru. Wow.

15 menit kemudian, hampir semua murid sudah tiba. Hanya tinggal 3 bangku saja yang kosong, dua diantaranya ada di belakangku.

Aku sudah berkenalan dengan beberapa orang. Ada Kirishima Eijiro, Shouji Mezo yang duduk di sampingku, Jiro Kyoka dan Kaminari Denki. Mereka semua sangat baik dan ramah.

Pintu kelas tiba-tiba dibuka dengan sangat keras. Pemuda pirang jabrik dengan wajah merengut masuk berjalan dengan angkuh. Dia melihat ruang kelas terlebih dulu, mungkin mencari bangkunya, lalu kembali melangkah.

Laki-laki itu berhenti tepat di belakang bangkuku. Dia menghempaskan bokongnya di kursi dan menaikkan kakinya ke meja.

Tindakannya itu membuat laki-laki berkacamata datang menghampiri dan menegurnya.

"Hei! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau meletakkan kakimu di meja?!"

Laki-laki jabrik hanya mengabaikannya.

"Apa kau tidak dengar? Jangan letakkan kakimu di meja!"

Dua laki-laki itu saling adu mulut dengan suara yang keras. Aku yang ada di depan mereka mulai merasa telingaku berdengung. Aku ingin menegur mereka, tapi takut nanti malah masuk ke pertengkaran mereka.

Adu mulut itu akhirnya berhenti ketika laki-laki berkacamata, Iida Tenya dari SMP Elit Soumei, melihat laki-laki berambut ikal hijau masuk ke dalam kelas.

Ah, aku jadi ingat. Iida Tenya adalah laki-laki penuh percaya diri yang berani bertanya saat ujian bulan lalu. Dan laki-laki berambut hijau itu adalah orang yang ia tegur karena berisik kalau tidak salah.

"Kalau kau ingin mencari teman, pergi ke tempat lain saja." Suara berat dari arah pintu masuk menghentikan pembicara Iida, Midoriya dan seorang anak perempuan di depan kelas, juga menyadarkanku dari lamunanku.

Pria itu keluar dari kantung tidur kuning miliknya dan memperkenalkan diri. Dia adalah wali kelas kami, Aizawa Shota. Wali kelas kami juga menyuruh kami untuk mengganti baju dengan baju olahraga dan berkumpul di lapangan.

.

.

.

"Tes penilaian quirk?"

Aizawa-sensei mengumumkan kalau kami akan melakukan tes daripada mengikuti acara orientasi.

"Kalian adalah calon pahlawan. Semua orang bergantung pada kalian nanti. Tidak ada masa untuk bermain. Yang ada di posisi terakhir, akan dikeluarkan."

Wajar saja perkataan Aizawa-sensei membuat semua orang terkejut. Baru hari pertama masuk sekolah, kami bahkan belum mengenal guru, teman kelas dan lingkungan sekolah, tapi kami bisa saja dikeluarkan?

"Dikeluarkan?! Bukannya itu terlalu kejam? Kami baru saja masuk SMA!" perempuan yang tadi pagi berbincang dengan Iida dan Midoriya di depan kelas tadi menyuarakan pertanyaan kami.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, kalian adalah calon pahlawan. Semua orang akan bergantung pada kalian. Kejahatan egois dan bencana alam tidak ada yang tahu kapan akan datang akan membuat keadaan menjadi kacau. Kalian yang akan menjadi penenang mereka. Jika kalian tidak kompeten, kepada siapa mereka akan bergantung?"

Two hearts for Us (BNHA Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang