Figuran 4 : Protagonis (2)

157 12 1
                                    

[°°°]

Dua hari setelah weekend hari ini hari Selasa yang dimana di hari ini kelas Eva akan mengikuti pelajaran olahraga. Entah jenis olahraga apa yang akan di lakukan, yang penting Eva turut serta walau malas setengah mati.

Seluruh pelajar dari kelas Eva sudah berkumpul di lapangan. Beberapa diantaranya bergerombol entah membahas apa.

Eva sendiri, yang gadis dengan pakaian olahraga lengkap itu lakukan hanya duduk selonjoran di bawah pohon berdaun rindang yang memang tumbuh dan dirawat di pinggir lapangan outdoor sekolah.

Jika tidak ingat tempat sudah dapat dipastikan bila Eva akan berbaring di sana.

Dari arah masuk lapangan Eva melihat Gaby yang berjalan memasuki lapangan. Harapan Eva, gadis itu akan menghampirinya. Namun sayangnya, tebakan itu meleset.

Gaby dengan wajah tak bergairahnya melengos pergi menuju gerombolan siswi yang entah membicarakan apa di sisi kanan Eva duduk.

Gaby memang tidak masuk kemarin. Eva juga belum bisa memecahkan sandi ponsel milik Eva asli. Jadi, ia tidak bisa menghubungi Gaby.

Sejujurnya Eva juga tidak akan melakukannya, dikarenakan menjelaskan hal penting seperti ini harus face to face. Jika hanya melalui laman digital yang ada hanya akan semakin menambah kesalahan pahaman.

Bunyi peluit mengudara. Para siswa yang duduk mulai bangkit, begitu pula Eva.

Gadis itu menyatukan rambut panjangnya dengan kedua tangan. Menempatkan kumpulan benda hitam itu tinggi lalu mengikatnya dengan model sanggul agar tidak menggangu nantinya.

Sebelum kegiatan olahraga utama dilakukan, guru olahraga memerintahkan untuk berbaris dan melakukan pemanasan terlebih dahulu.

Eva memilih tempat di dekat Gaby, hanya terhalang oleh seorang siswa berkacamata.

Pemanasan statis dimulai dari kepala menghadap ke atas dengan disangga oleh jari-jari tangan yang di tempelkan satu sama lain.

Gerakan berganti menunduk. Jari jemari ditautkan dan diletakkan di bagian belakang kepala. Eva mengikuti gerakan sembari memikirkan cara agar bisa berbicara dengan Gaby.

Tadi pagi Eva sudah mengajak Gaby berbicara. Namun, hanya angin yang menyahuti. Gaby mengabaikan Eva, baik suara maupun wujudnya.

"Weh!" seru Eva pada lelaki di sampingnya. Lelaki itu menoleh dan menatap tanya pada teman sekelasnya itu. "Tukeran tempat!"

Lelaki itu mengerutkan keningnya. "Ha?" beonya.

Eva segera mendekat lalu menarik lelaki itu untuk menempati tempatnya. "Udah diem aja."

Akhirnya Eva telah berganti tempat dan kini ia tepat bersebelahan dengan Gaby.

"Gab." panggilnya berupa bisikan. Namun, instruksi dari guru olahraga di depan sana yang menyahuti.

Segera seluruh murid mengganti gerakan senam.

"Gaby." panggil Eva lagi. Gaby tetap diam. Eva menghela napas lelah.

Hingga senam usai pun Eva hanya memanggil nama Gaby saja tanpa mendapat sahutan.

[°°°]

Pulang sekolah telah tiba hingga detik ini juga Gaby belum memberikan respon yang Eva inginkan.

Evandrina Safhira Bakhri sebenarnya tidak memiliki hubungan apapun dengan Gabriella. Namun, mengapa perasaannya tidak karuan selayaknya ia dengan Gabriela begitu dekat hingga tidak tega menyakiti hati kecilnya.

Eva duduk di pemberhentian bus yang memang ada di dekat sekolahnya. Bisa saja ia segera menelpon anggota keluarganya atau sopir untuk menjemput. Namun, ia memilih duduk diam di sana sembari melamun.

Eva di sana sendirian menatap lalu lalang kendaraan ataupun orang hingga sebuah suara menginstruksi membuyarkan lamunannya.

"Quincy!" Eva yang merasa dipanggil pun sontak menoleh.

Satu lagi orang yang memanggilnya dengan nama tengah. Hah.. Siapa orang ini?

Dan, rasa apalagi ini?! Argh!

Dadanya terasa sesak membuat napas Eva sedikit terburu. Segera ia mengendalikan diri. Keringat mulai keluar melalui pori-porinya yang terasa dingin akibat angin sore ini.

Lagi-lagi perasaan ini Eva pernah merasakannya. Perasaan geram, kesal, marah dan segala emosi negatif menyatu setiap ia hanya sekedar melirik gadis yang sudah duduk di sampingnya itu. Tidak, bahkan hanya mendengar suaranya saja Eva serasa muak, telinganya sakit.

Dalam diam yang tidak mendengar ocehan gadis itu, Eva berpikir apa alasan Evandrina tidak menyukai gadis yang baru Eva temui ini? Dan saat itulah Eva teringat bahwa Evandrina menyukai Bastian sedangkan Bastian dan Cecilia adalah pasangan di dalam novel. Iya, Eva sudah ingat bahwa Cecilia adalah female lead protagonist.

Dari pada kebencian atas dasar cinta, kenapa tidak lihat saja penampilan gadis yang satu itu.

Yang paling mencolok adalah gaya berpakaiannya yang selayaknya anak kecil, bukan, anak TK bahkan. Anak kecil mah belum tahu cara berpakaian, dia dipilihkan pakaian oleh ibunya.

Perawakannya semampai kurus rambut coklatnya yang dibiarkan tergerai dengan beberapa poni tipis yang menutupi dahinya. Dari duduk pun Eva sudah dapat mengira jika tubuhnya tidak lebih tinggi darinya.

Fitur wajah gadis itu bulat dengan matanya yang lebar berbinar memancarkan kepolosan. Pipinya yang sedikit berisi menambah tingkat menggemaskannya ia. Gadis itu menatap penuh binar ke arah Eva sedari melihatnya. Namun, entah mengapa Eva merasakan sesuatu yang berbeda, yang aneh darinya selain rasa tidak suka nyaris benci.

Bibirnya berbentuk hati nampak cerah berwarna lebih merah dari merah muda dan tidak semerah warna merah. Intinya gadis di sampingnya ini atau protagonis wanita ini, definisi protagonis yang imut, manis dan menggemaskan. Nampak menye-menye di mata Eva, mohon maap...

Namun, belum tentu gadis itu menye-menye seperti yang Eva kira. Banyak orang yang bersikap manja pada orang yang ia sayang atau minimal ia kenal. Mengingat dari sistem Eva sempat membaca jika tidak salah ia dan kedua pemeran utama memiliki hubungan baik.

"Udah lama banget kita nggak kumpul-kumpul, cuman aku sama Bastian doang." ajaknya tiba-tiba membuyarkan lamunan Eva. "Nanti kita kumpul lagi, ya, bertiga?"

"Sebenarnya gue males sih, tapi, mau kumpul di mana?" Protagonis wanita itu cemberut sebelum berakhir tersenyum cerah. Dengan semangat ia menjawab, "Di tempat biasa kita kumpul."

"Kamu bisanya kapan? Kita sesuaiin jadwal kamu aja."

"Weekend minggu depan deh, gue usahain." jawab Eva dengan menekan seluruh nada malasnya di setiap perkataan yang ia lontarkan. Gadis itu juga mengusahakan untuk mengukir sekedar ukiran tipis.

"Ya, udah kalau gitu nanti aku kabarin Bastian, ya? Atau mau kamu sendiri yang ngasih tahu Bastian?"

Eva menggeleng malas. "Lo aja."

"Oke, sampai ketemu minggu depan, Quiny!" Cecilia segera bangkit lalu berjalan menuju mobil yang memang sudah cukup lama berdiam di dekat mereka dan kini Eva tahu bahwa mobil itu ternyata menjemput Female Lead.

Setelah protagonis wanita itu benar-benar melaju di dalam mobil, Eva turut bergerak meninggalkan halte yang mulai sepi itu karena bus berhenti beroperasi.

[°°°]

Figuran!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang