Figuran 6 : Imajinasi

103 10 1
                                    

[°°°]

Eva pergi ke kantin sendiri. Sebelumnya ia selalu pergi bersama Gaby. Entah alasan apa yang membuat Gaby tidak masuk sekolah. 

Eva berpikir, tidak mungkin hanya karena kesalahpahaman keduanya membuat Gaby lebih memilih absen. Ya, meski ia tidak seharusnya meremehkan masalah seseorang, hanya saja- ah entahlah.

Riuh suara dari kantin adalah hal pertama yang menyapa telinga Eva di kala gadis itu menginjakkan kaki di tempat yang biasanya berisi banyak pengganjal perut itu.

“Eva, nanti pinjem catetan lo ya?” Seorang siswi yang merupakan teman sekelasnya berucap tatkala melewati gadis itu. 

Yang ditanya hanya mengangguk singkat.

Tanpa memperdulikan sekitar, Eva langsung berjalan menuju stand makanan yang ia inginkan. Cukup lama gadis itu berada di sana karena memang sangat antre. Banyak para manusia yang ternyata kelaparan seperti dirinya.

Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Eva langsung bergegas menuju ke kelasnya. Entah mengapa ia tidak memiliki semangat untuk menikmati makanan itu di kantin. Dikarenakan ramai dan tidak mendapatkan sisa kursi atau karena ia seorang diri? Eva sendiri pun kurang paham.

Saat akan berbelok, tanpa diduga ada orang lain yang juga berbelok sehingga menyebabkan keduanya bertabrakan. 

Eva meringis sesaat sebelum bangkit sembari membersihkan roknya kemudian menatap orang yang bertabrakan dengannya.

Oh, rupanya lelaki yang membuka pintu dengan kasar saat memasuki kelasnya tadi. Sungguh siap, kenapa harus dengannya. Jujur, Eva sedang tidak ingin bersinggungan dengan siapapun.

“PUNYA MATA NGGAK SIH?!” bentak lelaki itu menatap Eva tajam dengan kedua matanya melotot tajam.

Eva yang mendapat bentakan seperti itu sontak memegang dadanya di mana jantungnya berdetak kencang karena terkejut.

“Oh, atau lo mau cari masalah sama gue?!” tanyanya sinis.

“Jangan mentang-mentang lo cewek, lo bakal bebas dari gue.” desisnya tepat di depan wajah Eva yang menatapnya datar. 

Awalnya Eva akan mengambil jalur kekeluargaan. Namun, jari telunjuk lelaki itu seakan minta dipatahkan. 

“Udah?” tanya Eva tenang. 

Sejenak lelaki itu mengangkat sebelah alisnya, sedikit heran. Gadis di depannya ini berani sekali.

Eva menarik napas dalam-dalam, “JALAN MASIH LEBAR, LU BISA 'KAN JALAN DI SEBELAH SANA? NGGAK HARUS DI SEBELAH SINI!”

“NGGAK USAH BERLAGAK LO YANG PALING BERKUASA DI SINI!”

“Kayak ini sekolah punya lo aja!”

Eva berteriak tepat di depan wajah lelaki itu lengkap dengan telunjuknya yang ia acungkan. Yah, meskipun ia harus berjinjit, setidaknya ia telah mengembalikan teriakan lelaki itu padanya.

Dengan napas tak teratur ia berlalu saat sebelumnya menabrak bahu lelaki itu kasar. 

Sedang lelaki yang merasa harga dirinya diinjak-injak oleh gadis yang entah siapa itu, emosinya semakin melonjak.

Ia berbalik, menarik lengan Eva kasar dan menekan gadis itu ke dinding. 

Dengan rahang yang mengeras lelaki itu berucap, “Tarik balik kata-kata lo tadi!”

Pergelangan tangan kanan Eva yang ditekan membuat gadis itu lebih fokus ke sana karena itu sakit setelah sebelumnya diharamkan dengan kasar. 

“Maksud?” tanya Eva heran.

Figuran!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang