Figuran 5 : Buka Pintu

114 9 0
                                    

[°°°]

Di dalam kamarnya, Eva mengotak-atik ponsel milik Eva asli. Setelah sekian jam hingga melewatkan makan malam guna menjelajah dunia benda pipih berlayar kaca itu.

Sesaat setelah Eva menghidupkan data seluler, banyak notifikasi masuk dari beberapa aplikasi yang memang terinstal di ponsel itu. Padahal tadi siang ia sudah menyalahkan data seluler dan juga banyak notifikasi. Lah sekarang ada banyak lagi. Populer kali Si Evandrina ini. Dulu saja Eva tidak bisa mencapai 500 pengikut di insta. 

Setelah dirasa notifikasi tersebut sudah tidak ada yang masuk lagi, Eva segera mencari kontak Gaby untuk meluruskan kesalahpahaman.

Di beranda chat-nya dan Gaby sebelumnya, Eva menyempatkan diri untuk membaca beberapa pesan yang tertulis. Beberapa diantaranya lebih banyak membicarakan hal-hal lucu.

Setelah puas Eva segera mengirimkan pesan —yang memang sudah dari tadi, bukan, sudah sadari kemarin ia rangkai di dalam benaknya.

—Kalau misal lo mengabaikan gue karena soal di cafe, sorry gue minta maaf.—

—Tapi, jujur gue juga nggak tahu. Gue juga nggak paham.—

—Bisa nggak kita ketemu? Kita ngomong baik-baik, kita deeptalk, meluruskan semua kesalahpahaman ini?—

—Gue nggak bisa kalau misalnya harus jelasin via chat. Karena bisa aja lo salah paham sama kata-kata gue. Jadi mending kita ketemu.—

—Lo nggak harus jawab sekarang kok, bisa renungi dulu. Kalau lo bersedia, lu bisa chat atau telepon gue. Kita ketemu di aula sekolah.—

Setelah mengirim pesan pesan tersebut Eva menghela nafas lega. Meski belum tentu Gaby akan membacanya atau bahkan membalasnya, paling tidak Eva merasa plong karena sudah mengungkapkan kata yang sudah sejak lama ingin ia sampaikan.

Gadis itu memutar kursi yang ia tempati yang semula menghadap meja belajar kini menghadap ranjangnya. Ketukan pintu mengganggu acara duduknya. Mau tak mau ia bangkit dan membuka pintu. 

“Kenapa, Ma?”

“Kamu mau sakit nggak makan gitu?" semprotnya seketika melihat wajah Eva. Wanita paruh baya itu menyingkirkan Eva dari depan pintu dan berjalan masuk dan meletakkan nampan berisi segelas susu, segelas air putih serta sepiring nasi dengan lauk-lauknya.

"Apaan sih, Ma orang aku bisa turun ambil sendiri" Eva berucap kesal pada Mama Evandrina ini meski ucapan terima kasih turut ia aturkan.

[°°°]

Keesokan harinya Eva sudah siap dengan seragam sekolahnya lengkap. Gadis itu sengaja bangun pagi untuk menyempatkan diri sarapan bersama anggota keluarga barunya.

Gadis itu sudah duduk manis di salah satu kursi meja makan dengan ibunya yang sedang sibuk mempersiapkan menu sarapan bersama beberapa pembantu. 

Ini kali pertama Eva ikut sarapan karena sebelum-sebelumnya gadis itu selalu melewatkan sarapan dengan alasan terlambat.

Semua menu sarapan telah tersaji, mamanya juga sudah duduk di samping Eva, kini tinggal menunggu anggota keluarga lain yang belum turun.

Tak lama kepala keluarga turun dari lantai 2 menuju meja makan yang berada di lantai 1 disusul dengan anak sulung keluarga itu dan yang terakhir anak kedua dari keluarga itu. yang dapat diartikan jika itu adalah ayah, kakak pertama dan kakak kedua dari Evandrina Quincy Agatha yang dimana semuanya laki-laki.

Sarapan berlangsung dengan khidmat dengan beberapa obrolan ringan ala keluarga bahagia.

Eva juga mendapatkan beberapa pertanyaan yang menjurus pada keberlangsungan sekolahnya. Dengan santai Eva mampu menjawab semua pertanyaan yang dengan ajaib mampu diterima seluruh keluarga.

Figuran!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang