"Alexa, kamu anggap aku itu apa?"
Alexa memiringkan kepalanya saat pertanyaan aneh itu berhasil merasuk telinganya. Terlebih saat sepasang netra milik laki-laki yang duduk di depannya itu mulai memerah. Di sertai dengan emosi kemarahan yang tidak ditutup-tutupi. Sedikit tertawa, Alexa balik bertanya. "Maksud kamu apa sih, Kak?"
Laki-laki itu, Panji memasang wajah tidak percaya begitu mendapati nada tenang yang Alexa pancarkan. Sedangkan dirinya, Panji bahkan mati-matian menahan emosinya agar tidak meneriaki Alexa di depan umum.
"Kamu punya hubungan apa sama Narel?" Tanya Panji menuduh.
Alexa mengerutkan keningnya, berpikir sejenak baru setelahnya senyuman kembali terpatri di wajah cantiknya. "Just friend, kayak kamu sama aku."
Mendengarnya, Panji semakin tak percaya. Jemarinya yang tersembunyi di bawah meja mulai saling mengepal. "Teman?! Setelah semua yang kita lalui selama ini kamu cuma anggap kita sebagai teman?! What the fuck, Al?!"
Namun sayangnya tak peduli seberapa kasarnya dia, Alexa masih bergeming. Seolah kata-katanya barusan sama sekali tidak perpengaruh. Alexa malah balik memandangnya dengan sorot polos. Lagipula kisahnya dengan Panji tidak sedramatis itu. Mereka hanya pernah beberapa kali makan malam, nonton film dan jalan-jalan di sekitaran kota. Yah, meski sambil gandengan sih.
Panji tertawa mengejek. Dia seharusnya mendengarkan peringatan teman-temannya dulu kalau Alexa bukan lah seseorang yang bisa diajak untuk membina hati. Apalagi dengan segala kabar buruk yang menyertai keberadaan Alexa, Panji seharusnya bersikap hati-hati dan sebisa mungkin mempertahankan hatinya. Namun saat gadis itu tiba-tiba datang membawa kemesraan, Panji tidak bisa mengelaknya. Pada akhirnya dia juga menjadi laki-laki kesekian yang Alexa kalahkan.
Alexa, yang amat mengenali ekspresi di wajah Panji menukikkan kedua alisnya. "Jangan bilang kamu suka sama aku, Kak?"
Panji tertawa masam, hatinya benar-benar tak berdaya menghadapi Alexa. "Seharusnya gue tahu, lo bukan cewek yang bisa diraih untuk membagi hati. Alexa, gue cuma berharap bahwa suatu saat nanti lo enggak akan menerima akibatnya." Tepat setelah mengatakannya Panji memilih berlalu dengan perasaan porak poranda. Kepalanya menunduk dan punggungnya tak lagi bisa mempertahankan ketegasannya lagi.
Alexa di sisi lain, masih duduk terpaku. Menatap bayangan yang semakin menjauh dengan perasaan tak menentu. Dia bukannya tidak mau membiarkan seseorang membina hatinya, seperti yang Panji katakan. Alexa menginginkannya tentu saja. Sama seperti Arelia dan Abangnya atau Mama dan Papa, Alexa juga ingin menjalin hubungan yang penuh cinta seperti mereka. Merasakan debar aneh yang membuatnya tidak bisa terlelap dengan tenang. Atau malah dihadapkan kegilaan karena tak bisa membendung cinta yang begitu besarnya.
Namun cinta juga harus datang pada orang serta waktu yang tepat bukan?
Dan Alexa masih belum menemukannya. Yah, setidaknya belum.
Alexa meneguk minumannya sampai habis sebelum akhirnya meninggalkan cafe dan memilih untuk sejenak berjalan-jalan di sekitaran Mall. Sesekali Alexa akan mengunjungi sebuah toko yang menarik minatnya dan membeli beberapa barang. Arelia sedang berkencan dengan Abangnya, Panji baru saja pergi alhasil Alexa harus berpuas diri untuk bersenang-senang sendirian.
Saat Alexa baru berjalan memalui tikungan, langkahnya tiba-tiba saja tersendat. Alexa mengernyit, merasakan sebuah cekalan erat di tudung hoodie-nya. Alexa menoleh otomatis, terperanjat pelan tatkala figur familiar muncul dalam pandangannya.
"Kamu sudah putus dengan Panji?" Tanya lelaki itu, Narel.
Alexa menyentak lengan Narel, bergerak mundur. "Aku enggak punya hubungan sama Kak Panji, kita cuma teman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade
RomanceNarel tidak akan mengelak jika seseorang menyandingkan Alexa dengan segelas lemonade yang dingin. Meski manis dan menyegarkan, Narel masih bisa merasakan sensasi kecut di ujung lidahnya. Karena memang seperti itu lah Alexa. Cantik dan mempesona. N...