"Kenapa kamu enggak ikut audisi saja? Dengan wajah kamu, aku yakin kamu baru jalan selangkah aja semua orang pasti bakal langsung setuju."
"Kak Al, bisa aja."
Alexa tertawa begitu lepasnya saat lelaki keturunan jepang yang kini tengah duduk di hadapannya itu tampak menunduk malu. Apalagi dengan kulitnya yang putih bersih membuat binar kemerahan di wajahnya semakin terlihat jelas. Laki-laki itu bernama Juan, adik tingkatnya yang tanpa sengaja Alexa temukan saat dia sedang mengerjakan tugasnya di perpustakaan.
Dan dengan kemampuan Alexa yang sudah sangat-sangat profesional, hanya dalam waktu sepuluh menit saja dia sudah mengulik cukup banyak informasi. Mulai dari nama tentu saja, tanggal lahir, hobby, keluarga, sekolah, cita-cita bahkan ukuran sepatunya saja sudah berhasil Alexa ketahui.
Hebat bukan?
"Aku serius loh, kamu itu ganteng. Ganteng banget malah. Dari satu sampai sepuluh kegantengan kamu itu hampir mencapai taraf sebelas." Sekali lagi Alexa melontar modus yang juga berhasil membuat Juan semakin blushing parah. Saking gugupnya Juan bahkan hampir terjungkal karena terus-menerus menggeser posisi duduknya yang tak nyaman.
Dan sebagai sang pelaku, Alexa cukup puas melihatnya.
Tentu saja siapa yang tidak akan bereaksi seperti itu jika Alexa sudah turun tangan. Seluruh penghuni kampus saja tidak bisa mengelak kecantikannya. Alexa juga pandai merayu serta kerap kali melontarkan perkataan manis yang berhasil membuat sang korban terbuai. Makanya bahkan jika orang-orang sudah mengetahui ke-player-annya, masih saja ada lelaki yang bertekuk lutut di hadapan Alexa.
"Tadi nama asli kamu siapa?" Tanya Alexa lagi.
Juan berdeham guna menetralkan kegugupannya. "Tsuyoshi."
"Su–"
"Tsuyoshi," ulang Juan karena Alexa masih kesulitan menyebut namanya.
Alexa mencebik dengan gestur yang mampu membuat kaum Adam serasa ingin memeluknya saking gemasnya. "Ahh, susah. Gimana kalau aku panggil kamu sayang aja?"
Sontak hal itu membuat si pendengar kaget bukan main. Juan menekan dadanya yang bergemuruh sangat keras. "K-kak Al!!" Pekik Juan tergagap.
Alexa mesem-mesem, dede gemes macam Juan selalu sukses membuat Alexa geregetan.
"Ka–AKH!!"
Alexa menjerit pelan saat merasakan tubuhnya tiba-tiba terangkat. Di susul dengan gertakan ringan yang menyuruhnya untuk diam. Yang anehnya langsung membuat Alexa ciut seketika. Alexa hanya bisa mengulurkan tangannya untuk memegang pinggang sang pelaku agar dia tidak terjatuh.
Di sisi lain Juan menatap pemandangan itu dengan mulut ternganga, sama sekali tidak menyangka dengan perubahan situasi sedrastis itu. Apa yang harus dia lakukan? Haruskah Juan memanggil seseorang untuk dimintai tolong?
Setelah beberapa langkah Alexa merasakan tubuhnya sedikit terayun sebelum kaki-kakinya kembali menginjak lantai. Dengan cepat Alexa berusaha menegakkan tubuhnya yang goyah baru kemudian mengangkat kepalanya. Nafas Alexa tersendat saat merasakan betapa dekat jarak antara dirinya dan Narel.
Iya, dia Narel.
Akhirnya seminggu setelah kejadiaan naas yang menimpanya di mall, mereka kembali bertemu.
Alexa menelan ludahnya susah payah. Untuk pertama kalinya Alexa merasakan jantungnya berdebar kencang. Bukan karena apa-apa, hanya saja sejak kejadian itu Alexa jadi takut bertemu Narel. Alexa merasa bersalah karenanya Narel harus mendapat pengalaman sememalukan itu.
"Sampai kapan kamu akan terus bermain dengan banyak laki-laki, Alexa? Apa aku saja tidak cukup?" Narel menundukkan kepalanya, kembali mempersempit jarak mereka.
Alexa memalingkan wajah gugup. "A-apa sih? Cukup apa?"
Mendengar jawaban Alexa membuat Narel sontak berdecih sinis. "Sepertinya aku memang enggak cukup ya buat kamu," tukasnya. Narel kemudian menarik jarak menjauh. Dengan sepasang netra yang masih menargetkan Alexa tangannya mulai meluncur ke bawah, lebih tepatnya ke arah dimana ikat pinggangnya berada.
Alexa membeliak kaget. "Mau ngapain?!"
"Bukannya kamu suka lepasin celana?"
Alexa melotot tak terima. "Apaan sih? Enggak ya, jangan asal ngomong!"
Narel menyeringai, jelas tidak mempercayai perkataan Alexa. Dan Klik! Narel berhasil melepas ikat pinggangnya dalam sekali gerakan. Selanjutnya laki-laki itu bergerak sedikit ke bawah, berniat melepas resleting celana jeans-nya. Namun tepat sebelum sesuatu yang seharusnya tidak dilihat berhasil terpapar, Alexa mencekal lengannya sehingga gerakannya spontan terhenti.
Alexa menggigit bibir bawahnya jengkel.
Narel sudah gila ya?! Bisa-bisanya lelaki itu nekat melakukan hal tidak senonoh tepat di depan matanya?! Untung saja tempat mereka berdiri terletak di paling ujung serta tertutup rak-rak buku tinggi sehingga tidak ada orang lain yang melihatnya. Kalau tidak Alexa tidak bisa membayangkan konsekuensi apa yang akan dia hadapi nantinya. Alexa lebih suka di kenal sebagai seorang pemain hati daripada disebut sebagai orang mesum.Narel memperhatikan jari-jemari lentik yang menahan lengannya. "Kenapa? Kamu yang mau lepasin celana aku?"
"Brengsek!" Sembur Alexa marah.
Narel tertawa renyah. "Kalau tidak, aku bisa lepasin celana kamu," katanya sembari mengulurkan jarinya ke celana jeans yang Alexa kenakan. Kemudian berbisik tepat di depan telinga Alexa dengan nada sensual. "Sama seperti saat kamu narik celana aku, aku juga bisa lepasin celana kamu jauh lebih baik. Kamu mau coba?"
Alexa menjerit histeris, spontan mendorong Narel sehingga laki-laki itu langsung terjatuh menabrak rak buku. Namun Alexa tidak mempedulikannya, dia sudah lebih dulu mengambil seribu langkah. Hanya ada satu pikiran dalam benaknya, yaitu bahwa Narel tidak waras!!
***
"Al, lagi ngapain?" Cahaya memasuki kamar Alexa dengan kernyitan di dahinya. Bagaimana tidak, saat ini kamar Alexa benar-benar berantakan dengan begitu banyaknya celana yang dibiarkan menumpuk tak beraturan di atas ranjang. Sedangkan si pelaku, Alexa tampak tengah duduk di dalam lemari sambil melemparkan celana lainnya.
"Aku mau buang semua celana punya Al," jawab Alexa setelah berhasil menarik celana terakhir yang bisa dia temukan di dalam lemarinya.
Cahaya menaikkan alisnya. "Kenapa? Mubazir dong, Al. Masih pada bagus juga."
Alexa menggeleng penuh tekad. "Mulai sekarang aku cuma mau pakai rok aja, Ma."
"Daripada dibuang lebih baik kamu sedekahin aja Al. Banyak orang yang masih membutuhkan."
Alexa berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Ya udah Mama aja yang kasih. Pokoknya Al enggak mau lihat celana lagi di lemari, Al."
Cahaya memandang Alexa penuh heran. Tapi sudahlah, anaknya satu itu memang agak-agak. Jadi Cahaya sudah terbiasa. Cahaya hanya bisa mengumpulkan semua celana Alexa dan diam-diam menyimpannya. Paling-paling seminggu kemudian Alexa akan merengek mencari celananya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade
RomanceNarel tidak akan mengelak jika seseorang menyandingkan Alexa dengan segelas lemonade yang dingin. Meski manis dan menyegarkan, Narel masih bisa merasakan sensasi kecut di ujung lidahnya. Karena memang seperti itu lah Alexa. Cantik dan mempesona. N...