5. Urban Legend

14 3 2
                                    

Changbin meregangkan tubuhnya, ia merasa lelah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Changbin meregangkan tubuhnya, ia merasa lelah. Hari ini terasa begitu panjang,

Jadwalnya padat belakangan ini. Staminanya terasa menurun karena sudah mulai jarang berolahraga.

Jangankan berolahraga, jam istirahatnya pun kacau.

Agenda rapatnya telah usai, beruntung kali ini tidak terlalu lama seperti sebelumnya sehingga ia bisa pulang lebih awal. Langit sore bahkan masih terlihat cerah. Sejenak ia duduk di sebuah kursi taman, memandangi langit berwarna jingga keunguan itu sambil melamun. Ia hanya ingin menjernihkan sedikit pikirannya.

Ibunya selalu bilang, melamun itu pamali, apalagi di sore hari. Tapi indahnya langit tak bisa ia lewatkan begitu saja. Hal sederhana yang sangat nikmat.

"Rokok bang?" Jisung, adik tingkat sekaligus sahabat dekatnya itu tiba-tiba muncul dan mengambil tempat di sebelahnya.

"Rokok bang?" Jisung, adik tingkat sekaligus sahabat dekatnya itu tiba-tiba muncul dan mengambil tempat di sebelahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Changbin terkekeh. Ia tahu Jisung hanya bercanda saat menawarkannya rokok. Ia sudah berhenti sejak dua tahun lalu dan memulai pola hidup sehat. Semua orang mengetahuinya.

"Rokok terus." Changbin memukul belakang kepala Jisung bercanda.

Jisung terkekeh sambil mencoba menghidupkan rokoknya. "Belom pulang bang?"

"Ini mau. Tapi langitnya lagi bagus. Pengen nikmatin bentar."

Selama sepuluh menit keduanya sama-sama terdiam, memandangi hamparan awan yang tersebar seperti kapas di atas sana. Angin dingin mulai berhembus.

"Enak kali ya jadi burung." Jisung membuka suara saat sekumpulan burung, entah burung apa, terbang bergerombol melintasi langit di kejauhan. "Kerjaannya terbang doang, gak usah pusing setengah mati mikirin proposal."

Changbin terbahak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Changbin terbahak. "Kenapa sih, Ji? Coba sini cerita."

"Nggak papa." Jisung menjatuhkan puntung rokoknya yang sudah hampir habis lalu menginjaknya agar baranya mati. "Udah capek jadi manusia."

"Gak boleh gitu." Ucap Changbin agak serius. "Capek-capek Tuhan nyiptain lo sembilan bulan dalam bentuk yang sempurna, eh lo nya malah pengen jadi burung."

Kali ini Jisung yang tertawa. Ia sudah menduga abangnya akan menjawab seperti ini. Changbin paling tidak suka saat ada orang yang berpikiran negatif, sekecil apapun. Apalagi sampai membahas hal-hal sensitif semacam ini.

Changbin adalah orang yang percaya kalau apa yang kita ucapkan, sekecil apapun akan mempengaruhi alam bawah sadar. Oleh karena itu ia selalu bersikeras membiasakan berbicara hal-hal baik walau sedang mengalami hal yang berat. Orang-orang terdekatnya sudah paham soal ini. Tak jarang banyak yang mengagumi Changbin dan menjadikannya panutan, termasuk Jisung.

Mungkin jika tidak sedang dalam keadaan lelah, Changbin bisa menceramahi Jisung saat ini. Tapi ia benar-benar sedang tidak bertenaga.

"Iya, iya bercanda. Gue cuma capek aja karena kerjaan divisi gak beres-beres. Tapi semua ini bakal terlewati kok. Iya kan?"

Changbin tersenyum kecil menggoda Jisung. "Bijak banget nih yang abis menatap langit senja."

Jisung hanya tertawa.

Hari sudah mulai menggelap. Jisung terlebih dahulu bangkit, sementara Changbin masih nyaman dalam duduknya. Ia belum mau pulang. Jalan raya pasti masih sangat padat karena jam pulang kantor.

"Jangan lama-lama bang ngelamun di sini. Kemaren katanya ada mahasiswi digangguin setan bule di gerbang belakang."

Changbin terkekeh, tidak menanggapi serius ucapan Jisung. Banyak rumor yang beredar kalau beberapa area di kampusnya ini angker. Namun selama tidak diganggu secara langsung, ia merasa kalau hal itu bukan masalah besar. Cerita urban legend seperti itu pasti selalu ada di setiap tempat, tidak hanya di kampusnya saja.

"Iya. Lo juga hati-hati di jalan. Masih Magrib, rush hour juga jam segini."

Jisung mengaitkan helm kuningnya dan memberikan jempol kearah Changbin, tanda mengerti.

Setelahnya, Jisung benar-benar meninggalkan Changbin menuju tempat motornya terparkir. Mahasiswa lain juga terlihat ramai melintasi gerbang untuk pulang.

Lelaki itu hendak mengecek jam di ponsel dan menyadari kalau ponselnya mati. Ia menghela napas. Mungkin sebaiknya ia juga pulang sekarang.

Changbin berjalan menuju area parkir mobil yang kini remang-remang karena minim penerangan. Saat sedang antri untuk keluar dari portal, ia baru menyadari kalau kartu parkirnya hilang.

"Ah elah. Kok gak ada sih."

Antriannya semakin dekat ke portal. Ia akhirnya memutuskan untuk menunjukkan kartu mahasiswa dan membayar dua puluh ribu sebagai denda menghilangkan kartu parkir.

"Maaf pak, kartu parkir saya ilang. Saya bayar denda sama tunjukin kartu mahasiswa aja ya."

Changbin menyerahkan uang dan kartu mahasiswanya. Petugas itu meraihnya. Jari mereka sedikit bersentuhan.

'Anjir, dingin banget.' Changbin sedikit tersentak.

Changbin memperhatikan petugas tersebut memasukkan secara manual nomer di kartunya pada komputer. Wajahnya tertutup bayangan, tetapi Changbin yakin itu bukan petugas biasanya.

Pria itu menjulurkan kembali tangannya, mengembalikan kartu mahasiswa Changbin. Tangannya hitam legam dan keriput, atau lebih tepatnya seperti habis terbakar.

Changbin mengerjapkan matanya, tidak berkata apa-apa. Dengan cepat ia menerima kartunya dan menyampaikan terimakasih lalu pergi.

***

Boo! - Felix LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang